🌺Part 16🧊

3.9K 195 2
                                    

Kondisi selir Indri semakin hari bukannya semakin membaik, malah kondisinya tidak sama sekali menunjukkan tanda-tanda akan sembuh.

Sudah seminggu selir Indri terkapar di atas tempat tidurnya tanpa bisa bangun sedikitpun.

Di hari ketiga selir Indri jatuh sakit, Ibusuri datang menjenguk. Jelas sekali Ibusuri terlihat mengkhawatirkan keadaan calon cucu pertamanya. Tapi, syukurnya Ibusuri tidak lantas menyalahkan selir Indri, bisa saja Ibusuri menganggap selir Indri tidak menjaga diri dengan baik.

Sekarang, di kamar pribadi selir Indri, ada sosok Kaisar Arzaid.

Kaisar Arzaid berdiri sambil memerhatikan sang tabib yang sedang menjalankan tugasnya memeriksa kondisi selirnya.

Di kamar tersebut juga ada Banyoman yang tentu saja mengikuti kemanapun Kaisar Arzaid pergi dan ada juga Trila yang tampak cemas melihat keadaan majikannya.

Butuh waktu dua puluh menit bagi sang tabib untuk memastikan bahwa pemeriksaannya tidak ada keliru.

"Yang Mulia." Sang tabib sedikit membungkuk ketika membalikkan badan menghadap Kaisar Arzaid.

"Bagimana?" tanya Kaisar Arzaid.

Sebelum menjawab, dari kerutan di dahinya, sang tabib terlihat berpikir keras antara heran dan tidak mengerti.

"Saya berkali-kali sudah memeriksa obat-obatan yang saya resepkan untuk nyonya. Tidak ada yang salah dengan obat-obatan itu, tapi tampaknya ada sesuatu yang aneh, Yang Mulia."

"Maksudmu?" Kaisar Arzaid menatap lelaki paruh baya di depannya dengan perasaan tidak enak.

"Ada pribahasa mengatakan.. ‘darah akan terus mengalir bila pedang masih tertancap di tubuh’."

Tubuh Arzaid seketika menegang, kedua telapak tangannya mengepal erat, ia bukan orang bodoh, ia tahu apa maksud sang tabib menyampaikan hal tersebut. Matanya sontak terhunus tajam ke arah Trila.

"Apa yang kau lakukan pada selirku?" Kaisar Arzaid bertanya dengan kemarahan yang siap meledak saat ini juga.

Mata Trila terbelalak. Cepat-cepat ia langsung menjatuhkan diri berlutut dan berkata, "Yang Mulia, saya berusaha memberikan perawatan yang terbaik untuk nyonya dan tidak pernah sedetik pun melupakan waktu minum obatnya nyonya. Saya tidak melakukan apapun yang bisa menyakiti nyonya, Yang Mulia. Percayalah pada saya." Trila dengan berani membela dirinya karena tahu ia tidak bersalah atas apapun yang menimpa selir Indri saat ini. Trila sudah menjalankan tugasnya dengan baik dan tulus.

Tapi, manusia tidak bisa saling menebak isi hati dan pikiran masing-masing. Kaisar Arzaid tidak mudah begitu saja percaya dengan kata-kata pembelaan yang dilontarkan Trila itu.

"Kau berharap aku percaya dengan ucapanmu? Sedangkan aku melihat sendiri kalo selirku kesehatannya semakin memburuk! Penjelasan apa yang bisa kau berikan tentang itu!" Akhirnya Kaisar Arzaid meluapkan amarahnya berteriak pada Trila yang masih setia berlutut sambil menundukkan kepala dalam-dalam.

Tanpa melihat pun, Trila sudah bisa merasakan kalau Kaisar Arzaid mulai besar marah, yang bisa ia lakukan saat ini hanya diam menggigit bibir ketakutan. Beginilah resiko menjadi seorang pelayan, selalu disalahkan meski tidak melakukan kesalahan apapun.

Kaisar Arzaid mengalihkan mata dari Trila seraya menghembuskan napas dengan kuat. Semakin lama menatap Trila, dirinya jadi semakin marah. Ia kembali memandangi Indri yang memejamkan mata tak sadarkan diri, lalu pandangannya tertuju pada perut buncit wanita itu. Di dalam sana ada calon anak pertamanya. Kenapa ia sangat bodoh tidak bisa melindungi darah dagingnya sendiri.

Tiba-tiba ide terlintas di kepalanya. Meskipun dirinya adalah seorang Kaisar Arzaid, tapi kalau ingin menuduh seseorang harus ada bukti kuat terlebih dahulu.

Selir Kesayangan KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang