44. Intimacy Test

15.8K 1.8K 526
                                    

______________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

______________

"Jihan Sayang, ayo turun. Makan siangnya sudah aku siapkan."

Suara Jungkook yang datang setelah membuka pintu kamar itu menyadarkan Jihan dari kegiatannya menata barang di kamar. Gadis itu tersenyum, "Sebentar, tinggal satu kotak lagi yang harus Jihan rapikan."

Lengkungan di sudut bibir Jungkook terpatri mendengar itu, ia menghampiri Jihan yang nampak sibuk di kamarnya menaruh barang bawaan gadis itu dari rumah.

Ini sudah tiga bulan pasca Jihan mengalami keguguran, dan tinggal menghitung hari Jihan dan Jungkook akan melangsungkan pernikahannya. Sebab itu Jihan kelihatan sibuk menata kamar, semua barangnya ia bawa ke rumah Jungkook karena setelah sah mereka akan terus tinggal bersama.

Jangan bilang selama tiga bulan ini Jungkook tidak stres menghadapi emosi batin yang dirasakan Jihan selama kehilangan calon bayinya. Hampir setiap malam selama minggu pertama sampai kedua Jihan selalu menangis, tidak pernah berhenti menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian itu.

Tiap kali ia melihat atau mungkin mendengar hal yang berhubungan dengan kehamilan dan anak, ia akan sedih. Itu benar-benar menjadi tantangan yang membuat Jungkook ikut frustrasi. Namun ia sabar, wanita memang lebih banyak menggunakan perasaan.

Belum tentu juga Jungkook tidak merasakan hal yang sama seperti yang Jihan rasakan. Waktu itu Jungkook pernah menangis di kamar mandi sendirian lantaran tidak tahan melihat kekasihnya jadi depresi seperti ini. Ia merasa gagal, merasa tak becus dan bersalah atas apa yang Jihan dapatkan.

Beberapa bulan setelah itu, Jihan sudah mulai merasa lebih baik pun pendarahannya juga sudah selesai. Jungkook benar-benar serius merawat Jihan dalam masa pemulihan itu. Melimpahkan banyak kasih sayang tak ada henti, dan selama itu juga Jungkook menemani Jihan di rumah.

Saat ini, Jungkook sudah memiliki jaminan memiliki pekerjaan. Setelah ia menikah nanti, ia akan bekerja di perusahaan startup ayahnya. Ayahnya di perusahaan itu menjadi seorang product manager atau bisa dibilang CEO mini. Itu semua atas permintaan Jungkook—bahkan sampai memohon-mohon beralasan demi kelangsungan hidup rumah tangganya kelak—akhirnya sang ayah memberi jalan agar anaknya dapat kesempatan bekerja menjadi staf di bagian administrasi. Walau bukan dalam bidangnya, sebisa mungkin Jungkook akan belajar.

Setidaknya kalau ia sudah bekerja dan menghasilkan uang bulanan, itu bisa menghidupi kebutuhan pokoknya bersama Jihan. Belum lagi nanti, jika ia punya momongan. Pengeluarannya jadi lebih banyak.

"Hentikan dulu berbenahnya." Jungkook duduk di sisi ranjang, tepat berada di atas Jihan yang tengah bersila di atas karpet sedang merapikan isi lemari pakaian. "Nanti aku bantu."

Jihan masih asyik, walau tadi ia sempat mengangguk untuk menuruti titah Jungkook. Melihat itu, Jungkook tersenyum. Tidak apa bila Jihan nampak menyibukkan diri seperti ini daripada harus murung seperti bulan lalu, itu malah Jungkook yang ikutan pusing melihatnya. Cerianya sudah mulai muncul, cerewet dan rewelnya kembali seperti semula lagi.

Sport ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang