7. Di Hukum

887 152 47
                                    

∆ HAPPY READING ∆

Plakk

Tamparan keras mengenai pipi mulusnya. Chimon memegang pipi kanannya yang terasa begitu perih. Lelaki manis itu menunduk takut.

"Kamu tau berapa harga vas bunga itu?!" Teriak Gun menggebu-gebu. Chimon tetap menunduk merasa bersalah, "M-maaf pa, a-aku ga sengaja tadi nyenggolnya."

Gun menarik rambut Chimon kasar hingga membuat lelaki itu mendongak. "Maaf kamu bilang?! Apa permintaan maaf kamu bisa ngebalikin vas bunga saya hah?!"

Chimon menggeleng. Kepalanya sangat sakit. Jambakan Gun sangat keras. "Papa sakit, ampun papa." Tangan Chimon berusaha melepas tangan Gun dari rambutnya. Namun tak bisa.

Tadi waktu Chimon sedang mengepel lantai, ia tak sengaja menyenggol vas bunga kesayangan Gun. Ia benar-benar tidak sengaja. Tadi Gun berteriak memanggil namanya, dengan buru-buru ia melangkah. Namun sayang, tangannya menyenggol vas itu dan seketika suara pecahan terdengar.

Gun langsung menghampirinya dan tamparan keras langsung mengenai pipi mulusnya.

Gun mendorong tubuh Chimon keras hingga lelaki mungil itu terjatuh. "Awhh."

"Saya gak mau tau, kamu harus ganti vas bunga saya dengan yang baru bagaimanapun caranya. Dan jangan lupa bersihkan kekacauan ini." Tekan Gun lalu beranjak dari sana.

Sedangkan dari pintu utama terlihat Win yang baru masuk langsung di suguhi pemandangan Chimon dan Gun. "Drama lagi." Lirihnya. Ia menutup pintu rumah.

"Kamu udah pulang sayang?" Gun menghampiri putra kesayangannya dan menuntunnya agar duduk di sofa lalu membuatkannya minum.

Sedangkan Chimon masih terdiam di sana. Ia memandang kosong pecahan beling itu. Mengganti vas yang baru? Uang dari mana dia? Ia tau, vas yang pecah ini seharga 50 juta. Oh ayolah bagaimana ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu?

Perlahan Chimon beranjak dan membersihkan pecahan vas. "Awhh," Ringisnya karena tak sengaja tangannya terkena serpihan kaca itu. "Gak sakit sama sekali. Yang sakit malah hatiku. Kapan mereka bisa sayang sama aku? Aku cape' harus begini terus." Chimon melanjutkan membersihkan serpihan itu. Ia tak mau anggota keluarganya nanti ada yang terluki karenanya.

.
.

Perlahan Chimon mengangkat kepalanya dari meja belajar. Kepalanya terasa pusing. Lelaki itu ketiduran waktu mengerjakan tugas milik Janhae semalam. Ia melirik jam yang ada di kamarnya. "Hah?! Udah jam 6!" Lelaki manis itu mengucek matanya sekali lagi untuk memastikan, dan benar.

Dengan segera ia beranjak dari duduknya dan berlari ke kamar mandi untuk cuci muka. Ia turun dari kamarnya dan mulai membersihkan rumah. Chimon melirik Gun yang sedang berkutat di dapur dan Off yang sedang membaca koran di meja makan.

Ia menyapu dengan terburu-buru lalu kembali ke kamarnya untuk segera mandi. Chimon langsung mengambil tas sekolahnya dan langsung berjalan keluar.

Bruggg

"Kalo jalan pake mata dong!" Omel Win yang tersenggol Chimon. "M-maaf kak, Chimon buru-buru udah telat."

"Makanya kalo sekolah tuh gausah begadang. Saya tau kamu semalam jam 2 masih belum tidur." Suara Off terdengar. "Maaf papi, Chi begadang karna ngerjain tugas."

"Halahh alasan."

"Win? Kamu mau berangkat ke kampus sekarang?" Suara Gun yang lembut terdengar. Win tersenyum singkat, "Iya pa, Win berangkat dulu ya, ada kelas pagi soalnya." Win mendekat ke arah kedua orangtuanya dan mengecup punggung tangan mereka.

"Kak, Chimon boleh nebeng gak? Kalo naik sepeda pasti telat." Pintu Chimon berharap Win memberinya tumpangan. "Gak boleh. Bisa kotor mobil anak saya jika di tumpangi sama kamu. Sana kamu berangkat gausah ganggu anak saya." Sebelum Win berkata, Gun mendahuluinya.

Win tersenyum mengejek ke arah Chimon. Ia berbisik tepat di telinganya, "Gausah ngarep. Gue pun ga sudi kasi tumpangan ke lo."

.
.

Disinilah Chimon. Di tengah lapangan dengan tangan hormat ke tiang bendera. Bukan hanya Chimon, di sampingnya ada Nanon yang juga terlambat datang.

Chimon sama sekali tidak mood untuk menyapa Nanon yang ada di sebelahnya. Padahal biasanya lelaki manis itu akan selalu heboh jika di samping Nanon. Kepalanya pusing, perutnya sakit ingin muntah sekali rasanya.

Sedangkan Nanon hanya melirik sekilas ke arahnya. Merasa aneh kenapa lelaki di sebelahnya tidak berisik seperti biasanya. Tapi juga merupakan keuntungan baginya, hidupnya akan tenang.

Tak lama setelah itu tiba-tiba Chimon berjongkok dan memegangi perutnya yang terasa begitu sakit. Lelaki itu menunduk. Tubuhnya terasa begitu lemas. "Woii anjing, jangan jongkok! Bisa-bisa hukumannya di tambah!" Seru Nanon. Memang sekolah ini mengedepankan solidaritas. Jika ada satu yang berbuat salah, maka yang di hukum semuanya. Termasuk hukuman telat.

Nanon mendengus berusaha menarik lengan Chimon. Perlahan lelaki manis itu mengangkat kepalanya menatap ke arah Nanon. "Nanon, bantuin Chi. Chi lemes banget rasanya." Ujar Chimon sangat lirih.

Nanon mendelik saat melihat darah yang mengalir dari hidung Chimon sangat deras hingga menetes ke lapangan dimana ia berdiri. Chimon memegang tangan Nanon meminta bantuin, namun Nanon masih diam terpaku menatap ke arah darah itu.

"Non, Chi moh-"

"Lepas!" Seru Nanon dan menyentak tangan Chimon kasar lalu meninggalkan Chimon sendiri di sana. Sedangkan Chimon terdiam dan memegangi kepalanya sesekali mengusap darah yang mengalir dari hidungnya.

"Jangan sekarang aku mohon." Setelah mengatakan itu, pandangan Chimon manjadi gelap. Yang terakhir ia dengar hanya suara teriakan yang memanggil namanya.

***
"Mon, lo tuh sakit apa sih? Gue khawatir banget sama lo." Loverrukk memegang tangan kanan Chimon. Tadi saat diberitahu guru jika Chimon pingsan Loverrukk dan Fiat dengan segera meninggalkan kelas tanpa mempedulikan omelan guru yang sedang mengajar di kelasnya.

"Gue ngerasa akhir-akhir ini Chimon gampang banget lemes deh." Ucap Fiat yang menendang wajah sahabatnya yang masih terlelap. Love menoleh ke arah Fiat, "Yat, lo tau tentang keluarga Chimon ga? Perasaan kita sahabatan sejak kelas sepuluh dia ga pernah ngungkit soal keluarganya, rumahnya dia dimana aja gue ga tau." Love menatap dalam wajah Chimon. Apa yang Chimon sembunyikan dari mereka?

"Gak tau. Setiap kita singgung soal keluarga dia pasti ngalihin topik. Dan setiap kita mau main kerumahnya dia selalu cari alasan."

"Fiks ada yang di sembunyiin dari kita."

"Gue juga yakin sih, tapi mungkin bener-bener private. Lo jangan terlalu kepo, bisa-bisa dia malah risih sama kita nanti." Peringat Fiat. Ia sangat mengetahui jika Love sudah penasaran, segala cara pasti ia lakukan.

Loverrukk mendengus, "Iya-iya bawel lo."

Tok tok

Suara pintu UKS di ketuk dari luar. "Masuk aja." Jawab Fiat. Seketika itu pintu terbuka menampilkan Frank yang membawa satu kantong plastik di tangannya.

"Belum bangun juga?" Tanya Frank kepada mereka berdua. Mereka kompak menggeleng. Frank berjalan ke arah nakas dan meletakkan kantong plastik itu di sana. "Ini nanti kalian kasih ke Chimon kalo udah sadar."

"Iya, thanks ya bro udah nolongin Chimon tadi. Untung ada lo." Ujar Fiat. Frank hanya mengangguk. "Santai elah, lagian Chimon temen sekelas kita juga, dan gue sebagai Osis juga punya tanggung jawab."

Tadi saat Frank sedang keliling sekolah untuk memastikan apakah ada yang bolos atau tidak ia tak sengaja berpapasan dengan Nanon yang berjalan menjauhi lapangan. Saat ingin menyapa kembarannya itu, matanya teralihkan ke arah Chimon yang tiba-tiba ambruk.

.
.
.

To be continue

Chasing You Nanon KorapatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang