16

231 42 1
                                    

Cafe kembali di sewa. Eve asyik menghitung segenggam uang dengan wajah puas di meja bartender dengan tiga orang yang menatapnya sangsi. Bersamaan dengan itu, Sora dan Manun duduk berdampingan dengan Shoose yang duduk di sisi lain meja. Soraru dan Nyonya Aikawa duduk di kursi yang berbeda dan menatap dua anak kembar itu fokus.

Shoose meletakkan rubik 4 x 4 diatas meja. Sora dan Manun menatap rubik sejenak dan kembali menatap Shoose. “kita ngapain pak?”. Tanya Sora.

“kalian punya tugas buat selesaikan rubik ini kurang dari satu menit. Silahkan ada yang mau duluan?”. Ujar Shoose.

Sora mengangkat tangannya yang terkepal. “Manun, aku bakal ngeluarin batu.”

“Dih?! Bisa begitu?!”. Manun terkejut terheran-heran.

“jan-ken-pon!!”

Sora mengeluarkan gunting, sedangkan Manun mengeluarkan batu. Sora mendesis kesal. “tch!”

Manun langsung pasang ekspresi bangga. “huhum~ maaf ya Sora-nii, tapi Manun gak akan ketipu lagi sekarang!”

Shoose seketika mematung di tempat. Ia spontan bertanya. “Kalian biasa suit begini?”

Manun menunjuk kakaknya dengan dagunya. “biasa tuh, Sora-nii. Kalo udah suit bilang mau keluarin apa, pastinya biar Manun ngeluarin suit yang dia mau.”

Sora mendengus. “Bisaan ya kamu manfaatin jurusku?”

“Bisa lah! Kalo Sora-nii bilang mau ngeluarin batu, pasti biar Manun keluarin kertas biar Sora-nii bisa ngeluarin gunting. Ya Manun ganti aja sama batu.” Manun pasang cengir lebar. “gimana? Hebat kan Manun?”

Sora menyenderkan punggungnya di kursi. Tersenyum bangga. “oke, 1 kemenangan buat Manun dari 135 suit kita”

“YES!!”

Permainan suit sederhana itu segera memancing perhatian para orang dewasa yang tertarik pada dua anak yang bermain sambil memakai prediksi. Lain dengan mereka, Soraru menatap Dua anaknya datar seolah ia sudah sering melihat yang lebih sulit di baca di banding Biasanya. Manun meraih rubik dan mulai memainkannya. Soraru melirik Nyonya Aikawa yang menatap Manun penuh minat seolah wanita itu berharap banyak pada Manun.

“Yak, satu menit selesai.”

“Eh?!”. Manun menatap rubik di tangannya yang masih belum berbentuk. Maniknya segera berkaca-kaca dan menoleh kearah Sora. “Sora-nii...”

“Jangan nangis. Sini.”

Keduanya saling mendekat. Rubik berpindah tangan pada Sora dan timer kembali di jalankan. Bunyi rubik berpindah itu menambah ketegangan seluruh pasang mata. Putaran rubik begitu pelan. Melihat ini Nyonya Aikawa mengernyit. “apa dia bodoh? Ini pertandingan dan bukan waktunya mengajari orang lain.”

“diamlah.”

Sahutan itu segera mengagetkan semua orang. Mereka celingukan untuk kemudian sadar bahwa yang baru saja menyahut adalah Sora sendiri. Sedangkan Manun, anak itu terlalu fokus sampai tak menyadari sekitarnya.

Baby Breath || MafuSora  [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang