Vanish in The Thin Air

721 85 4
                                    

Skyla masih terpaku di pinggir jalan, masih menatap lokasi Hunter terakhir berada. Hunter benar-benar menghilang seolah-olah tubuhnya menyatu dengan udara. Ironis sekali kalau memikirkan Hunter yang selama ini jadi pencopet. Pemuda itu pasti gesit saat mengambil dompet korban kemudian berlari menjauh agar tidak tertangkap. Secepat itu pula, Hunter menghilang beberapa menit lalu. Tidak tertangkap oleh mata siapa pun dan tidak ada seorang pun yang menyadari keberadaannya. Skyla menatap telapak tangannya lalu mendesah pelan.

"Kamu bilang kalau kamu sudah berhenti jadi pencopet, tapi ternyata kamu bohong," gumamnya. "Kamu tetap pergi tanpa berpamitan."

Dia kemudian menoleh ke bangunan berwarna-warni di ujung sana. Seharusnya dia bisa menghabiskan waktu bersama Hunter dan berjalan-jalan di sana, tetapi ternyata pemuda itu sudah harus pergi. Pantas saja Hunter memaksa untuk menjelaskan soal teori-teori tadi, mungkin pemuda itu tahu kalau waktunya akan segera habis. Skyla menarik napas pelan, lagi-lagi hanya dirinya yang tidak tahu apa-apa dan tetap bersikap bodoh.

"Bodoh namanya kalau menyalahkan diri sendiri."

Kata-kata yang diucapkan Hunter tadi tiba-tiba terngiang di telinganya. Ah, mungkin benar kalau semua ini bukan sepenuhnya salahnya, tidak peka dan tidak tahu maka bukan berarti dirinya benar-benar bersalah. Meski begitu seharusnya dirinya lebih berusaha untuk jadi pendengar yang baik. Skyla menggeleng dua kali, tidak gunanya memusingkan hal yang sudah terjadi. Toh, waktu juga tidak akan terulang lagi dan tidak ada yang bisa dilakukan untuk mengubah semua itu.

Sekarang dia memilih untuk mencari kedai terdekat untuk mengisi perut. Lagi pula, sebentar lagi malam akan tiba dan akan lebih baik kalau pulang dalam keadaan kenyang mengingat rasa sakit misterius itu akan datang ketika ramuan Avliden terisi. Malam ini adalah yang kelima, tetapi bukan berarti dirinya terbiasa. Bukan pula rasa sakit itu berkurang karena dia sudah mampu beradaptasi. Yah, pada kenyataannya tidak ada manusia yang terbiasa dengan dengan rasa sakit. Manusia hanya berusaha menekan rasa sakit itu dan berusaha untuk sembuh sambil membohongi diri sendiri kalau semuanya akan baik-baik saja. Mungkin tidak semua begitu, tetapi setidaknya dirinya begitu.

Langkah kakinya terhenti ketika matanya menemukan satu kafe mungil yang ada di ujung jalan. Lokasinya yang ada di sudut itu membuatnya tidak begitu terlihat apalagi warna bagian depan yang putih juga tidak membuatnya mencolok di Notting Hill yang penuh warna ini. Skyla bergerak mendekat dan mengamati bagian luar kafe dengan papan nama mungil, Signum Cafe.

"Keajaiban dalam secangkir kopi itu biasa, bagaimana kalau secangkir kopi kami menyediakan kejujuran," gumamnya membaca tulisan kecil yang berderet di jendela kaca kafe itu.

Menarik juga. Masalahnya yang dia butuhkan sekarang bukan kopi, melainkan makanan yang bisa mengenyangkan perutnya dan dia tidak perlu jujur pada siapa pun karena dirinya hanya sendiri. Skyla melanjutkan perjalanan dan mengabaikan ketertarikan yang tadi muncul. Dia berjalan menjauhi tempat itu dan mencoba mencari kedai untuk makan. Jemarinya meremas tas yang tersampir di bagian depan tubuhnya sementara kakinya terus melangkah.

Sambil mencari kedai, Skyla mengamati orang-orang yang berlalu-lalang di jalanan. Rata-rata mereka semua mengobrol dengan orang di dekatnya, mungkin keluarga, teman atau pacar. Skyla mengembuskan napas pelan, mendadak sadar kalau dirinya memang sendirian sekarang. Dia tidak memiliki siapa pun di sisinya dan dan mungkin akan terus begitu entah sampai kapan. Ya, sudahlah. Manusia kan terlahir sendirian juga dan menjalani jalur kehidupannya sendiri. Hanya saja, kadang jalur kehidupan ini bersinggungan dengan jalur milik orang lain, mirip kendaraan di jalan raya. Dia hanya harus menerima kalau tidak ada seorang pun di dunia ini yang menginginkan bersinggungan jalur dengannya, apalagi berada di jalur yang sama. Skyla tersenyum getir, memangnya siapa yang sudi bersinggungan dengan jalan hidupnya yang suram dan penuh masalah?

Gagasan-gagasan buruk terus berkejaran dalam pikirannya hingga dia memilih untuk kembali mengamati hal lain, apa saja asal bisa mengalihkan hal-hal buruk yang terus terpikirkan. Saat dia kembali mengamati orang-orang, pandangan matanya terantuk pada sosok yang tidak asing. Karena sosok itu kini sedang berjalan ke arahnya, Skyla langsung menghentikan langkah. Matanya menyipit untuk mengamati lebih dekat. Tubuhnya rasanya seperti membeku hingga dia sulit bergerak. Sudut bibirnya berkedut pelan dan debaran jantungnya menanjak naik. Skyla mengusapkan tangannya yang mendadak basah ke permukaan celana. Kejadian malam itu masih membekas dalam ingatan. Ludah besar-besar menuruni tenggorokan, tidak salah lagi orang itu Philip, calon suami ibunya. Namun, perempuan yang kini sedang menggamit lengannya itu bukan ibunya.

Kelopak matanya melebar ketika dua orang itu sudah berjalan semakin dekat. Selama dirinya melamun, tenyata Philip dan perempuan itu sudah memangkas jarak sejauh ini. Skyla berdeham pelan lalu memijat tengkuknya, setelah itu buru-buru berbalik. Dia berusaha bergerak lebih cepat dna mengabaikan jantungnya yang bertalu-talu di dalam dada. Dia juga nyaris menabrak beberapa orang yang berseberangan arah dengannya. Skyla hanya meminta maaf dengan mengangguk lalu bergerak kembali. Sial, kenapa mereka cepat sekali?

Keringat dingin mulai meluncur turun ketika Skyla berlari. Kalau terus begini maka dia akan tertangkap. Kalau Philip melihatnya maka pria itu pasti akan melakukan hal buruk padanya. Oke, ini hanya sekadar hipotesis dan gagasan buruknya saja, tetapi perasaannya benar-benar tidak enak sekarang. Saat itu, Skyla kembali berjalan melewati kafe yang tidak jadi dimasukinya tadi. Skyla berhenti sejenak di depan kafe dan mendadak satu gagasan muncul di dalam kepalanya. Mungkin dia bisa bersembunyi sebentara di sana. Namun, apakah jaminan Philip tidak akan menemukannya?

Iya, benar. Lebih baik menjauh dari tempat ini secepatnya. Namun, saat Skyla hendak beranjak pergi, pintu kafe itu terbuka. Seorang pemuda jangkung bersurai hitam kelam dengan manik mata segelap malam kini menyambutnya dari balik pintu. Pakaiannya juga serba hitam hingga membuatnya terlihat semakin menyeramkan. Tidak ramah, tetapi tidak terlihat jahat.

"Kamu mau masuk atau tidak?" tanyanya.

"Eh? Saya?"

Pemuda itu mengedikkan bahu. "Iya, kamu. Mau masuk atau enggak?"

Skyla tidak kunjung menemukan jawaban jadi dia menoleh ke lokasi Philip berada. Pria itu kini sudah semakin mendekat. Sepertinya memang tidak ada pilihan lain, dia bisa bersembunyi di kafe ini sebentar. Kalau nanti ada apa-apa maka dia akan berteriak atau melakukan apa pun untuk bertahan. Lagi pula, pemuda jangkung ini cukup menyeramkan jadi kalau terdesak maka dia bisa meminta tolong. Ya, itu kalau pemuda itu bisa dimintai tolong. Ah, terserah, pada kenyataannya tidak ada pilihan yang lebih baik.

"Kalau masih mau mikir, cari tempat lain saja!" kata pemuda itu ketus.

"Ma—masuk kok ini," sahutnya.

Pemuda itu tidak mengatakan apa pun, hanya menggeser tubuhnya agar Skyla bisa masuk. Skyla mengucapkan terima kasih pelan lalu bergerak masuk ke dalam kafe. Dia tidak berani menoleh, tetapi sempat melihat nametag di pakaian pemuda itu. F. Hanya F saja, satu huruf. Tidak ada nama panjang, apalagi nama keluarga. Mungkin itu memang hanya nama panggilan, Skyla tidak ingin memikirkanya lagi. Dia memilih untuk bergerak masuk dan menarik napas pelan ketika terdengar bunyi lonceng yang menandakan kalau pemuda bernama F itu telah menutup pintu.



Note:

Hai, hai...akhirnya *halah, demi janji gak jadi rebahan

Oh iya, untuk Signum dan F, itu ada di buku lain (Judulnya Signum) dan belum dipost di sini memang, rencananya bakal dipost setelah buku ini selesai. Karena sama-sama Fantasi jadi kadang ada satu tokohku di buku lain yang bakalan jadi cameo di buku lainnya. Kayak Karel-Raline (Loveless) jadi cameo di Red Thread. Cuma kayak penanda kalau buku-buku ini punyaku aja sih ngehehhehe ^^

Tanpa basa-basi lebih banyak, selamat membaca, semoga suka ^^

My Boyfriend For TodayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang