14 | Pergi

472 66 8
                                    

gaada "selamat membaca" lagi.

ඏඏඏ

"EH?"

Mata keempat gadis itu terbuka lebar dengan mulut menganga. Salah satu dari keenam gadis itu akan kembali ke desanya.

"K-kau akan pindah, T-Tsubaki-chan?" tanya Namida. Ia berusaha sebisanya untuk tidak menangis.

Wasabi menunduk dalam, ia menggeleng. "Kenapa tiba-tiba?"

Tsubaki merasa tak enak dengan teman-temannya. Ia salah. Mungkin seharusnya ia memberitahu hal ini dari jauh-jauh hari bukannya mendadak seperti ini.

"Maaf."

Hanya satu kata itu yang Tsubaki mampu katakan. Ia tersenyum getir.

Sejujurnya ia merasa nyaman dan senang berada di Konoha, bersekolah di SMA Konoha, dan berteman. Namun orangtuanya membuat keputusan untuk kembali ke desa tempat mereka tinggal dulu. Memang, alasan Tsubaki ke Konoha adalah karena pekerjaan orangtuanya. Namun ternyata orangtuanya memilih untuk membuka sebuah kedai siang-malam saja di desa.

Sudut bibir Sumire tertarik ke bawah. Meski tak terlalu dekat, tapi ia juga merasa sedih saat tahu salah satu temannya akan pergi.

Berlebihan, pikir Sarada. Gadis itu menyandarkan tubuhnya di tembok dengan kedua tangan yang berada di saku jaket. Lolipop rasa lemon berada di mulutnya. Gayanya sangat berbanding terbalik dengan kelima gadis di hadapannya.

Chocho, Sumire, Wasabi, Namida, dan Tsubaki. Mereka seperti gadis pada umumnya. Berpakaian feminin—meski di antara mereka berlima Wasabi lebih suka memakai celana—memakai riasan di wajah, mewarnai kuku, melakukan perawatan, lalu berbelanja, karaoke, dan ... bersenang-senang. Ah, hal yang terakhir itu, Sarada tidak tahu bagaimana caranya.

Sorot mata Sarada menyorot malas teman-temannya. Ia malas melihat drama kehidupan secara langsung seperti ini. Tak ingin melihat apalagi terlibat.

Namun tiba-tiba saja ia menunduk dalam. Pikirannya kosong. Suara bising di kelas memang selalu berhasil menambah penat di kepalanya. Ia mengambil stik lolipopnya dan membuangnya ke tempat sampah di luar kelas. Melangkah kembali ke kelas dan langsung bergabung dengan teman-temannya.

"Tsubaki, aku harap kau sehat-sehat selalu di sana," ucapnya pelan. Ia memandangi kelima temannya yang sedang berkumpul di meja Tsubaki itu.

Teman? Terkadang Sarada bingung apa ia pantas menganggap mereka sebagai temannya? Begitupun sebaliknya, Sarada terkadang berpikir apa ia pantas menjadi seorang teman?

+++

Istirahat kedua biasanya menjadi waktu yang paling ditunggu-tunggu semua murid. Karena pada saat tersebut kantin akan penuh dengan siswa-siswi yang mengantre untuk mendapat makan.

Bicara mengenai makan, seharusnya Chocho menjadi orang yang terlintas pertama kali ketika mendengar kata makan, bukan? Tapi sayangnya kali ini ia tak berada di kantin. Ia dan kelompoknya berada di taman.

Taman SMA Konoha memang yang terbaik. Selain terdapat bunga beraneka warna dan jenis juga pohon-pohon indah, pihak sekolah menyediakan beberapa kursi dan meja, kolam ikan yang di bagian tengahnya terdapat air mancur, dan yang paling siswa-siswi kagumi adalah jalan bebatuan.

Seperti saat ini Chocho yang memimpin berjalan di jalan bebatuan untuk duduk di salah satu kursi panjang. Sumire, Namida, Wasabi, dan Tsubaki di belakangnya. Sementara Sarada berada beberapa langkah di paling belakang.

Mereka ingin menghabiskan waktu bersama Tsubaki, karena sepulang sekolah, Tsubaki akan langsung berangkat ke desa Besi menggunakan kereta.

Ckrek

Sarada memelankan langkahnya. Ia merasa ada seseorang yang memperhatikan mereka diam-diam.

Wasabi menghentikan langkahnya hingga sejajar dengan Sarada.

"Seperti ada yang memperhatikan," ucapnya. Ia melirik Sarada yang kini berada di sebelahnya.

Sarada mengangguk. "Ingin menghajarnya?"

Wasabi terkekeh. Chocho dan yang lain sudah duduk, tinggal menunggu dia dan Sarada. "Jika ada seseorang yang ternyata menguntitku, aku tak akan segan untuk mencakar wajahnya."

Sarada menanggapi dengan tersenyum miring, meski tipis.

"Berjalan saja lama," cibir Chocho kala Wasabi duduk di hadapannya.

"Diam! Aku sedang mengamati sekitar."

"Mengamati apa?" tanya Namida.

"Akhir-akhir ini seperti seseorang mengamati kita. Atau mungkin lebih tepatnya mengamati seseorang di antara kita," jelas Sarada. Ia menengadah ke langit. Sinar matahari siang itu tak terlalu menyengat hingga ia betah berlama-lama memandanginya. Tidak silau, karena sinarnya bersembunyi di balik awan-awan tipis.

Sumire menunduk. Ia mengeluarkan handphone-nya dari saku rok sekolah. Membuka pesan beberapa hari yang lalu dengan seseorang dan menunjukannya pada yang lain.

Chocho paling antusias untuk melihat. Setiap deret kalimat yang diterima mereka baca dengan teliti. Hingga saat si pengirim membagikan beberapa foto, semuanya nampak menahan napas.

Itu foto Sumire yang difoto secara diam-diam.

Sarada selalu menanggapi segala hal dengan santai. Karena itu, untuk mengembalikan kesadaran teman-temannya yang masih terlalu kaget ia cepat-cepat bertanya. "Siapa yang mengirim?"

Seolah tahu bahwa Sumire yang sedang ditanya, semuanya mengalihkan pandangan ke arahnya.

Sumire menggeleng.

Wasabi baru teringat kejadian minggu lalu kala ia merasa seseorang tengah mengamati dan memotret salah seorang dari mereka. Ia menceritakannya pada mereka.

"W-waktu Sara-chan tidak jadi untuk ikut pergi? Aku tak menyadarinya." Kata Namida.

"Aku juga," ucap Chocho.

"Entahlah, tapi perasaanku mengatakan sepeti itu."

"Ini sebuah teror!" seru Chocho bersemangat. Ia jadi teringat dengan film yang baru beberapa hari yang lalu ia tonton bersama Inojin dan Shikadai. Dalam film tersebut seorang gadis di teror oleh sebuah kelompok mafia. Bos kelompok mafia itu tergila-gila dengan sang gadis, hingga melakukan segala cara untuk mendapatkannya, termasuk dengan cara menerornya.

Cukup lama mereka membahas tentang kejadian tersebut hingga tanpa sadar seseorang tengah mengamati salah seorang dari mereka.

Di dekat pohon beringin, seorang lelaki berdiri sembari bersedekap dada. Ekspresi seriusnya membuat sosoknya nampak lebih dewasa. Lelaki itu adalah ...

... Boruto.

Dan salah seorang lagi.

Boruto menghela napas kasar. Niatnya ia ingin mengajak Sarada untuk ke rooftop dan menanyakan perihal kejadian ia yang—tidak sengaja—mengikuti Sarada. Ia masih ingat bagaimana air wajah gadis itu waktu itu.

Sepertinya untuk kali ini tidak bisa. Terlalu banyak pasang mata di sekitar Sarada.

.
.
.

tbc

what, Boruto? kok jadi stalker?
ayo berteori 🕵🚬

lah lama-lama makin sepi ae ni FF.
padahal banyak pertanyaan dari prolog huhuuu

Teenage HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang