Sanctimoniousness

498 67 3
                                    


Skyla bukannya tidak memperkirakan kedatangan ayahnya atau Marlene ke rumahnya. Atau Nathan yang mungkin masih belum selesai di urusan 'mengganggu hidup mantan pacar yang sudah ditipu dan dicampakkan'. Dia tahu kalau berurusan dengan Ines maka dia harus berhadapan dengan pembela-pembelanya yang membabi buta. Meski dia tidak melakukan kesalahan atau hanya melakukan suatu hal yang tidak siginifikan, asal Ines tidak menyukainya maka dia akan terkena masalah.

Soal kemarin pun sama. Dia tidak merasa kalau tindakannya benar. Akan tetapi, Skyla juga tidak merasa kalau dirinya sepenuhnya salah. Dia memang ingin menjenguk Ines dan mencari tahu soal kabar gadis itu. Namun, dia juga tidak sepenuhnya tulus soal tujuannya. Selain ingin melihat Ines, dia juga ingin menuntaskan semua beban pikirannya.

Ines benar soal dia datang demi kepentingannya sendiri. Hanya saja, dia juga salah karena terbawa emosi. Meski hal yang dia katakan adalah kejujuran dari hatinya, tetapi seharusnya tidak dikatakan di depan gadis itu. Walau bagaimana pun, Ines seorang pasien. Dia seharusnya bisa menahan diri dan tidak terbawa emosi.

Masalahnya, dia juga tidak menyalahkan dirinya terlalu jauh. Dia bahkan belum genap dua puluh tahun dan semua hal buruk sudah terjadi padanya. Semua orang sudah menyalahkannya untuk semua hal—bahkan yang tidak dia lakukan sekalipun—jadi tidak adil kalau dia juga menyalahkan dirinya sendiri. Skyla Saunders yang selalu disalahkan tetap perlu dibela meski pembelanya hanya dirinya sendiri.

"Masuklah!" katanya sambil menggeser dirinya ke samping pintu. Saat pria itu terlihat ragu dan tidak menyambut ajakannya, Skyla memiringkan kepala dan mencoba mengulaskan senyuman tipis. "Kita tidak bisa bicara di koridor, kan? Nanti ganggu tetangga."

Pria itu awalnya ragu-ragu untuk menerima ajakan Skyla, tetapi akhirnya mengangguk. Skyla sendiri mempersilakan ayahnya untuk duduk, sementara dia sendiri pergi ke dapur untuk membuat kopi. Sambil menunggu air di teko mendidih, dia mencuci muka dan menggosok gigi. Setelahnya, dia menyajikan kopi yang masih mengepul, untuknya dan ayahnya.

"Jadi, ada urusan apa sampai Ayah datang ke sini pagi-pagi sekali?" tanya Skyla sambil melirik jam dinding. Baru pukul tujuh pagi dan ayahnya sudah sampai di sini.

"Soal Ines?" tanyanya menambahkan saat pria itu tidak kunjung memberikan jawaban.

"Ayah sudah pernah bilang kan, Sky. Jangan bikin masalah," kata pria itu tanpa basa-basi.

Skyla tersenyum samar. "Masalah apa yang Ayah maksud? Kurasa menjenguk saudara yang sakit itu sama sekali bukan masalah. Itu juga tidak melanggar hukum."

Ayahnya yang semula hendak menyesap kopi kini mendongak. Keningnya berkerut sementara ekspresi bingung terpancar di wajahnya. Mungkin pria ini tidak mengira kalau akan mendapatkan jawaban yang penuh percaya diri dari putri kandungnya.

Ya, Skyla juga tahu soal itu. Biasanya dia akan bicara dengan suara terbata-bata dan jari meremas-remas paha. Bibirnya juga akan gemetar hebat saat harus menjelaskan sesuatu karena takut disalahkan. Namun, dia cukup tenang hari ini.

"Well, menjenguk memang tidak melanggar hukum. Tapi, mengintimidasi dan mengancam itu jelas bukan hal yang benar."

"Memangnya aku mengintimidasi Ines? Ayah dengar sendiri?" Skyla tersenyum lagi saat pria itu lagi-lagi terlihat bingung. "Atau semua itu hanya kata-kata Ines saja?"

Ayahnya berdeham pelan. "Kata-kata pasien bisa dipercaya."

"Oh, kata-kata pasien." Skyla memiringkan kepala dan menatap pria itu lekat-lekat. "Kalau begitu, kenapa Ayah tidak mencoba mendengarkan aku saat aku masuk rumah sakit setelah jatuh dari jembatan? Bukankah saat itu aku juga pasien, tapi kenapa Ayah tidak percaya dan malah memintaku tidak membuat masalah?"

My Boyfriend For TodayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang