🌺Part 5🧊

5.1K 219 0
                                    

Keina tahu bahwa dirinya hanyalah orang rendahan yang terlahir miskin. Ayahnya adalah seorang petani biasa yang bekerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ibunya juga hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Kakak perempuannya yang ketika menginjak usia tujuh belas tahun memutuskan untuk bekerja sebagai pelayan di sebuah rumah seorang bangsawan.

Meski kehidupannya tidak bergelimpangan harta, tapi anehnya ia merasa bahagia menjalani hari-harinya bersama keluarganya walaupun setiap makan dengan lauk pauk yang sederhana. Memang, ibunya meninggal dunia tiga bulan setelah melahirkannya karena sakit ditambah lagi ibunya habis melahirkan, tubuhnya semakin lemah dari hari ke hari. Tetapi, ayah dan kakaknya tidak pernah menyalahkannya dan selalu menyayanginya.

Keina tidak mengerti di mana letak kesalahan dalam hidupnya. Ia tidak mengeluh dengan kondisinya yang miskin. Ia tidak pernah menyalahkan Tuhan yang sudah mengambil ibunya di saat ia masih begitu kecil. Satu hal lagi, ia tidak pernah marah atau menuntut kepada Tuhan saat ketidak-adilan menimpa keluarganya merenggut nyawa ayah dan kakak perempuannya.

Keina menerima semuanya! Keina menerima segalanya! Lalu apakah kali ini ia juga harus menerima penghinaan seperti ini? Dipukul oleh seorang pria yang bahkan namanya saja tidak ia ketahui, tidak bisa, Keina tidak bisa menerimanya. Ayahnya saja tidak pernah meninggikan suaranya kepadanya.

“Keina?!” Prada kaget saat Keina secara tiba-tiba melepaskan diri darinya dan berjalan cepat keluar dari ruangan tersebut.

“Kau mau kemana Keina?” Prada mengejar dengan tergesa-gesa temannya itu yang melangkah menuju arah keluar dari tempat area pencucian baju.

“Keina! Tunggu dulu!” Prada kewalahan mengikuti Keina, tapi ia tetap berusaha mencapainya.

Keina berpura-pura tuli tidak peduli dengan Prada yang berusaha terus memanggil-manggil namanya.

Dua perempuan itu tanpa mereka sadari sudah sampai di sebuah taman yang indah dengan hiasan cantik di sekelilingnya. Suasana taman tersebut sepi tak ada satu orang pun, mungkin pengaruh karena waktu masih begitu pagi.

“Keina!” Akhirnya setelah usaha yang begitu gigih, Prada bisa meraih lengan Keina menghentikan langkah kakinya. “Apa yang mau kau lakukan? Kenapa kau pergi sejauh ini?”

“Apa yang mau kulakukan?” Keina mengulang pertanyaan Prada seolah-olah ada yang salah dengan itu. “Tentu saja aku akan mengadukan semua perbuatan pria itu kepada sang permaisuri langsung.”

Seperti ada petir yang datang di atas kepalanya, tubuh Prada menegang kaku dengan mata yang membulat lebar. “A–apa ... k–kamu ingin melakukan apa?”

“Prada, ini sudah keteraluan! Memangnya siapa pria itu? Siapa?! Dia berani berperilaku seenaknya bahkan dirinya saja bukan siapa-siapa di istana ini! Aku tidak akan tinggal diam!”

Keina menarik tangannya yang berada digenggaman Prada. Ia mulai menggerakkan kembali kakinya untuk melangkah.

“Tidak, Keina, tunggu dulu!” Prada kembali meraih tangan Keina untuk menghentikannya. Prada menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya, ia berusaha menenangkan dirinya sendiri. “Aku mengerti kemarahanmu. Tapi, kau tidak bisa melakukan itu, Keina.”

“Tidak bisa? Apa maksudmu?”

Prada melepaskan pegangannya di tangan Keina. “Kau tidak bisa mengadukan perkara ini kepada Permaisuri.”

“Kenapa tidak bisa? Prada, aku memang orang miskin, tapi setidaknya aku tau bahwa seorang Permaisuri adalah pemimpin sekaligus orang yang mengurus para bawahannya di istana ini. Jika ada masalah, tentu saja Permaisuri harus turun tangan menangani masalah tersebut. Apakah kau akan diam saja melihat betapa congkaknya pria yang mengaku sebagai koki itu.”

Selir Kesayangan KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang