Selamat membaca dan semoga bermanfaat 🙏❤️
"Percayalah, doa-doa yang selama ini kamu langitkan akan Allah kabulkan. Mungkin bukan sekarang, tetapi nanti di waktu yang tepat dan di moment yang paling indah."
Ketika Allah Tak Merestui Temu Itu
Kemeja berwarna biru gelap sudah terbalut di tubuhnya, hari ini memang tidak ada jadwal ke rumah sakit oleh sebab itu ia ingin menikmati suasana Yogyakarta dengan berkeliling area Malioboro hitung-hitung sebagai ganti karena dari kemarin ia ada jadwal jaga malam belum lagi tugas-tugasnya yang menumpuk."Allahuma sholli sholatan...."
Sambil menyetir ia melantunkan Sholawat Narriyah untuk menenangkan hati dan pikirannya karena dengan selawat kita juga menjadi mengingat Allah Yang Maha Kuasa. Setelah salat shubuh ia memang ada niatan untuk berkeliling Yogya walau hanya muter-muter saja setidaknya tidak membuatnya bosan dengan berdiam diri di rumah sebelum ia bertemu dengan tugas-tugasnya lagi.
"Nuwun sewu, Bu. Badhe tanglet wonten ngajengan enten nopo nggih?" tanya laki-laki itu dengan logat Jawanya yang sangat kental. Meskipun ia tinggal di Jakarta selama enam tahun namun, Kota Yogyakarta sudah membesarkannya selama kurang lebih tujuh belas tahun. Terjemahan - "Permisi, Bu. Mau tanya di depan ada apa ya?"
"Ono tabrakan, Mas. Kayake motor karo mobil," balas Ibu berjilbab coklat itu sambil mencari celah untuk melihat jalanan. Terjemahan - "Ada kecelakaan, Mas. Sepertinya motor sama mobil."
"Astaghfirullahaladzim," sebut laki-laki itu.
Tanpa aba-aba ia segera membuka pintu mobil dan berlari ke depan. Klakson mobil saling bersahut-sahutan dan kakinya terus berlari secepat mungkin. Sudah menjadi panggilan jiwa baginya ketika ada kejadian seperti ini dan ia ingin menolong korban supaya selamat karena jika terjadi apa-apa nyawa korban itu yang akan menjadi taruhannya.
"Dik! Dik! Dik bisa dengar saya? Dik!" ucapnya pada anak laki-laki yang usianya sekitar sepuluh tahun yang sudah terpapar di aspal dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Tidak ada respons. Dan yang membuatnya terkejut adalah nadi anak itu tidak teraba.
Namun, saat ia menoleh ke belakang untuk meminta bantuan seseorang supaya ambulans secepatnya datang tiba-tiba saja ekor matanya menatap sosok wanita yang berdiri di sampingnya dengan keringat yang bercucuran di sekitar pelipisnya serta darah berwarna merah memenuhi jas putih yang wanita itu kenakan.
"Syanum?"
"Kahfi?"
“RJP!” pekik Kahfi mengingat nadi anak itu tidak teraba dan segera dilakukan Resusitasi Jantung Paru untuk membantu mengembalikan denyut nadi.
Syanum segera berjongkok mengikuti Kahfi yang melakukan Resusitasi Jantung Paru dengan meletakkan salah satu telapak tangan di bagian tengah dada korban kemudian meletakkan tangan lainnya di atas tangan satunya lalu mengeratkan jari-jari kedua tangan dan melakukan penekanan dada.
Dua orang yang sebelumnya tidak pernah bekerja sama kini harus melakukan tindakan sebaik mungkin untuk menolong korban.
Setelah selesai melakukan penekanan dada kini giliran Syanum yang membuka jalur napas dengan mendongakkan kepala korban dan meletakkan tangan di dahi serta mengangkat dagu korban untuk membuka dan mengamankan saluran pernapasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Allah Tak Merestui Temu Itu (END)
Romantizm[SUDAH ENDING] ~ [CHAPTER MASIH LENGKAP] "Karena hidup itu seperti secarik kertas putih, hanya dirinya sendiri yang mau memberikan warna atau justru menggoreskan titik hitam pada setiap kesempatan hidup yang Allah SWT berikan." Hidup itu selayaknya...