🌺Part 2🧊

6.4K 276 4
                                    

Keina menggosok dengan penuh kehati-hatian kain putih berbahan sutra yang berada digenggaman tangannya.

Sekarang ini ia tengah melakukan rutinitasnya sebagai pelayan pencuci pakaian istana. Sudah seminggu Keina bekerja dan setelah dirasa-rasa agaknya tidak begitu buruk bisa tinggal di istana meski hanya berkedudukan rendah.

Sebagai pelayan, Keina harus bangun pagi-pagi buta, menghabiskan sarapan yang disajikan pihak istana, lalu cepat-cepat melaksanakan tugas sebelum kena tegur oleh Bibi Tera—salah satu kepala pelayan senior bagian pencucian—wanita yang sudah berkepala empat.

Hal yang patut Keina syukuri adalah sikap Bibi Tera yang bijaksana, walaupun berstatus sebagai kepala pelayan senior tapi Bibi Tera tidak pernah dengan sengaja menindas pelayan di bawahnya.

Keina hampir mengira bakalan ada percikan drama antara pelayan baru dengan pelayan senior. Tapi setelah melihat sikap Bibi Tera seperti hal itu tidak akan terjadi.

Selesai mencuci satu lembar kain sampai kinclong hinggatak ada satupun noda yang tertinggal, Keina mulai mengambil kain kotor lainnya. ketika ia mencelupkan kain tersebut ke dalam baskom air, matanya langsung melihat ada bercak kemerah-merahan yang pekat bercampur hitam.

Tidak perlu dikasih tahu pun, Keina tahu bahwa itu adalah darah menstruasi seseorang. Kabarnya sang permaisuri tengah datang bulan, mungkinkah ini miliknya?

Keina menghela napas. Jujur saja, ia merasa jijik. Tapi, apa boleh buat. Dirinya harus menahan segala rasa dan melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya.

Di sekelilingnya juga ada terdapat beberapa pelayan lain yang sibuk dengan cucian masing-masing.

Di sana—dari arah pintu masuk bagian pencucian, terlihat datang tiga sosok perempuan yang berjalan beriringan sambil mengangkat wajah berlagak angkuh. Salah satu di antara mereka membawa satu baskom berisi penuh baju-baju.

"Hei, cuci ini." Salah satu di antara tiga perempuan itu yang membawa baskom tersebut dengan kasar meletakkanya yang kebetulan di dekat Keina.

"Cuci sebersih-bersihnya," ucap perempuan lainnya sambil melipatkan kedua tangan di atas dada.

Keina mengerutkan alis dan memerhatikan setumpuk pakaian di dalam baskom itu. Ada sesuatu yang salah. Keina lantas segera berdiri tegak menghadap tiga orang perempuan tersebut.

"Baju-baju ini bukan milik keluarga kerajaan, kenapa saya harus mencucinya?" Keina bisa menilai dari segi corak dan tekstur bahan pakaian yang terbilang biasa. Mana ada keluarga kerajaan yang mau memakai kualitas murahan.

"Kau ... kau anak baru ya di sini?" Salah satu dari tiga perempuan tersebut bertanya sinis.

Keina diam tidak menjawab. Tapi, matanya dengan berani membalas tatapan dari lawan bicaranya saat ini.

"Biarku beritahu kau satu hal penting. Sebagai kelompok rendahan, kalian harus mengikuti perintah kami karena kami berasal dari istana Stelelor!"

Istana Stelelor? Dari yang Keina tahu bahwa istana itu merupakan tempat di mana sang permaisuri kerajaan Strahlender Himmel tinggal.

Keina melirik seragam pelayan yang dikenakan oleh tiga perempuan di hadapannya. Mereka memang sama-sama pelayan, tapi status derajat mereka dinilai dari seragam yang dipakai. Sudah jelas kalau seragam para pelayan bagian pencucian berwarna pudar dan polos tidak ada hiasan apapun. Sedangkan para pelayan lain, contohnya dari istana Stelelor saat ini memakai seragam berwarna cerah dengan motif bunga-bunga indah.

Mendapati Keina yang diam saja, tiga orang perempuan itu berpikir kalau Keina sekarang sudah mengerti aturan main di istana. Mereka berbalik ingin beranjak pergi.

Selir Kesayangan KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang