34 | Berdetak

460 42 13
                                    

Entah mengapa ketika ia bersama Sarada, semua perhatiannya seakan hanya tertuju pada gadis tersebut. Bahkan, perasaan gila yang tidak pernah terbayang olehnya turut hadir. Apa yang gadis itu lakukan sukses membuatnya penasaran.

Seperti saat ini. Tanpa sadar ia memiliki keberanian yang mendadak datang untuk bercerita pada Sarada. Cerita hidupnya yang ia ringkas sesingkat mungkin, yang bahkan tidak pernah ia ceritakan kepada teman-teman terdekatnya.

Gadis Haruno itu memiliki apa yang ia cari. Sepertinya perkataan Mitsuki diawal masa sekolah benar. Selama ini ia mencari seseorang yang dapat ia jadikan sandaran ketika lelah. Dan hebatnya, kehadiran Sarada dalam hidupnya mampu membuat ia bertahan dan menjalani hari-hari dengan lebih tulus, tanpa paksaan dari diri sendiri.

Ia sedikit terperangah melihat senyum kecil gadis itu yang terbilang manis. Sarada memiliki wajah yang kecil dengan mata hitam besar, hidung yang mancung, serta bibir berwarna merah muda alami yang terlihat indah dari berbagai sudut. Mungkin karena jarang menunjukan ekspresinya, Boruto menilai senyum Sarada adalah yang termanis yang pernah ia lihat. Katakan Boruto berlebihan, tapi memang begitu.

Mereka berdua saling bertatapan lama. Senyum Sarada menjadi penguatnya. Bolehkah Boruto jujur? Ia menyukai senyum itu.

"Boruto, Sara!"

Suara Mitsuki terdengar jelas meneriaki nama mereka. Alarm di otaknya belum menunjukan respon apapun terhadap teriakan tersebut.

Sarada menoleh, melihat seseorang yang berlari dengan cepat menuju ke arah mereka yang diam mematung di tengah kerumunan.

Boruto merasakan pergelangan tangannya ditarik, bersamaan tubuhnya yang tidak siap ikut maju ke depan.

Tubuhnya menabrak tubuh mungil Sara yang tengah memandangnya. Kini seolah tidak ada jarak antara keduanya.

Waktu melambat di dunianya, namun pergerakan tetap normal. Hanya waktu yang seolah melambat ketika arah pandangnya yang nakal tak sengaja melihat sesuatu yang lebih putih dibanding kemeja sekolah mereka pada tubuh mungil di depannya.

Tubuhnya sedikit menegang. Ia tidak terbiasa dengan pemandangan tersebut. Segera ia palingkan wajah.

"Sarada?" gumam seseorang.

Telinganya dengan jelas mendengar gumaman seorang lelaki. Disusul bisikan dari kerumunan yang mengelilinginya. Dunia fantasi di kepalanya menghilang dengan ia yang kembali pada kesadaran dunia nyata.

Bola matanya melihat seorang lelaki yang ia terka satu tingkat di atasnya tengah menengadahkan kepala menatap Sarada, sementara tubuhnya telentang di lantai.

Siapa dia? Boruto menyipitkan mata ketika lelaki tersebut mulai bangun berdiri.

Sedikit merapikan penampilannya juga menepuk-nepuk pelan pantatnya yang dirasa kotor. Laki-laki dengan tubuh kisaran 180 hingga 183 cm itu tersenyum lebar pada Sarada. Boruto menggeram tertahan menyaksikannya.

"Hei, Sara. Ini benar kau?"

Pekikan antusias itu menarik perhatian beberapa orang. Itu juga berhasil membuat Shikadai, Inojin, Mitsuki, Chocho, dan Sumire mendekat. Beberapa orang mengabaikan sementara yang lainnya hanya sekadar menonton tanpa tertarik ikut campur atau sekadar mengutarakan beberapa kata.

Dengan sekali sapuan, lelaki itu menyapu rambutnya yang berantakan ke belakang. Aura hangat terpancar darinya.

"Aku Kawaki," ujarnya memperkenalkan diri. "Dulu kita pernah satu panti. Kau ingat?"

Antusiasme lelaki tersebut sepertinya tidak hanya sampai sana. Tiba-tiba saja ia memeluk tubuh Sarada. Hal itu membuat orang-orang heboh. Apalagi ketika Boruto yang tidak pernah terlibat dalam kisah percintaan dan semacamnya secara spontan melepaskan pelukan keduanya. Ia membawa tubuh Sarada berada di belakangnya. Menciptakan jarak antara Sarada dan Kawaki.

Teenage HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang