27 | Dibalik Sunyi

381 53 10
                                    

Sarada ingin berteriak.

Perasaannya semakin lama semakin kalut. Ia merasa pergerakannya seperti dimata-matai. Ia takut sekali.

Kemana ia pergi, ia selalu merasa tak aman. Meski ia berada di lingkungan aman sekalipun, ia tetap merasa tak aman. Bahkan dalam tidurnya.

Sarada tidak ingin menyakiti dirinya sendiri dengan cara meminum obat tidur dalam dosis tinggi. Tapi sayangnya, tidak ada efek pada tubuhnya setiap kali ia meminum obat tersebut dengan dosis rendah.

Kepalanya kian hari kian memberat. Matanya bahkan terasa sulit terbuka lebar. Yang ia rasakan hanya cemas, takut, dan kantuk. Ia sulit memikirkan hal yang lain.

Di sekolah, nilai pelajarannya sedikit demi sedikit menurun. Kepala sekolah mengingatkannya untuk mendapat nilai sempurna, jika tidak beasiswa miliknya dalam bahaya.

Ia susah payah mendapat beasiswa itu ketika dirinya kelas dua SMP. Saat itu ia melihat selembaran brosur beasiswa yang tertempel di tiang listrik. Tes beasiswa tersebut tidak ada minimal usia dan tanpa dipungut biaya. DoubleS Company, selaku pihak penyelenggara bermitra dengan menteri pendidikan.

Di samping tiang listrik itu terdapat kotak kayu dengan lubang tipis di tengah, dan di atasnya berisi formulir pendaftaraan.

Saat itu Sarada hanya mengambil satu lembar formulir tanpa mengisinya. Dua hari kemudian, ketika keuangannya menurun drastis, ia tanpa pikir panjang langsung mendaftar dan mengumpulkannya pada kotak kayu tersebut.

Hari-hari yang melelahkan ia jalani.

Betapa inginnya berkata kasar hanya karena hal sepele.

Satu yang bisa Sarada harapkan saat itu. Bahwa ia ... ingin hidup berkecukupan.

Dua hari setelah ia menyerahkan formulir pendaftaran, seseorang menghubunginya. Memintanya datang ke salah satu gedung, mewawancarainya, dan menyelesaikan tes. Lalu hal terakhir yang ia lakukan adalah menunggu. Butuh sekitar satu minggu untuk mendapat hasil dari tesnya.

Dan ketika hasilnya keluar, mulutnya terbuka lebar dengan kedua mata terbelalak tak percaya.

Ia berhasil mendapatkan beasiswa itu.

Beasiswa sekolah. Tapi kepala pihak penyelenggara dengan baik hatinya memberikannya tempat tinggal juga, anggap saja bonus. Tempat tinggal berupa satu unit kamar apartemen.

Biaya SMP hingga SMAnya terjamin dengan catatan nilai akademik dan non-akademik Sarada harus sempurna.

Lantas, bagaimana jika nilainya mengalami penurunan drastis? Seingatnya, perjanjian antara kedua belah pihak mengatakan akan mencabut beasiswanya.

Tapi bagaimana Sarada bisa kembali menaikan nilainya jika ia saja tidak bisa berkonsentrasi pada langkah kakinya sendiri? Hari Rabu kemarin, ia jatuh dari tangga akibat ia yang tidak bisa memperhatikan langkah.

Sering kali Chocho meminta izinnya untuk mampir berkunjung ke tempat tinggalnya, tapi selalu ia tolak. Padahal niat Chocho baik. Gadis bertubuh besar itu hanya ingin menemaninya. Karena seperti yang gadis itu tahu, bahwa kedua orangtua sahabatnya telah meninggal dunia.

Sebenarnya Sarada tidak mempermasalahkan jika Chocho datang mengunjunginya. Hanya saja, ia takut Chocho akan menyebar luaskan lokasinya. Meski ia tahu, Chocho tidak mungkin melakukannya.

Karena Sarada takut. Takut jika seseorang yang paling ia hindari dapat menemukannya.

+++

Bruk

Boruto membuka matanya. Ia sedikit terusik dengan suara buku-buku yang terjatuh itu. Ia bangkit dari posisi terlentangnya, menoleh ke kanan, di mana buku-buku itu jatuh berhamburan dari rak.

Teenage HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang