A Glimpse of the Shadow (2)

376 41 5
                                    

Matanya perlahan terbuka. Skyla menemukan langit-langit yang asing. Skyla mengerjap saat mendadak merasakan nyeri di berbagai bagian tubuhnya. Saat ingatannya kembali, ketegangan dan kepanikan saat di taman bermain menghantamnya.

"Kenapa?"

"Iya, kenapa?"

Suara itu membuat Skyla menoleh. Matanya membulat ketika menemukan sosok di sampingnya. Ternyata ibunya kini ada di sampingnya.

"Ibu?" gumam Skyla lemah, mencoba untuk berkata-kata.

Bukan menjawab, ibunya memandangnya dengan tatapan marah. Perempuan itu mengembuskan napas kemudian merapatkan kardigan yang membalut tubuhnya. "Apalagi yang kamu lakukan sekarang? Kamu cari perhatian ke siapa lagi, hah?"

"Apa maksud Ibu?" tanya Skyla sambil berusaha bangun dan duduk. Kepalanya masih pusing, tetapi dia berusaha bertahan.

"Tidak usah pura-pura polos deh, Sky. Aku sudah dengar kalau kamu terjun dari jembatan dan dijemput ayahmu. Sekarang kamu pingsan di taman bermain dan pihak rumah sakit menelepon Ibu. Dokter hanya bilang kalau kamu kelelahan, tapi Ibu harus datang ke sini. Kalau bukan cari perhatian apa namanya?"

Jadi, sekarang dia di rumah sakit?

Skyla menggigit bibirnya kuat-kuat karena dadanya mulai sesak. Seharusnya dia sudah terbiasa dibuang. Seharusnya dia juga sudah terbiasa dengan pelakuan semacam ini. Seharusnya lagi, dia sudah terbiasa untuk mendapatkan tuduhan yang tidak benar. Namun, ternyata dia belum terbiasa. Hatinya masih sakit. Ternyata manusia memang tidak pernah kebal dengan rasa sakit.

"Maaf, Bu," ucapnya pelan. "Aku tidak bermaksud untuk..."

"Untuk apa? Untuk membuat kesalahan yang sama lagi setelah sekian lama? Kenapa tiba-tiba ke taman bermain segala?!"

"Apa maksud Ibu? Apa masalahnya kalau aku ke taman bermain?"

Perempuan itu mengembuskan napas berat kemudian mengusap perutnya. Ada gurat kesedihan di wajahnya. Hal yang tidak pernah Skyla lihat selama beberapa waktu belakangan.

"Menyebalkan ya, orang yang paling melakukan kesalahan dan membuat orang lain menderita malah tidak ingat sama sekali," kata ibunya dengan nada mencemooh bercampur kesal.

Meski ada cemoohan di ucapan ibunya, tetapi tidak ada penghakiman di sana. Hal yang Skyla dengar dari bibir ibunya hanya keluhan dan rasa jenuh yang tidak terkatakan. Walaupun Skyla kembali merasakan nyeri di dadanya dan sama sekali tidak mengerti dengan hal yang diucapkan ibunya, dia memilih untuk tidak membantah. Dibandingkan membantah, dia lebih mendapatkan jawaban.

"Setidaknya bilang padaku, Bu! Apa salahku? Setidaknya aku bisa tahu kenapa kalian semua menganggapku seperti lintah yang tidak layak hidup," ucap Skyla sambil menunduk. Jemarinya meremas permukaan selimut dan berusaha keras menahan getaran di sudut bibirnya.

"Oke, aku akan bilang biar kamu tahu. Biar kamu juga enggak terus-terusan merasa jadi korban," kata perempuan itu.

"Iya. Tapi, kita keluar saja, Bu. Aku takut ganggu pasien yang lain kalau kita terus bicara,"kata Skyla sambil menoleh ke sekeliling.

Mungkin karena sudah malam, sekeliling tempat itu cukup sepi. Namun, Skyla tidak ingin menganggu pasien lain dengan suara-suara berisik. Apalagi obrolan dengan ibunya bisa berakhir dengan pertengkaran.

Ketika perempuan itu mengangguk, Skyla meraih ponsel dan menaruhnya ke dalam saku lalu bergerak turun dari brankar. Dia juga membawa tiang infus bersamanya karena jarumnya masih masih menancap di lengan. Ibunya sama sekali tidak membantunya, bukan hal yang baru dan Skyla tidak ingin menyuarakan protes lalu berakhir dibilang cari perhatian.

My Boyfriend For TodayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang