KATMTI - 35. Saling Terluka

304 15 20
                                    

Selamat membaca dan semoga bermanfaat 🙏❤️

“Kamu adalah cinta pertama, sekaligus patah hati paling indah dalam hidup saya.”

-Kahfi Rahman Firdausy-

Ketika Allah Tak Merestui Temu Itu

Flashback on.

“Maaf. Saya menolak kamu, Kahfi.”

“Boleh saya tahu alasannya?” tanya Kahfi sembari menoleh ke arah Syanum.

Wanita itu mendongak sembari menatap ke atas kemudian menoleh ke arah Kahfi yang menunggu jawaban darinya.

“Maaf. Saya tidak memiliki perasaan yang sama dengan kamu,” jawab Syanum susah payah menahan air matanya.

Flashback off.

Setelah mendengar jawaban Syanum tadi seolah hati Kahfi perlahan retak kemudian hancur, kini hanya menyisakan segala kenangan dan harapan bersama Syanum. Jawaban wanita itu terus terngiang di telinganya seolah tidak mau pergi.

Selesai salat Maghrib berjamaah di masjid lalu Kahfi merebahkan tubuhnya di atas kasur, pertemuan tadi sore masih membekas dalam ingatannya. Pertemuan sekaligus penolakan. Kahfi tidak bisa memaksa sehingga inilah akhir kisah ta’arufnya dengan Syanum.

“Ya Rabb, bantu hamba untuk menghapus rasa ini. Ya Allah, jika memang dia bukan jodoh hamba, semoga Engkau menggantinya dengan yang lebih baik,” lirih Kahfi sembari mengubah posisinya menjadi duduk.

Kahfi sudah mencoba untuk melupakan wanita itu, namun mengapa rasanya sesak sekali? Dia sudah berusaha mengubur dalam-dalam perasannya kepada Syanum, tetapi ingatannya tentang wanita itu justru kembali muncul.

“Ya Allah, mengapa rasanya sulit sekali untuk melupakan? Sebegitu sempurnakah dia di mata hamba? Bismillah Ya Allah hamba ikhlas jika memang bukan dia yang menjadi penyempurna ibadah,” lirih laki-laki itu sambil menunduk.

Syanum adalah wanita ketiga yang dia cintai. Pertama adalah umi, kedua eyang, dan ketiga adalah Syanum. Kahfi juga tidak tahu mengapa rasa itu jatuh kepada wanita bernama Syanum. Laki-laki itu mendongak, namun tiba-tiba sepasang mata menatapnya lekat.

“Eyang?” Kahfi berdiri kemudian mendekati Eyang yang sudah berdiri di pintu.

“Oleh Eyang mlebu, Le?” tanya Eyang putri membuat sang cucu mengangguk. Terjemahan – “Boleh Eyang masuk, Nak?”

Angsal, Eyang,” jawab Kahfi sembari menuntun wanita paruh baya itu duduk di tepi ranjang.
Terjemahan – “Boleh Eyang.

“Wes gedhe saiki kowe, Le,” kata Eyang putri sambil mengusap pundak Kahfi. Terjemahan – “Sudah besar sekarang kamu, Nak.”

“Eyang ket mau ngrungokake omonganmu, Le. Opo kowe lagi patah hati?” tanya Eyang putri membuat Kahfi menundukkan wajahnya.
Terjemahan – “Eyang dari tadi mendengarkan ucapanmu, Nak. Apa kamu sedang patah hati?”

“Syanum nolak Kahfi, Eyang.”

Jawaban itu seketika keluar dari mulut Kahfi membuat Eyang putri mengangguk paham, wanita paruh baya itu mengusap punggung tangan Kahfi sembari tersenyum tulus. Eyang putri mengerti sekali perasaan cucunya itu.

“Kowe uwis takon alesane, Le?” tanya Eyang putri membuat Kahfi mengangguk.
Terjemahan – “Kamu sudah tanya alasannya, Nak?”

Sampun, Eyang. Ngendhikane Syanum, Syanum mboten kagungan perasaan ingkang sami kalih Kahfi,” balas Kahfi sambil tersenyum tipis.
Terjemahan – “Sudah, Eyang. Katanya Syanum, Syanum tidak punya perasaan yang sama dengan Kahfi.”

Ketika Allah Tak Merestui Temu Itu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang