Keina berjalan setengah berlari menuju kamar tidurnya Kaisar Arzaid. Ketika menyentuh knop pintu—hampir saja ia akan membuka pintu itu tanpa mengetuk terlebih dahulu. "Yang Mulia, saya akan masuk," serunya. Saat Keina mulai menarik pintu ingin membukanya, tapi pada kenyataannya pintu itu terkunci. Itu menandakan bahwa sang pemilik kamar sudah pergi.
"Keina."
Gadis itu menengok ke samping arah sumber suara yang familiar memanggil namanya. "Bibi." Keina lantas menghampiri wanita itu. "Apakah Yang Mulia sudah berangkat?"
Keina terlihat panik karena ia baru bangun jam tujuh pagi. Padahal tadi malam Kaisar Arzaid sudah memberitahu bahwa mereka akan berangkat jam enam pagi, makanya Keina memilih istirahat di kamarnya, tapi ujung-ujungnya malah bangun kesiangan. Oh astaga.. betapa bodoh dirinya.
Bibi Serina seperti menahan sesuatu yang ingin keluar dari mulutnya. Apalagi kalau bukan ingin menceramahi gadis itu atas kesalahannya kali ini. Namun, mengingat sudah tidak ada waktu, bibi Serina meraih tangan gadis itu dan berucap, "Ayo cepat kita harus pergi sekarang."
••••••••••
••••••••••
••••••••••
Di halaman utama istana Soare sudah ramai berkumpul sebanyak tujuh belas kereta kuda ditambah delapan puluh prajurit yang dari tadi sudah duduk di atas kuda mereka masing-masing menunggu perintah.
"Hei sudah jam berapa sekarang?" bisik salah seorang prajurit pada rekan di sebelahnya.
Prajurit yang ditanya mendongakkan wajahnya ke langit. "Mungkin sudah masuk jam delapan."
"Menurutmu kapan kita berangkat? Apa yang sebenarnya Yang Mulia Kaisar tunggu?"
"Entahlah. Sebaiknya kau diam saja."
Terdengar dua pasang kaki yang berlari tergesa-gesa menghampiri salah satu kereta kuda yang interiornya paling besar dan mewah.
"Yang Mulia." Napas Bibi Serina terengah-engah setelah berlari sekuat tenaga ia bisa. Sama halnya dengan Keina—gadis itu tampak kebingungan melihat sekitarnya.
Pintu kereta kuda tersebut dibuka oleh Banyoman. "Masuklah."
"Keina, masuklah."
"Hah?"
"Cepat!" Bibi Serina sampai memukul pantat gadis itu.
"Oh, iya." Keina naik dan segera duduk di sebelah Banyoman.
"Terima kasih, Serina. Kita akan berangkat sekarang. Ingat, jika terjadi sesuatu secepatnya kirimkan kabar."
Bibi Serina menganggukkan kepala. "Jaga baik-baik Yang Mulia Kaisar."
"Hm." Banyoman mengangguk. "Ayo! Berangkat sekarang!" teriaknya sekeras mungkin lalu menutup pintu kereta kuda.
Para prajurit membentuk formasi melingkari rombongan yang menggunakan kereta kuda bersikap siaga menjaga serta melindungi dari marabahaya.
Memandangi dari jendela, Keina takjub melihat kompleks istana dari dalam kereta kuda. Orang-orang pada berlutut menghentikan pekerjaan mereka sejenak saat kereta kuda yang ditumpangi oleh Kaisar melintas. Pertama kalinya Keina berada dalam situasi ini, ia tidak tahu bagaimana mengatakan perasaannya.
"Ah..." Keina lupa bahwa di sebrang ada sosok majikannya yang duduk ditemani beberapa tumpuk dokumen di sampingnya dan lelaki itu tengah fokus membaca salah satu di tangannya. "Yang mulia, saya mohon maaf atas keteledoran saya hari ini." Karena tidak bisa berlutut, jadi Keina membungkuk sedalam mungkin menampilkan penyesalannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selir Kesayangan Kaisar
RomanceDi usianya yang masih muda--Keina harus menyaksikan ketidakadilan merenggut nyawa ayah serta kakak perempuannya. Mengapa orang miskin selalu salah dan yang kaya selalu benar. Dendam--itulah yang dirasakan Keina saat ini. Tapi, dirinya sadar bahwa po...