Ex-Boyfriend Encounter

572 55 7
                                    

Kejadian tadi malam rasanya seperti mimpi. Kalau saja flat-nya tidak seberantakan ini maka dia bisa meyakinkan diri sendiri jika pertemuannya dengan Marlene hanya khayalannya saja. Tapi, dia ingat ketika harapannya patah ketika botol-botol itu dihancurkan oleh Marlene. Dia pikir semuanya sudah berakhir. Dia sendiri tidak tahu harus memberikan alasan apa pada Canis kalau semua misinya gagal. Namun, ternyata Canis masih berbaik hati dan mengganti botol yang pecah itu. Mungkin Canis ingin menegaskan kalau tidak ada manusia yang merusak misinya.

Skyla menarik napas pelan dan mengusap pelipis. Dia sudah membersihkan semuanya dan bersiap untuk pergi keluar. Dia harus ke kampus barunya hari ini untuk registrasi ulang karena beberapa minggu lagi perkuliahan akan segera dimulai. Dia juga meminta sudah izin untuk tidak kerja paruh waktu hari ini jadi sisa waktunya bisa digunakan untuk misi berkencan.

Setelah selesai bersiap-siap, Skyla menyelipkan botol larutan Canidae ke dalam tas. Dia juga menenteng plastik berisi sampah dan pecahan barang-barang yang dihancurkan Marlene semalam. Dia melirik sekilas pada bunga anggrek biru yang kini ada di mejanya. Bunga layu itu hanya dicelupkan di dalam gelas berisi air. Kalau pulang nanti, dia akan membeli pot baru. Semoga bunga itu bisa diselamatkan.

Membutuhkan waktu sekitar satu setengah jam untuk sampai di kampusnya dengan naik bus. Jantungnya berdebar-debar ketika akhirnya dia sampai di gedung universitas yang akan sering dikunjunginya untuk menuntut ilmu. Dia menatap gedung yang menjulang di depannya. Baru beberapa bulan lalu, dia membayangkan akan ke kampus ini bersama Nathan. Dia ingin memulai masa kuliahnya dengan suasana baru dan melupakan masa suram selama masa sekolah menengah atas.

Skyla menarik napas berat. Dia sendiri tidak menyangka kalau rencananya berubah dengan cepat. Dia bahkan terjun dari jembatan dan nyaris tidak lagi hidup hingga hari ini. Ya, mungkin semua hal memang seharusnya seperti ini. Dia sendirian sejak awal dan Nathan hanya kemewahan sesaat yang seharusnya tidak pernah disentuhnya. Skyla menggeleng pelan dan berusaha membuang semua pikiran buruk yang menggelayut di dalam benaknya. Semuanya sudah terjadi dan tidak perlu disesali lagi.

Tungkainya bergerak masuk ke dalam gedung untuk melakukan registrasi. Selain dirinya, ternyata sudah banyak orang yang untuk melakukan pendaftaran ulang. Dia tidak mengenal siapa pun di kerumunan itu, jadi dia memilih untuk langsung mengantre. Kalau urusan ini selesai lebih cepat maka dia akan bisa bertemu dengan pasangan kencannya hari ini.

Untunglah semuanya berjalan lancar, Skyla sudah selesai menyelesaikan registrasi dan hanya perlu menunggu jadwal selanjutnya yang akan dikirimkan via surel atau bisa dilihat di website kampusnya nanti. Selebihnya, dia bisa mempersiapkan banyak hal sambil menunggu masa kuliahnya dimulai.

Sebelum keluar dari lobi, Skyla meminum cairan Canidae untuk hari ini. Mungkin kencannya bisa dimulai dari sini saja. Dia hanya perlu menunggu calon pacarnya untuk mendatanginya karena Skyla tidak bisa mendatangi pria itu lebih dulu. Skyla berjalan keluar dari gedung sambil membaca pamflet berisi ringkasan tentang klub dan kelompok study yang nanti bisa dimasukinya setelah mulai berkuliah.

"Skyla!"

Skyla menoleh ketika seseorang menyebut nama depannya. Kelopak matanya melebar ketika menemukan pemuda yang tidak asing kini berdiri tidak jauh darinya. Pemuda itu kini menaiki anak tangga dan mendekatinya. Bertemu Nathan—entah sengaja atau tidak—adalah keinginan terakhirnya hari ini, sialnya orang ini ada di mana-mana.

"Hai, Johnson!" katanya dingin.

"Johnson?" Bibir Nathan terangkat sedikit.

"Itu memang nama kamu, kan? Memangnya kamu ganti nama?" tukas Skyla ketus.

"Ngomong-ngomong kamu jadi masuk ke kampus ini?" tanya Nathan menyelidik. itu menatapnya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Memangnya ada alasan lain aku gak boleh ada di kampus ini?"

"Kamukan kriminal."

"Kriminal dari mana? Kejahatan apa yang kuperbuat?" sanggah Skyla sambil bergerak menuruni anak tangga dan berusaha menghindari Nathan.

"Jangan sok suci deh, Sky! Kamu tahukan kalau Inez sekarang lumpuh dan itu ulah siapa? Gara-gara kamu! Kamu iri sama Inez makanya sampai ngelakuin hal keji begitu?"

Sejujurnya, Skyla sudah muak dengan semua tuduhan ini. Baik Nathan maupun Marlene tidak tahu kejadian yang sebenarnya, tetapi menyimpulkan semuanya seenaknya sendiri dan membubuhkan istilah penjahat padanya. Mereka bahkan tidak mau mendengarkan penjelasannya. Oke, Inez yang jatuh, terluka, dan lumpuh. Tapi, bukan berarti dirinya yang bersalah sepenuhnya.

"Itu gara-gara dia sendiri. Dia yang jatuh sendiri, bukan yang dorong."

"Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, kamu ada di jendela saat Inez jatuh. Jadi, jangan ngelak terus, Sky!"

"Kamu bilang aku ngelak, kan? Memangnya kamu ada di kamarku saat kejadian? Enggak, kan? Kamu cuma lihat dari luar rumah, Johnson!"

"Tapi, tetap saja kelihatan. Aku lihat kamu nyerang Inez dan bikin dia jatuh."

Kali ini Skyla berbalik. Dia kembali menaiki anak tangga untuk mendekati Nathan. Dia baru berhenti ketika dirinya hanya terpisah dua anak tangga saja.

"Kamu lihat dan kamu gak buta, kan?"

"Enggak."

"Nah, kalau begitu pakai matamu buat jelasin ke otakmu kalau kejadiannya itu di kamarku, bukan kamar Inez."

"Apa hubungannya? Di manapun kejadiannya tetap saja kamu itu penyerang!"

"Ada bedanya, Tolol."

Nathan berjengit ketika Skyla menyebutya tolol. Mungkin Nathan kaget karena dia tidak pernah mengumpat sebelumnya, dia bahkan tidak pernah mengatakan hal buruk pada pemuda itu. Hanya saja, dia sudah lelah dengan semua ini. Jadi, dia memuntahkan semua hal yang mengganggunya beberapa minggu belakangan. Tuduhan tidak masuk akal, intimidasi, hingga penyerangan itu membuatnya kehilangan kesabaran.

"Kalau memang aku berniat nyerang Inez, kenapa kejadiannya di kamarku? Bukankah seharusnya kejadian naas itu di kamar Inez biar narasinya cocok sama tuduhanmu itu?" tukas Skyla tanpa memberikan kesempatan Nathan untuk bicara.

"Tapi, kamu bisa memprovokasi dia via telepon atau chat."

"Tunjukkan buktinya kalau memang ada! Kalau tidak punya bukti, maka lebih baik kamu diam, Nathan Johnson!"

Wajah Nathan merah padam. Tangannya juga mengepal. Sepertinya pemuda itu benar-benar menahan amarahnya sekarang.

"Aku akan bawa bukti."

"Oke, lakukan!"

"Tapi, bukannya kamu tetap harus tanggung jawab meski itu kecelakaan."

"Tanggung jawab apalagi? Ganti kaki Inez pakai kakiku? Itu gak mungkin, kan?" tukas Skyla sengit. "Mending kamu temenin kekasihmu itu terapi biar bisa jalan ketimbang kamu mengoceh di sini!"

Skyla berkacak pinggang kemudian berbalik. Dia kemudian menuruni anak tangga dan meninggalkan Nathan. Namun, suara langkah kaki di belakangnya terdengar lebih cepat.

"Sky!"

"Apalagi?" tanya Skyla tanpa menoleh.

"Aku berubah pikiran."

"Terserah."

"Kamu enggak perlu ganti kaki Inez pakai kakimu, tapi kamu harus punya empati, bukan?"

"Apa maksud—"

Skyla belum sempat menyelesaikan kata-katanya. Saat dia menoleh untuk bertanya, Nathan susah mengulurkan tangan terlebih dahulu.

"Keterlaluan itu batasnya, Skyla!" ucap Nathan sambil mendorong tubuh Skyla.

Dorongan Nathan membuat Skyla kehilangan keseimbangan. Napasnya tercekat sementara kakinya mulai kehilangan pijakan. Dia akan jatuh sebentar lagi.




Note:

1. First draft jadi masih typo dan banyak salahnya

2. Selamat membaca dan semoga suka ^^

My Boyfriend For TodayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang