Serina memberitahu Keina untuk pergi ke ruang tamu menemui Kaisar Arzaid yang sedang berada di sana. Sedangkan Serina pergi melakukan pekerjaan lain, jadinya ia sendirian saat ini.
Butuh waktu lima belas menit bagi Keina menemukan ruang tamu berada. Ketika sudah di depan pintu, ia mengetuk terlebih dahulu sebanyak tiga kali.
Sebagai pelayan tidak boleh masuk begitu saja ke dalam sebuah ruangan jika sang majikan yang berada di dalam belum memberikan izin.
Tak berselang lama, pintu itu terbuka dan muncul sosok Banyoman.
"Ternyata kau yang datang, Keina."
Keina menundukkan kepala singkat memberi salam hormat. "Tuan, apakah Yang Mulia mencari saya?"
"Hm." Banyoman menganggukkan kepala. "Masuklah."
Sambil melangkah masuk, Keina menundukkan kepala sedalam-dalamnya, benar-benar menjadikan lantai yang dipijaknya sebagai objek yang menarik untuk dilihat.
Meskipun mata tertunduk ke bawah, tapi Keina masih bisa mengetahui di mana Kaisar Arzaid tengah duduk saat ini.
"Salam, Yang Mulia." Keina berlutut di samping single sofa yang ditempati majikannya.
"Berdirilah."
Keina lantas bangkit berdiri semula. Ia memilih diam karena tidak tahu harus berkata apa. Serina menyuruhnya untuk meminta ampun pada Kaisar Arzaid atas kesalahannya yang ketiduran tadi pagi. Haruskah ia katakan sekarang, tapi Kaisar Arzaid sedang menghadapi seorang tamu saat ini.
Keina tidak tahu siapa tamu tersebut, namun satu hal yang pasti tamu itu adalah seorang perempuan dari ujung pakaiannya yang menyentuh lantai.
"Saya merasa kita memiliki banyak kesamaan, Yang Mulia," ucap si perempuan itu menjaga intonasi dan nada bicaranya.
"Kau pun orang yang cerdas, nona Belia."
Mendapat pujian seperti itu, apalagi dari orang nomor satu di kerajaan, siapa yang tidak merasa bangga sekaligus bagi seorang perempuan akan tersipu malu.
Keina melihat keduanya lanjut mengobrol seputar hal yang tidak bisa ia mengerti. Keina secara perlahan-lahan agar tidak mengganggu mereka, berpindah posisi sebanyak sepuluh langkah jaraknya menghampiri Banyoman dan berdiri di sebelah pria paruh baya itu.
Keina melirik Banyoman yang berdiri kaku bagaikan sebuah patung, tenang dan bernapas sehalus mungkin. Lalu ia beralih menatap ke jendela melihat hari yang semakin sore. Sudah berapa lama Kaisar Arzaid berbicang-bincang dengan perempuan itu.
Memerhatikan gelagat Kaisar Arzaid, sepertinya beliau pun tidak nyaman dengan situasinya saat ini. Namun, si perempuan yang bernama Belia itu tidak berhenti terus mengoceh, ada saja topik pembicaraannya. Apakah perempuan itu tidak bisa menilai bahasa tubuh Kaisar Arzaid yang menyiratkan agar obrolan ini segera berakhir.
Keina tidak bisa memahami pada segelintir perempuan yang tidak menyadari bahwa lelaki yang disukainya tidak tertarik padanya.
Kasian sekali si nona Belia itu, bersusah payah supaya tampak menjadi perempuan cerdas, padahal Kaisar Arzaid menanggapinya dengan respons yang seadanya.
Seiring bergulirnya waktu yang terus berjalan, tak terasa Keina telah berdiri selama tiga puluh menit di ruang tamu tersebut. Hanya diam menyaksikan obrolan sepasang insan lawan jenis itu. Banyoman tidak membiarkannya melakukan apa-apa. Saat minuman di cangkir telah kosong, dia yang akan bergerak mengisi kedua cangkir itu kembali. Keina tidak tahu apa fungsi kehadirannya di sini.
"Sepertinya sudah larut." Akhirnya Kaisar Arzaid menghentikan bincang-bincang yang tidak bermanfaat ini. "Lebih baik nona Belia kembali pulang sekarang sebelum langitnya berubah menjadi gelap."
KAMU SEDANG MEMBACA
Selir Kesayangan Kaisar
RomansaDi usianya yang masih muda--Keina harus menyaksikan ketidakadilan merenggut nyawa ayah serta kakak perempuannya. Mengapa orang miskin selalu salah dan yang kaya selalu benar. Dendam--itulah yang dirasakan Keina saat ini. Tapi, dirinya sadar bahwa po...