16. Aga kenapa?

63.2K 3.8K 61
                                    

Jangan lupa Votenya.

Happy Reading

_____


"Gue Dion, teman Kaila waktu SMP."

Aga dan Dion bertatapan lama, entah mereja memikirkan apa tapi tatapan mereka berdua sama-sama tajam.

Padahal kita juga satu sekolahan, tapi cuma beda kelas aja seharusnya Aga kenal, karena aku selalu bermain dengan Dion.

"Lo sekarang kerja di mana?" Aku mengalihakan pembicaraan kepada Dion.

"Kantor bokap gue Kai, gue anak tunggal jadi mau nggak mau harus bisa ngurus perusahaan bokap." jelas Dion panjang.

"Ohh, iya sih, tapi lo kan pinter. Jadi ga ada kesusahan lah ngurus perusahaan?"

"Ekhem!"

Obrolan kita terhenti Kala Aga berdeham keras, kelihatannya dia tidak suka aku berbicara dengan Dion.

"Ayo keburu malem." ujar Aga dingin.

"Yaudah Kai, kapan-kapan kita bicara lagi, gue boleh minta nomor lo kan?" Tanya Dion yang membuat Aga berdecak.

Soal panggilan, Aga dari dulu selalu memanggilku La La La melulu.

"Boleh."

Aku mengucapkan nomor telepon ku, setelah itu Aga baru menarikku menjauh.

Bukan apa-apa tapi sifat Aga ini memang begini dari dulu, kalau aku dekat dengan laki-laki dia selalu berusaha agar menjauhkan ku. Padahal dia bebas Pacaran sana-sini. Tapi itu dulu sewaktu SMA, semenjak kuliah kita jadi jarang komunikasi.

Semenjak kuliah, Aga sudah resmi berpacaran dengan Clarinna dan saat itu juga hubungan kita jadi renggang. Mungkin aku di anggap pho karena dulu aku dan Aga selalu bareng ke mana-mana.

"Kenapa sih Ga, aku masih mau bicara sama Dion." ucapku kesal, kita sekarang sudah di dalam mobil.

"Kenapa, kangen?"

Nada bicara Aga sangat tidak enak didengar.

"Iya, kita lama gak ketemu!" sekalian aja, aku mau mancing bagaimana reaksi Aga.

Rahang Aga terlihat mengeras, dia memilih melajukan mobilnya, tanpa menanggapi ucapanku.

Harusnya dia santai aja dong!

Sampai rumah wajah Aga masih saja jutek, apalagi kalau aku tanya dia hanya malas-malasan menjawab.

Kenapa harus marah coba? Dia dekat dengan Clarinna saja aku gak sampai begitu marahnnya.

"Aga mau makan nggak? ucapku kesal Aga sedang berada di ruang kerjanya.

"Hmmm." Cuma deheman panjang.

"Yang bener dong, keburu dingin lagi."
 

Aku berkacak pinggang di depan pintu ruang kerja Aga, dia fokus ke laptop tapi pikirannya entah ke mana. Begini sifat Aga yang cenderung diam tapi mukannya asem bener ketika marah, dulu juga begitu aku pikir dia udah berubah total, tapi sifat yang dulu-dulu ternyata masih melekat.

Aga berdiri dengan malas-malasan.

See.. dia udah kayak anak kecil kan?

Kami makan dengan tenang, tapi tak berselang lama karena baru beberapa suapan, handphone Aga berdering entah siapa yang menelponnya tapi dia langsung mengangkat saja.

Yang aku dengar dia cuma iya-iya saja selebihnya entah apa yang Aga bicarakan. Aku tidak begitu paham.

"Aku ada urusan sebentar." ujar Aga datar.

Marriage Life (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang