Kenneth-Doll Dating (3)

1.1K 169 13
                                    

"Terakhir kita ngapain, ya?"

Suara Kenneth membuyarkan lamunan Skyla. Sejak tadi dia larut dalam pikirannya sendiri setelah pemuda itu mengatakan banyak hal yang membuatnya mempertanyakan keputusannya selama ini.

"Terakhir?" tanya Skyla nyaris menyesal. Rasanya dia tidak ingin waktu segera berakhir.

"Iya, sudah sore. Kita harus segera pulang."

"Ah, iya, pulang," ucap Skyla membeo.

Kenneth pasti punya rumah untuk pulang, berbeda dengan dirinya. Gadis itu menatap ke langit, matahari mulai mengintip dari arah barat. Skyla mendesah, waktu semakin sempit saja dan entah kenapa hari ini rasanya cepat sekali berlalu. Namun, sepertinya Kenneth sama sekali tidak menyadari hal itu. Ya, mungkin hari yang menyenangkan buat Skyla hanya jadi hari yang biasa saja untuk pemuda itu. Semacam hari-hari yang dilalui Kenneth secerah dan sebahagia ini. Buktinya Skyla sedih, akan tetapi Ken masih sesenang tadi pagi. Pemuda itu terus bergerak lincah ke sana kemari. Seolah energinya tidak pernah habis untuk terus memompa tubuhnya.

Desahan keluar dari mulut Skyla. Beberapa hari lalu dia selalu berharap kalau waktu akan berjalan cepat. Namun, dia lebih banyak malah waktu tidak akan menggubrisnya dan melewatkannya di dalam relung-relung kehidupan. Dia hanya berharap ditinggalkan karena memang kehidupan tidak pernah adil padanya. Kali pertama dalam kehidupannya berharap waktu memanjang saat dia melewatkannya bersama Nathan dan hari ini, untuk yang kedua kali. Karena ini pertama kalinya dia tertawa lepas tanpa beban. Hal yang bahkan tidak pernah dilakukannya bahkan saat bersama Nathan. Ironisnya, hari ini mendadak semua berjalan begitu cepat sampai beberapa jam rasanya hanya terasa beberapa menit saja.

"Kamu sedih kalau kita harus pulang?" Kenneth lagi-lagi memecah keheningan seolah-olah bisa membaca pikiran Skyla.

"Kita memang harus pulang, kan?" sahut Skyla menghindar. Dia tidak ingin menjawab dengan jujur kalau dia ingin lebih lama bersama pemuda itu mengingat mereka baru bertemu hari ini. Namun, dia juga tidak ingin berbohong dengan bilang jika ingin segera pulang.

"Kamu memang harus pulang, aku juga, Sky. Kita masih bisa bertemu kapan-kapan." Pemuda itu tersenyum lalu menepuk kepala Skyla.

Andai ada kapan-kapan, hari ini akan berakhir dan entah kapan atau bagaimana kita akan bertemu lagi. Lagi pula, rasanya tidak mungkin Kenneth akan mau bertemu dengan gadis suram sepertinya. Namun, kata-kata itu tidak sampai terlepas dari bibirnya, Skyla sudah menelan ludah untuk menahannya. Rasanya akan aneh kalau dia sampai mengucapkan kata-kata itu mengingat dalam ingatan Kenneth tentang dirinya adalah pacarnya yang kebetulan memiliki nama yang sama dengan dirinya. Bukan Skyla ini, akan tetapi Skyla yang lain.

"Oke deh, biar kamu enggak sedih lagi, gimana kalau main itu?" Jari telunjuk Kenneth menunjuk mesin crane yang bertengger di depan salah satu toko mainan, tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.

"Memangnya kamu bisa?" Tawa pelan meletus dari mulut Skyla.

"Bisa dong, aku sudah sering latiha." Pemuda itu lalu berlari riang ke arah mesin dan menaruh tas belanjaannya di atas permukaan trotoar. "Kamu pilih yang kamu suka, aku akan ambilkan!"

"Duh, sombong!"

"Aku serius!" Kenneth tertawa lebar penuh percaya diri.

"Yang kuning itu saja!"

Skyla menunjuk salah satu boneka besar berwarna kuning yang tepat berada di tengah tumpukan dengan asumsi kalau ada di tengah akan lebih mudah untuk diambil. Dengan begitu, akan meminimalisir kemungkinan kegagalan. Dia tidak perlu merusak harga diri Kenneth dengan meminta boneka yang sulit diambil. Mengingat fakta kalau mengambil boneka dengan capit pada mesin crane itu sangat sulit, bahkan nyaris mustahil. Ya, ya, Nathan biasanya juga enggak bisa mendapatkan satu boneka pun meski lusinan kali mencoba.

"Dapat!" Seketika Ken berseru hingga membuat Skyla tersentak.

"Yang benar?" tanya tidak percaya sambil bergerak mendekat untuk memastikan.

Awalnya dia pikir kalau Kenneth akan sangat kesulitan untuk mendapatkan boneka dari mesin itu, tetapi ternyata pemuda itu memang mendapatkan boneka itu dengan sekali percobaan.

"Kubilang juga apa, aku pasti dapat," katanya percaya diri.

"Kamu benar, maaf udah meragukanmu, Ken." Skyla tersenyum.

Baru hari ini dia mengenal Kenneth, akan tetapi pemuda itu selalu jujur dan berterus-terang serta percaya pada dirinya sendiri. He live up his word's, benar-benar berbeda dengannya.

"Sesuai janji, ini untukmu!" Ken menyodorkan boneka bebek kuning pada Skyla.

"Serius?"

"Ya. Sebagai rasa terima kasih karena membuatku bahagia. Meski aku enggak bisa menebus hal enggak bahagia dalam hidupmu, tapi kuharap kamu enggak sedih hari ini."

"Aku enggak sedih kok, terima kasih," ucapnya sambil menerima boneka yang disodorkan Kenneth padanya.

"Satu lagi, setelah hari ini buatlah dirimu bahagia, Sky!"

"Aku juga ingin, Ken," ucapnya jujur. Dia mulai menunduk dan memerhatikan paruh bebek yang berwarna oranye itu.

"Karena kamu terlalu lama bersedih?"

Skyla tersenyum getir. "Mungkin, aku sudah lupa rasanya bahagia."

"Jika masa kecilmu menyebalkan maka lupakan saja. Anggap saja hari ini kita sedang membentuk kenangan masa kecil kita bersama, kamu dan aku."

"Maksudnya?"

"Aku ingin kamu melupakan masa lalumu lalu mengingat hari ini sebagai masa kecilmu, maka kamu akan bahagia. Seperti yang kubilang kalau kebahagiaan itu bisa kamu buat sendiri, tapi karena kamu belum bisa melakukannya maka anggaplah kalau aku meracik satu kebahagiaan untukmu. Kebahagiaan yang kuhadiahkan hanya untukmu agar kamu enggak akan sedih lagi, bagaimana? Kamu mau kan untuk mengingatnya?"

Rasanya hangat. Kata-kata pemuda itu tidak sedingin orang lain padanya. Skyla menunduk dan memainkan sepatunya ketika matanya mulai perih. Dia mungkin akan menangis sekarang juga. Namun, dia berusaha agar tidak menangis di depan Kenneth dengan menggigit bibirnya keras-keras. Boneka di tangannya terjatuh kala Kenneth menariknya dalam pelukan. Jemari pemuda itu menepuk kepalanya.

"Menangis itu tidak melanggar hukum, Sky!"

Seketika tangisan Skyla pecah dan dia membenamkan wajahnya lebih dalam ke permukaan kaos yang membungkus tubuh Kenneth. Pemuda itu melingkarkan satu lengannya di punggung Skyla sementara tangan yang lain mengusap pelan kepala gadis itu.

"Apa kamu bahagia?" tanya Skyla di sela isak tangis.

"Tentu, membuatmu bahagia itu kebahagiaanku. Karena seperti yang kubilang, aku bahagia karena ada dirimu dan hanya untukmu."

"Terima kasih," ucap Skyla pelan.

Kata-kata itu mungkin untuk Skyla yang lain, akan tetapi hari ini Skyla berharap kalau dirinya bisa serakah untuk mengakui kalau kata-kata yang dilontarkan oleh pemuda itu memang tertuju padanya. Skyla lalu menarik tubuh dan melonggarkan pelukan.

"Apa kamu sudah merasa lebih baik?" tanya Kenneth sambil mengusap air matadi pipi Skyla.

"Kamu membuatku merasa lebih baik."

"Aku yang berterima kasih kamu sudah datang hari ini, Skyla."

"Aku juga."

"Nah, waktuku ternyata habis. Mungkin sekarang saatnya aku pergi, maaf enggak bisa nganterin kamu."

"Eh? Maksudnya waktunya habis itu apa?"

"Artinya aku harus pulang, kamu juga," ucap Kenneth sambil meraih boneka bebek kuning itu dan menaruhnya di tangan Skyla.

Setelah menyerahkan boneka, Kenneth bergerak mundur. Bibir pemuda itu masih menorehkan senyuman tersenyum di sana, tetapi pelan-pelan wajah itu memudar. Tubuh Skyla rasanya seperti terpaku di atas trotoar kala badan pemuda itu semakin transparan.

"Jangan lupakan aku ya, Sky!"

Mulut Skyla masih menganga kala Kenneth benar-benar menghilang seolah-olah tidak pernah ada di tempat ini sama sekali. Rasanya benar-benar seperti mimpi. Namun, saat Skyla menunduk dan menemukan boneka bebek yang tadi diberikan Kenneth masih ada di tangannya. Semua ini bukan mimpi. Kenneth benar-benar ada hari ini.

My Boyfriend For TodayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang