🌺Part 17🧊

3.9K 187 3
                                    

Di kamar pribadi selir Indri. Di samping ranjang tempat sang selir berbaring, Keina membakar cukup banyak kelopak bunga berwarna biru di dalam tungku yang uap asapnya naik dan dikipas supaya mengarah ke selir Indri.

Karena sedang membakar, pintu balkon kamar dibuka lebar supaya asap tidak mengumpul di ruangan tersebut meskipun hari sudah malam.

Keina tidak sendirian, ada Trila yang selalu setia menamani sekaligus mengawasi dirinya.

Tabib Wan sendiri sudah pergi dari sejam yang lalu.

"Keina, apa tidak terlalu berbahaya membiarkan nyonya terus-terusan menghirup asap itu?"

Pertanyaan Trila barusan sudah Trila ajukan berulang kali sejak dari tadi siang. Keina tidak merasa kesal sedikitpun, Keina mengerti kekhawatiran Trila terhadap majikan kesayangannya yang satu ini.

Di sisi lain arti dari pertanyaan Trila yaitu mengisyaratkan agar Keina berhenti membakar kelopak-kelopak bunga tersebut sebab di awal Keina sudah menjelaskan bahwa satu-satunya cara mengobati wanita hamil yang sudah terlanjur jatuh sakit karena menghirup tanaman Yopa adalah dengan mengumpulkan seratus tangkai bunga Uvi, lalu memisahkan antara kelopak dengan tangkainya, setelah itu kelopak-kelopak bunga Uvi tersebut dibakar secara bersamaan, biarkan asap yang dihasilkan dihirup oleh orang yang sedang diobati sampai wangi dari bunga tersebut hilang sepenuhnya.

"Tunggu lima menit lagi." Keina bisa merasakan kalau wangi bunga Uvi samar-samar mulai hilang.

"Kenapa nyonya masih belum bangun juga." Trila berdiri gelisah di samping Keina sambil mengamati selir Indri.

"Nyonya sudah dibiarkan menghirup tanaman Yopa selama lebih dari seminggu. Butuh waktu baginya untuk pulih kembali," tutur Keina mengatakan apa yang ia ketahui.

Perhatian Trila teralihkan pada Keina. Ia melirik Keina dengan rasa ingin tahu. "Aku lupa menanyakan hal ini. Apa kau ahli dalam obat-obatan dan tanaman beracun?"

Tangan Keina tidak kenal lelah terus bergerak mengipasi asap supaya mengarah ke tempat selir Indri berbaring. Keina balik menatap Trila seraya tersenyum kecil.

"Aku memiliki teman seorang tabib ketika aku tinggal di kota Asnanam." Fokus mata Keina kembali tertuju pada selir Indri. "Tanpa ditanya, dia suka sekali menjelaskan tentang dunia medis. Di mataku dia sosok tabib yang cerdas." Keina berbicara sambil menerawang bagaimana kehidupannya yang begitu menyenangkan saat ayah dan kakak perempuannya masih hidup.

"Kau berasal dari kota Asnanam?"

Mendengar Trila yang kembali bertanya, Keina hanya melirik sekilas padanya dan menjawab, "Iya."

"Kebetulan sekali, nyonya juga berasal dari kota Asnanam."

Seketika itu juga gerakan tangan Keina berhenti. Keina langsung menatap Trila dengan wajah yang tegang.

"N-nona Trila ... barusan ... apa yang anda katakan?"

Trila jelas bingung melihat reaksi Keina yang kaget.

"Nyonya juga berasal dari kota Asnanam."

Seperti ada cahaya putih yang mengelilinginya, Keina mendapatkan sebuah jawaban dari atas segala dugaannya.

"Nona Trila, apa kau yakin?"

"Soal apa?" Trila tidak menangkap kemana arah pembicaraan Keina.

"Barusan soal nyonya yang berasal dari kota Asnanam, nona Trila tidak sedang bercanda 'kan?"

"Buat apa aku bercanda soal itu. Nyonya sendiri yang cerita mengenai asal-usulnya."

Keina terlihat cukup senang mengetahui fakta tersebut, itu artinya ada kemungkinan besar bahwa selir Indri adalah teman lama kakaknya dulu.

Selir Kesayangan KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang