A Jar of Sincerity (2)

335 48 3
                                    


Skyla dan Gemma duduk di sebuah meja pojok yang nyaman, tangan mereka melingkari cangkir teh yang mengepul, aroma harum memenuhi udara. Skyla dengan hati-hati memegang cangkir tehnya, merasakan panasnya yang lembut meresap ke ujung-ujung jarinya. Dia menyesapnya, menikmati pelukan cairan yang menenangkan saat cairan itu mengalir ke tenggorokannya.

Setelah meminum teh, dia mengembalikan cangkir teh ke tatakan. Dia kemudian menelusurkan jari-jarinya di sepanjang pinggiran cangkirnya, merenungkan kata-kata yang diucapkan perempuan itu sambil menyeruput tehnya. Dia sedang mencoba menemukan cara yang tepat untuk membuka diri kepada Gemma. Anehnya, dia selalu menemukan penghiburan dalam percakapan mereka. Lalu hari ini, dia mengetahui bahwa Gemma benar-benar peduli padanya.

"Anda tahu, Gemma," Skyla memulai, suaranya nyaris tak terdengar, goyah dan pernuh keraguan. "Aku selalu merasa seperti orang yang terbuang di keluargaku."

Gemma mencondongkan tubuhnya ke depan dengan senyum ramah. "Jadi, Skyla," katanya dengan lembut. "Kalau kamu mau, coba ceritakan lebih banyak tentang dirimu dan keluargamu. Kamu tidak perlu takut, aku ada di sini untukmu."

Skyla menghela napas panjang, tatapannya menerawang ke kejauhan. Dia kemudian menunduk dan menatap tepain cangkir. "Keluargaku tidak seperti yang Anda sebut sebagai dongeng. Ayahku lebih memilih istri barunya dan putri tirinya daripada aku. Mereka menjadi prioritasnya, sementara aku menghilang di latar belakang, aku tidak terlihat."

Saat Skyla melirik setelah menyelesaikan kata-katanya, Gemma tersenyum lembut seolah mempersilakan Skyla untuk melanjutkan ceritanya. Senyuman yang memupus keraguan di hatinya.

"Aku selalu jadi pelampiasan emosi kalau mereka marah. Mereka tahu kalau aku menginginkan kasih sayang, tapi mereka mempermainkanku gara-gara itu. Bahkan pacar yang kupikir mencintaiku ternyata bersekongkol dengan saudari tiriku untuk membuatku sakit hati."

"Astaga! Jahat sekali. Lalu ibumu?" kata Gemma menimpali.

"Ibuku sudah menemukan pacar baru yang menyita seluruh waktu dan perhatiannya. Mereka juga akan punya anak. Jadi, katanya aku seharusnya tidak mengganggu dunia yang mereka buat." Skyla menunduk dan meneguk ludah. "Seharusnya aku tidak pernah ada, katanya begitu."

Gemma mengangguk, matanya dipenuhi empati. "Kedengarannya sangat sulit, Skyla. Aku hanya bisa membayangkan betapa sulitnya hal itu bagimu."

Suara Skyla sedikit bergetar, jemarinya juga bergerak gugup di permukaan cangkir. Ini pertama kalinya dia membuka diri pada orang lain dan menceritakan semuanya tanpa dihakimi. "Aku merasa hidupku tidak ada artinya. Aku tak lebih dari orang buangan. Sikap dan kata-kata mereka membuatku merasa kalau aku tidak pantas berada di mana pun, bersama siapa pun atau bahkan aku tidak seharusnya ada."

"Ya, Tuhan, Sayang. Jangan berpikir seperti itu. Kamu pantas berada di mana pun. Bahkan kalau seluruh dunia menolakmu, kamu bisa datang ke sini. Aku akan menyambutmu dengan pelukan, karena hanya itu yang perempuan tua ini bisa tawarkan."

Kata-kata Gemma barusan membuat matanya yang sudah memanas kini mulai berair. Skyla buru-buru menghapus air mata. "Maaf, Gemma."

"Tidak apa-apa, Sayang. Menangislah!" Gemma kemudian mengulurkan tisu.

Skyla buru-buru mengusap air mata dan hidungnya. "Aku tidak ingin menangis, aku sudah lelah menangis, tapi aku tidak tahu kenapa air mata ini terus jatuh saat Anda bilang akan memelukku."

"Tidak apa-apa. Menangis itu salah satu cara untuk menyembuhkan hati. Kamu tidak harus selalu berpura-pura kuat."

Skyla mengangguk. "Aku tahu. Hanya saja ini sangat sulit."

My Boyfriend For TodayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang