Di usianya yang masih muda--Keina harus menyaksikan ketidakadilan merenggut nyawa ayah serta kakak perempuannya. Mengapa orang miskin selalu salah dan yang kaya selalu benar. Dendam--itulah yang dirasakan Keina saat ini. Tapi, dirinya sadar bahwa po...
Catatan : Aku melakukan kesalahan. Mulai sekarang Malia akan disebut permaisuri, bukan ratu. Aku pikir permaisuri dan ratu itu sama saja, tapi saat aku search di google ternyata keduanya memiliki makna yang berbeda dari segi hak, kewajiban, tugas, dan lain-lain.
•••
Prada memeras handuk kecil di tangannya setelah sebelumnya handuk itu ia rendam terlebih dahulu ke dalam baskom air.
Ia mengarahkan handuk itu ke wajah Keina yang terlihat masih belum membaik. Pelan-pelan ia mencoba untuk mengompres memberikan pijatan lembut di titik-titik yang memar.
Keina merintih pelan kesakitan, reflek ia menjauhkan wajahnya.
“Lebih baik kau istirahat saja di kamar hari ini,” saran Prada.
“Tidak bisa, aku seorang pelayan. Mana mungkin hanya luka seperti ini, aku absen bekerja.”
“Lalu apa yang akan kamu katakan kalau sampai Bibi Tera datang dan melihat wajahmu saat ini?” Prada membuka sebuah kotak obat yang isinya terdapat beberapa salep yang memiliki fungsi berbeda-beda. Ia mengambil salah satu salep dan mulai mengoleskannya di wajah Keina secara hati-hati.
Mereka berdua kini berada di kamar tidur tempat area pencucian. Keina duduk di tepi ranjang, sedangkan Prada duduk di hadapannya menggunakan kursi kayu.
“Aku hanya tinggal mengatakan yang sebenarnya.”
Prada menghela napas. Sepertinya Keina tidak akan menyerah sebelum si koki itu mendapatkan balasan atas apa yang telah pria itu lakukan.
“Keina, sudahlah. Masalah ini—” Ragu-ragu Prada ingin melanjutkan, ia merasa tidak enak hati, tapi apa boleh buat. “Ini masalah sepele, jadi lupakan saja. Luka di wajahmu aku pastikan akan sembuh dalam waktu kurang dari dua hari.”
“Kau ini kenapa? Sepertinya kau tidak ingin pria itu mendapatkan hukuman atas tindakannya yang semena-mena pada kita.”
Setelah selesai mengoleskan salep di wajah Keina, Prada menutup botol kecil tersebut, memasukkannya kembali ke dalam kotak, lalu meletakannya di atas meja nakas.
“Apa kau ingat tempo hari yang lalu tiga orang pelayan dari istana Stelelor datang ke sini?”
“Maksudmu para gadis yang menyuruh kita mencuci pakaian mereka?”
“Benar.”
“Iya. Lalu kenapa?” Keina mengerutkan dahi.
“Salah satu dari mereka bertiga adalah kekasih dari koki yang sudah memukulmu.”
“Apa? Kekasih?”
“Iya. si pelayan istana Stelelor namanya Gea dan si koki namanya Wudi. Mereka berdua sepasang kekasih yang diam-diam menyembunyikan hubungan mereka kurang lebih sudah tiga tahun.”
“Memangnya di istana kerajaan pekerja laki-laki dan perempuan boleh memiliki hubungan percintaan?”
Prada berpikir sejenak. “Sebenarnya tentang masalah itu tidak ada aturan jelas yang tertulis karena dianggap masalah pribadi. Tapi, kalau tidak salah, jika keduanya sampai menikah, salah satu harus rela diberhentikan.”
“Lalu maksudmu bisa saja koki itu bertengkar dengan kekasihnya sehingga melampiaskan kekesalannya pada kita, begitu?
Prada menggelengkan kepala. “Bukan itu. Karena kau melawan menolak mencuci pakaian mereka, Gea pasti mengadu pada Wudi dan koki itupun membalaskan dendam untuk kekasihnya.”
“Apa?!” terkejut Keina mendengar hal tidak masuk akal seperti itu. “Jadi, tindakannya hari ini itu karena aku sudah membuat kekasihnya marah, begitu?”
Prada menganggukkan kepala.
Kekesalan memuncak naik ke atas kepalanya, Keina tidak habis pikir, hanya seorang koki dan pelayan saja bisa berbuat sok kuasa seperti ini.
“Kita harus cepat-cepat mengadukannya pada Permaisuri atau gak Ibu Suri. Hal ini tidak bisa dibiarkan begitu aja, Prada. Mau sampai kapan kita diam saja direndahkan oleh sesama pekerja di sini!”
Prada terdiam sejenak menatap Keina dengan tatapannya yang berubah sendu, ada kesedihan di matanya.
“Aku akan menceritakan sebuah kisah padamu. Apakah kau mau mendengarkannya, Keina?”
Ekspresi muka Keina berubah bingung saat tiba-tiba saja Prada ingin menceritakan sesuatu. “Kisah apa?” tanya nya penasaran.
Sebelum mulai, Prada menarik napas terlebih dahulu dan menghembuskannya. Mengingat tragedi itu membuat perutnya bergejolak karena rasa cemas dan takut secara bersamaan.
“Belum lama ini, mungkin sudah setahun yang lalu. Ada teman kita, namanya Resna, dia juga pelayan di tempat pencucian ini. Resna adalah orang yang sangat baik, tulus, ceria, dan menurutku dia gadis yang cerdas. Sewaktu-waktu dia pernah melakukan apa yang kau lakukan sekarang ini yaitu melawan para pelayan istana Stelelor yang selalu menginjak-injak harga diri kami. Resna pun memberanikan diri bertemu dengan Permaisuri, niatnya ingin mengadukan semua tindakkan kurang ajar dari pelayan-pelayan Permaisuri. Kau tau apa yang dikatakan Permaisuri pada Resna saat itu?”
Keina sontak menggelengkan kepala.
“Permaisuri bilang ini hanya perkara biasa. Bahkan menyuruh Resna untuk jangan terlalu mengambil hati atas apa yang dilakukan pelayan-pelayannya. Karena mendapatkan respons yang tidak sesuai ekspetasinya, Resna sangat marah hingga berkata ‘jika Permaisuri tidak dapat melindungi kami, maka aku akan mendapatkan perlindungan dari Ibu Suri’. Setelah itu, Resna pergi, tapi tak langsung menemui ibu suri karena Ibu Suri sedang melakukan perjalanan di luar istana. ....”
Prada ingin melanjutkan ceritanya, tapi berhenti sejenak seraya menundukkan kepala. Aura mendung melingkar di wajahnya, rasa putus asa seperti menekan bahunya yang merosot tanpa daya.
“Ada apa?” cemas Keina bertanya. “Apa yang terjadi? di mana Resna itu sekarang?” Selama tinggal di istana dan bekerja di tempat pencucian, Keina belum pernah mendengar nama Resna sekalipun.
“Dia sudah meninggal. Mayatnya ditemukan mengambang di kolam pencucian.”
Seluruh tubuh Keina membeku. Ia syok hingga kelopak matanya berhenti berkedip. Pandangannya menjadi kosong. Ia bahkan berhenti bernapas saking tidak percaya bahwa seseorang bisa saja dibunuh di dalam istana ini.
“Siang hari dia menemui Permaisuri, lalu malamnya dia sudah tidak bernyawa. Apakah kau tau siapa yang telah membunuhnya?”
Keina ketakutan menatap Prada. Tanpa sadar tangannya gemetaran.
“Permaisuri lah yang melakukannya. Wanita itu tidak sebaik dan sebijak yang kau kira, Keina. Dia adalah wanita munafik yang memiliki penyakit hati. Dia takut, jika Resna berhasil mengadukan sikap pelayan-pelayannya kepada Ibu Suri, otomatis dirinya akan disalahkan karena tidak becus mengurus bawahannya sendiri. Ibu Suri adalah wanita yang murah hati dan memegang teguh pada keadilan. Masalah apapun yang terjadi di istana, maka Permaisuri lah yang akan kena tegur oleh beliau karena Permaisuri merupakan Pemimpin rumah tangga istana. Dan juga, Permaisuri tidak ingin keburukkannya diketahui oleh Kaisar, ia berusaha membangun citranya sebagai istri yang baik di hadapan Kaisar. Jadi percuma saja Keina! Percuma kau berharap pada Permaisuri! Dia hanyalah wanita ular yang berhasil menduduki tahta tertinggi kedua setelah Kaisar!” jerit kemarahan Prada meledak di akhir kalimatnya, lalu ia pun menangis tersedu-sedu menutupi wajahnya. Nasib sial bagi pelayan rendahan sepertinya ketika mendapatkan seorang pemimpin yang culas bermuka dua seperti Permaisuri.
•••
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.