01. First Favor

54.6K 4.1K 849
                                    

___________

Terkadang, Jihan tidak suka ketika bel terakhir pertanda pulang sudah berbunyi. Itu artinya, ia pasti pulangnya berdesak-desakan. Jihan tidak suka tempat sesak omong-omong. Apalagi kalau sudah sampai di depan gerbang sekolah, entah kenapa teman-temannya malah senang pulangnya beramai-ramai, katanya agar dapat sentuh-sentuhan dengan yang lain ketika berdesakan seperti itu.

Pokoknya hari ini, dirinya harus pulang dengan cepat. Hari ini kakaknya akan mengunjungi kost sederhananya, katanya ingin memberikan uang bulanan untuk Jihan.

Keadaan ekonomi Jihan dari dulu memang seperti ini, sangat berketergantungan dengan sang kakak—Kim Namjoon yang berprofesi sebagai pegawai kantor, mereka jarang bertemu dikarenakan Namjoon yang kadang pergi ke luar kota. Apalagi kakaknya itu sudah berkeluarga dan punya tanggungan.

Jihan sebenarnya sudah ditawar agar ikut tinggal di rumah Namjoon dan keluarga. Tapi dirinya merasa tidak enak, rumah itu bukan milik Namjoon sepenuhnya. Itu milik iparnya, terlebih keluarga kakak iparnya itu juga ikut tinggal di rumah Namjoon.

Maka dari itu, Jihan memilih untuk pisah saja. Meski sudah ditinggal oleh orang tuanya, setidaknya Jihan bisa melanjutkan sekolahnya sampai sekarang berkat adanya sang kakak. Kalau Namjoon tidak ada dan melupakannya, sudah dipastikan Jihan mengemis di jalanan.

Jika memilih bekerja paruh waktu, Namjoon memang melarangnya. Saat ini, kakaknya itu masih bisa menanggungnya jadi Jihan tidak perlu susah-susah bekerja. Cukup belajar dan rajin sekolah saja, Namjoon sudah senang. Lagipula, Jihan itu orangnya juga agak pemalas.

Sambil berjalan pelan menuju halte, Jihan lebih dulu mampir ke minimarket membeli ramen dan segala keperluannya yang habis, Namjoon hari ini datang memberinya uang bulanan, jadi Jihan berniat membeli keperluan primernya dari sisa uang bulan lalu.

Setelah selesai berbelanja, barulah ia pergi ke halte. Di sana juga ada banyak teman-teman sekolahnya ikut menunggu bus datang, mereka semua tengah membicarakan hal yang menjadi topik hangat di sekolah hari ini.

"Kalian sudah lihat guru pindahan itu? Tampan sekali, serius."

Telinga Jihan langsung ikutan berfungsi ketika mendengar teman-temannya membicarakan tentang guru baru itu.

"Iya, orangnya kelihatan baik. Kau lihat tidak tangannya yang kekar itu? Uh, bayangkan kalau dirinya mengajari kita olahraga."

"Aku bersumpah, tidak akan membolos pelajaran olahraga kalau yang mengajariku adalah Jeon-Ssaem."

Sebenarnya, Jihan dulu begitu enggan mendengar teman-temannya berkumpul membicarakan hal yang bersangkutan dengan olahraga. Tapi sekarang entah kenapa ia malah ingin tahu.

"Jihan,"

Perempuan yang dipanggil itu menoleh ke arah temannya, "Ya?"

"Kau kan, benci dengan olahraga ya, jangan sekali-sekali menambahkan Jeon-Ssaem kita ke daftar guru menyebalkan. Awas saja, Jeon-Ssaem itu baik."

Sempat mendesis sebagai jawaban, ya itu terserah Jihan ingin melakukan apa, kan? Kenapa harus diatur-atur orang lain. Suka-suka dirinya kalau nanti ia menambahkan guru baru itu ke daftar guru menyebalkan.

Tapi ia sempat berpikir juga, sepertinya Jeon-Ssaem tidak akan ia masukkan ke daftar itu tahun ini. Alasannya ... ya Jihan tidak tahu.

***


"Pekan olahraga tahunan untuk memperingati hari jadi sekolah yang ke-32," Sera memicingkan matanya membaca setiap rentetan tulisan di papan pengumuman. "Wah, aku rasa acara ini akan jadi acara yang dinanti semua orang."

Sport ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang