32. Good Vibes

45.4K 2.6K 14
                                    

Happy Reading.

______

Usia Zian kini sudah memasuki 6 bulan, aku lumayan terharu. Padahal dulu aku nggak pernah memikirkan kehidupan pernikahanku dengan Aga akan sampai pada tahap ini. Memiliki anak dan bahagia bersama.

"Gemes banget anak lo Kai."

Kalian masih ingat Thea, dia baru pulang dari luar kota kemarin. Dan baru sempat mengunjungi Zian, walaupun secara online kami masih sempat berkomunikasi sih. Tapi ya beda kalau bertemu langsung.

"Iyalah bibitnya aja ganteng." Bisa malambung Aga dipuji begini olehku. Untung orangnya masih bekerja, perusahaan memang lagi sibuk-sibuknya setelah Papa Erlan memberi tugas Aga proyek tambahan di Bali.

"Ck, dulu gue pesimis pernikahan kalian bakalan awet." Thea tertawa pelan.

Iya benar yang dikatakan Thea, dulu aku juga pesimis kok. Tapi sekarang aku ingin pernikahan kita awet. Tentunya karena hubungan kami sudah membaik, dan memulai pembicaraannya baru.

"Iya sama kok, Ya. Tapi sekarang gue berharap pernikahan kita langgeng."

"Gue bantu doa ya, Kai."

Thea sampai sekarang belum menemukan pendamping hidupnya, dan aku lihat dia jarang bersama dengan laki-laki bahkan sampai saat ini pun masih sibuk kerja kelihatan-nya.

"Lo nggak mau nyusul gue gitu Ya, kasih Zian temen." tanyaku disertai candaan. Kadang dia memang harus dipancing lebih dulu agar mau bercerita tentang kehidupannya.

Thea lumayan tertutup, aku jadi kesal sendiri kadang, saat dia menyembunyikan masalahnya, kan dia sudah aku anggap keluarga sendiri. Tapi belum membuatnya mengerti juga.

"Kalau udah saatnya gue juga nyusul kok, Kai." balasnya dengan wajah tidak ada khawatirnya.

Padahal umur kita hampir memasuki kepala tiga.

Berdecak pelan, aku akhirnya pasrah saja apa yang dilakukan oleh Thea. "Gue tunggu kabar baiknya."

Thea tidak menjawab, hanya memberikan jempol saja, sebagai tanda mengakhiri pembahasan seputar jodohnya.

*****

Aku mulai menyalakan mobil untuk ke kantor Aga, dia menyuruh untuk membawakan makanan saja dari rumah. Karena kantor sedang sibuk-sibuknya. Aga jadi tidak bisa pulang ke rumah untuk makan siang seperti kebiasaan-nya setelah Zian lahir.

Memang sekarang dia tambah manja. Sifatnya persis seperti saat dia masih dekat denganku dulu, selalu perhatian.

Setelah selesai memarkirkan mobil, aku langsung masuk saja ke kantor Aga. Katanya sekretaris Aga baru, aku belum sempat menanyainya lagi sih. Saat sudah masuk ke dalam kantor Aga, hampir semua karyawan menyapa. Aku sedikit heran padahal terakhir kali aku kesini, hanya tatapan judes yang diberikan kepada ku.

"Mau ketemu Bapak, Bu?" belum sempat bertanya. Seorang perempuan yang berpenampilan rapi standar perkantoran menghampiri ku.

Ini yang kata Aga sekretaris baru?

"Iya."

"Silahkan langsung masuk Bu, Bapak tadi udah pesan sama saya." ucapnya ramah senyum tipisnya tidak hilang dari bibirnya.

Sedikit lucu juga, ada yang berbicara formal kepadaku, jarang-jarang aku diperlakukan begini. Karena aku memang cuma karyawan biasa kalau di kantor Wildan.

"Makasih ya." ujarku tak kalah ramah.

Aku langsung masuk saja membawa rantang makanan yang dipesan Aga. Dia menyuruhku untuk memasak makanan kesukaannya. Zian terpaksa bersama Mama Wulan lagi jadinya.

Melihat Aga yang langsung mengalihkan tatapan-nya kepadaku. Dia berdiri dari kursi kerjanya.

"Cepet banget," tanyanya menghampiriku. Iyalah ini aja dibantu Mama Wulan, jadi sebelum jam istirahat kantor Aga, aku sudah berhasil membuat beberapa menu.

"Dibantu Mama Ga, untung ya Mama Wulan baik, kamu sebagai anaknya harus bersyukur dong." cibirku karena tau kelakuan Aga lumayan bengal.

Dia hanya tersenyum lebar saja.

"Aku udah laper La, tuh lihat kerjaannya numpuk banget. Papa nih mau pensiun ya nunggu Erza lulus lah." Aga menjawab kesal.

Aku tertawa pelan. Aga dari dulu memang tidak berubah, tetap punya rasa kesal berlebih tapi tidak membantah. "Resiko anak pertama Ga."

"Iya tau. Udah aku mau makan bukan bicara aja."

Aku menuruti perkataan Aga, dan segera membuka rantang makanan yang kubawa. Menyaksikan Aga makan lahap saja membuatku tersenyum. Semudah itu kan?

"Oh ya, Sekretaris kamu kok nggak asing ya Ga. Kaya pernah lihat."

Memang benar, aku pernah melihat wajahnya tapi lupa di mana? Atau memang wajahnya pasaran. Tapi kok-

"Kayak mantan kamu!" teriakku tiba-tiba.

Aga langsung tersedak dari acara makan nikmatnya. Dia langsung menyambar tumbler di depan-nya, dan langsung meneguknya cepat.

Oh iya aku baru ingat, dia pernah berpacaran dengan Aga. Adik kelas kita yang dulunya terkenal pendiam. Walaupun cuma dua bulan sih. Aga dulu memang brengsek sih, menjadikan-nya taruhan semata, untung dia nggak dendam di perlakukan begitu. Waktu Aga memutuskan hubungan keduanya. Dia terima dan bersikap biasa. Padahal Kaila yakin, Diana mantan pacar Aga, tahu kalau cuma dijadikan taruhan.

"Aku ngerasa nyesel kayaknya La, bisa-bisanya dulu aku se brengsek itu."

Sadar juga kamu Ga.

"Terus gimana? Udah terlanjur."

Aku rasanya ingin tertawa saja melihat ekspresi Aga yang masam. Dia teringat dosanya dulu.

"Iya sih, kamu malah ngingetin padahal tadi aku pikir kamu nggak akan ingat siapa Diana." ujarnya kesal.

"Iya maaf, udah makan lagi habisin, tanggung itu." tunjuk ku pada makanan Aga yang tersisa sedikit.

Alih-alih takut, aku malah menanggapi biasa saja bahwa ada mantan Aga yang bekerja di sini. Apalagi jadi sekretaris Aga yang sudah pasti akan berada di dekatnya.

Aga sudah sangat berubah, sangat tidak etis jika aku masih meragukan-nya. Mengingat dia yang berusaha untuk bertahan bersamaku dengan adanya Zian. Yang membuat hubungan kami semakin erat.

****

Seperti biasa Aga akan bermanja denganku setelah pulang kantor. Yang minta dipijit lah, buatin teh chamomile untuk merilekskan badan. Dan ada saja hal yang lain.

"Makasih ya La, siapa sih yang nggak betah punya istri kayak kamu." ujarnya tersenyum manis

Dih mulai keluar sifat buayanya.

"Gak cocok kamu gombal Ga! Udah punya buntut." balasku sarkas. Kadang Aga bisa jadi mode menyebalkan seperti sekarang.

"Gapapa dong sama istri sendiri, siapa yang larang?" tanya-nya sambil menaikan alisnya.

Dih dasar, kelakuan Aga semakin membuat kepalaku pusing saja. Karena aku tidak tahan digoda olehnya.

Baru saja aku bilang, Aga sudah mencium bibirku kilat. Sebelum semakin jauh suara tangisan Zian menyadarkan kita. Terpaksa aku bangkit dari ranjang dan menuju ke box bayi tempat Zian berada. Dia sering haus di jam segini.

Dan aku lihat tatapan Aga yang sudah pasrah saja, dia kalah dengan anaknya sendiri. Lagian aku juga capek. Jadi bersyukur Zian menghentikan aktivitas yang akan terjadi nantinya.

"Maaf ya Ga, kamu kalah sama anak sendiri." ujarku menggodanya.

"Awas aja ya La!" balasnya dengan tatapan menyelidik.

Aku hanya tertawa pelan saja, melihat eskpresi kesal Aga.

[BERSAMBUNG]

Hai-hai, aku update! Ayo ramaikan part ini. Sebentar lagi Marriage Life akan tamat loh. Jadi author udah siapin cerita baru.

Jangan lupa vote dan komen yang banyak.

See you

Marriage Life (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang