“Terima kasih atas cinta dan perjuanganmu dalam menemaniku. Tetaplah berada di sisiku, tepat di sampingku.”
-Muhammad Hazm Zainal Ali-
Yogyakarta, dua tahun kemudian
“Dokter Syanum!”
Suara perawat di lorong rumah sakit membuat Syanum menghentikan langkahnya lalu menoleh, ternyata Ners Bella. Pakaian berwarna cokelat muda terbalut dengan jas putih membuat Syanum tampak anggun dengan perawakannya yang begitu tenang.
“Iya, Ners? Ada apa?”
“Mau makan siang, Dok?” tanyanya sembari berjalan di samping Syanum.
Wanita yang berprofesi dokter umum itu mengangguk sambil tersenyum. “Mau ikut?”
Ners Bella menggeleng pelan sambil terkekeh. “Takut jadi nyamuk nanti kalau saya ikut, Dok.”
Sejak sumpah dokter dua tahun lalu akhirnya malam itu juga Dokter Hazm melamar Syanum dengan datang ke tempat penginapan yang disewa oleh keluarga Syanum untuk menghadiri acara sumpah dokter putri mereka.
Lamaran laki-laki itu diterima oleh Syanum dan dua bulan kemudian keduanya melangsungkan akad. Kini sudah berjalan dua tahun pernikahan mereka, sekarang hari-hari Syanum tidak hanya tentang dirinya saja, tetapi juga ada laki-laki yang merupakan teman hidup di dunia maupun di akhirat nanti.
Bagi Syanum, Dokter Hazm adalah sosok laki-laki shalih, taat, dan selalu memuliakan dirinya sebagai istri.
“Saya permisi dulu, Dokter. Assalamualaikum!” ucapnya setengah teriak dan berlari.
“Waalaikumsalam,” jawab Syanum sedikit bingung.
Syanum jadi teringat momen ketika laki-laki bernama Dokter Hazm itu mengucap kabul atas namanya. Hari Jum’at setelah asar menjadi saksi bahwa laki-laki itu berjanji kepada Allah untuk menjadikan dirinya seorang istri.
Selain itu, juga kebahagiaan bagi Syanum dan Dokter Hazm karena bisa menikah di hari Jum'at yang penuh dengan kemuliaan.
“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Muhammad Hazm Zainal Ali bin Almarhum Ahmad Zainal Muttaqin dengan putri saya yang bernama Syanum Mutiara Mushaf dengan mas kawin berupa seperangkat alat salat dan berupa emas lima puluh gram dibayar tunai.”
Laki-laki di samping Syanum itu menarik napasnya panjang kemudian mengucapkan kabul dengan sekali embusan napas, “Saya terima nikah dan kawinnya Syanum Mutiara Mushaf binti Syamil Mushaf dengan mas kawin berupa seperangkat alat salat dan berupa emas lima puluh gram dibayar tunai.”
“Bagaimana para saksi? Sah?”
“Sah!”
“Alhamdulillah....”
Dari pada dirinya penasaran barulah Syanum melihat sekeliling sekaligus menoleh ke belakang barang kali ada seseorang yang membuat seorang perawat tadi berlari.
“Ekhem! Sendirian aja, Dok?”
Suara bariton seseorang dari koridor lain membuat Syanum tersenyum sendiri karena dia tahu siapa pemilik suara itu. Iya, tidak lain dan tidak bukan adalah Dokter Hazm, suaminya sendiri.
“Barusan ada Ners Bella tapi lari karena ngelihat Dokter,” jawab Syanum sambil terkekeh pelan membuat Dokter Hazm cemberut.
Syanum maupun Dokter Hazm saling memanggil dengan sebutan "dokter" karena mereka harus tetap profesional dalam lingkungan pekerjaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Allah Tak Merestui Temu Itu (END)
Romance[SUDAH ENDING] ~ [CHAPTER MASIH LENGKAP] "Karena hidup itu seperti secarik kertas putih, hanya dirinya sendiri yang mau memberikan warna atau justru menggoreskan titik hitam pada setiap kesempatan hidup yang Allah SWT berikan." Hidup itu selayaknya...