Di istana Maara Ihe, Indri duduk di salah satu paviliun yang berada di taman bagian selatan, menikmati hari yang begitu cerah, tentu saja tidak sendirian selalu ditemani oleh Trila.
Karena semalam Kaisar Arzaid menginap di istananya sehingga saat ini suasana hatinya begitu sangat baik. Ia begitu beruntung memiliki janin yang ada di perutnya sekarang ini, bagaimanapun kondisinya, Kaisar Arzaid tidak akan bisa mengabaikannya.
Melihat di kejauhan salah satu pelayan yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga membuat senyum Indri merekah.
Pelayan itu tidak datang dengan tangan kosong, dia membawa nampan yang di atasnya terdapat sebuah roti hangat yang mengepulkan asap baru saja keluar dari mesin pemanggang.
Roti itu merupakan camilan favorit Indri yang dikonsumsinya sejak awal ia diangkat menjadi selir.
Pelayan itu segera beranjak pergi setelah meletakkan apa yang dia bawa di atas meja.
Tak berselang lama tiba-tiba datang salah seorang prajurit, pria itu membungkukkan badan memberi hormat terlebih dahulu. "Yang Mulia, pelayan Keina datang ingin menghadap," lapor prajurit tersebut yang ternyata tidak datang sendirian.
Mata Indri seketika mengarah pada sosok yang berdiri di belakang prajurit tersebut. Alisnya mengernyit tanpa bisa disembunyikan, ia menunjukkan rasa tidak sukanya akan kehadiran perempuan itu.
Prajurit itu mundur dari posisinya, mempersilakan supaya Keina maju menghadap sang selir.
"Salam Yang Mulia Eras." Keina membungukkan badannya hingga 90°. Keningnya samar-samar mengerut saat penciumannya merasakan wangi makanan yang tak asing baginya. Tatapannya sontak melirik pada camilan roti yang berbentuk bulat dengan ukuran cukup besar hingga menyamai ukuran piring di bawahnya.
"Ada perlu apa kau datang kemari?" Indri boleh tidak menyukai Keina. Tapi, ia tidak bisa mengabaikan perempuan itu karena statusnya yang menjadi pelayan di sisi Kaisar Arzaid.
"Mohon maaf apabila mengganggu waktu bersantai anda, Yang Mulia. Saya hanya ingin meminta izin untuk menemui salah satu teman saya di sini." Keina membawakan oleh-oleh yang dibelinya ketika di desa Zaprico untuk diberikan pada Prada.
Indri terdiam tidak langsung menjawab permintaan yang sebenarnya sangat sepele itu. Keina boleh saja merasa bangga karena menjadi pelayan di sisi Kaisar Arzaid, namun dirinyalah majikan di istana Maara Ihe.
"Tidak bisa. Kalau tidak ada hal lain lagi kau bisa pergi."
Mendapatkan jawaban seperti itu membuat Keina lantas mengangkat wajahnya yang dari tadi tertunduk. "Yang Mulia, kenapa?"
"Kenapa kau bilang? Semua pelayan di sini sibuk bekerja, hanya karena salah satu temanmu di sini, apakah kau ingin aku dinilai sebagai tuan yang pilih kasih dan membiarkan pelayan dari istana lain berbuat sesuka hati?"
"Saya janji tidak akan lama, Yang Mulia. Saya hanya ingin memberikan ini." Keina menunjukkan bingkisan di tangannya.
"Pergilah, kau membuang-buang waktuku."
Keina langsung menjatuhkan kedua lututnya. "Yang Mulia saya mohon untuk kali ini saja." Mungkin untuk sebagian orang merasa tindakannya ini cukup berlebihan, tapi baginya Prada adalah teman pertama yang ia miliki saat baru memasuki istana.
Indri memalingkan muka tidak memedulikan permohonan Keina.
Di saat seperti ini, Trila mengambil perannya sebagai pelayan pribadi. "Bawa dia pergi dari sini." Ia menatap prajurit yang berdiri tidak jauh di belakang Keina.
Prajurit itu tampak ragu-ragu, pasalnya gadis itu berasal dari istana Soare, tidak bisa diperlakukan dengan sembarangan.
"Kenapa diam saja?! Apa kau tidak dengar?!" Trila kembali bersuara kali ini dengan sedikit rasa kesal melihat prajurit itu tidak langsung melaksanakan perintah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selir Kesayangan Kaisar
Любовные романыDi usianya yang masih muda--Keina harus menyaksikan ketidakadilan merenggut nyawa ayah serta kakak perempuannya. Mengapa orang miskin selalu salah dan yang kaya selalu benar. Dendam--itulah yang dirasakan Keina saat ini. Tapi, dirinya sadar bahwa po...