31. Kehidupan Pernikahan

53.1K 2.7K 11
                                    

Happy Reading.

_______

Setelah mendengar kabar bahwa Wildan mengalami kecelakaan kemarin, kita berniat untuk mengunjunginya.

Zian kita titip di rumah bersama Mama Wulan.

Katanya udah di bawa ke rumah, lukanya tidak begitu serius. Jadi bisa pulang langsung. Aku sedikit heran dengan Wildan, dia lagi ada masalah apa? Kelihatannya dia sedang tidak baik-baik saja.

Setelah melalui perjalanan selama 10 menit, kita sampai juga di rumah yang di tempati Wildan dan Clarinna setelah menikah. Lumayan dekat dengan rumah kita. Masih di kawasan perumahan elit.

"Loh ada Gisel juga di sini." aku cukup kaget kala mendapati Gisel juniorku di kantor Wildan dulu.

Ada beberapa rekan kerjaku dulu juga sih, ternyata kita malah barengan jenguknya.

"Iya Mbak Kai, setelah pulang kantor temen-temen ada rencana jenguk, aku sih ikut aja." ujar Gisel yang sedikit agak canggung mendapati wajah pias Clarinna.

Masih ingat Gisel kan? Itu loh, yang agak naksir sama Wildan. Eh malah endingnya begini, entah Gisel sakit hati atau nggak. Tapi masih kelihatan kalau dia suka dengan Wildan. Dilihat dari gelagatnya yang menghindari bertatapan dengan Wildan.

"Duduk dulu, padahal gue cuma pegal-pegal dikit nih. Malah pada jengukin."

Wildan yang memecah keheningan di antara kita.

"Liat kaki kamu diperban? Masih aja bilang pegel doang!" Clarinna yang tidak terima kata-kata Wildan langsung menyambar. Kelihatannya dia sangat kesal.

"Luka kecil aja Rin." bantah Wildan dengan wajah mengejeknya.

Mungkin sudah terlanjur kesal Clarinna langsung memukul lengannya.

"Sakit lah Rin, tega banget orang lagi sakit juga." gerutu Wildan mengusap sekilas leganya padahal Clarinna cuma memukul pelan tapi reaksi Wildan berlebihan. Nggak berubah emang.

Dulu Wildan dan Clarinna sudah seperti musuh saja, sekarang malah menjadi suami istri. Takdir memang sangat lucu bukan?

"Maaf ya, dia orangnya memang suka becandaan." Clarinna menatap tamu-tamu yang ada di rumahnya.

"Gimana bisa lo kecelakaan Wil." Aga yang sedari tadi diam, berbicara juga.

"Ya biasalah kayak nggak tahu laki-laki aja lo." Wildan seakan menghindari topik pembicaraan ini.

"Itu diminum dulu semuanya." lanjutnya lagi.

"Ehem, saya pulang sekarang aja Pak, cepat sembuh ya." Gisel yang sedari tadi duduk di sampingku berdiri.

"Kok buru-buru? Itu minuman kamu belum diminum." tegur Wildan,

"Maaf Pak, adik saya udah nanyain terus dari tadi, saya pamit sekarang Pak, Bu." Gisel sedikit mengangguk kepada Clarinna, tapi kelihatannya tidak dibalas sama sekali. Apa Clarinna udah tau Gisel sedikit naksir Wildan. Makannya dia cenderung cuek terhadap Gisel.

Padahal Gisel sedikit polos, mungkin terasa terintimidasi dengan tatapan Clarinna yang mengarah kepadanya.

Gisel sudah tidak memiliki orang tua, dan hanya tinggal bersama adik perempuannya. Dia jadi tulang punggung untuk memenuhi kehidupan mereka berdua. Wildan yang menemukan Gisel, merasa kasihan dengan kehidupan Gisel, Wildan memberi kerjaan di kantornya.

Sedikit miris ya.

"Yaudah hati-hati dijalan." ujar Wildan, yang malah mendapat tatapan tajam dari Clarinna.

"Iya Pak." Gisel tersenyum tipis.

Diikuti yang lainnya, sekarang tersisa aku dan Aga di sini.

"Zian nggak diajak?" tanya Clarinna memecahkan keheningan di antara kita.

"Enggak Rin, nanti kalo udah agak besar aja dibawa." Aga yang menjawabnya.

Setelah itu hanya diisi perbincangan kita yang tidak begitu penting, menghabiskan waktu hampir satu jam lamanya, dan Clarinna yang aku lihat masih menampilkan wajah kesalnya. Aku hanya diam saja takut merusak mood Clarinna yang lagi tidak baik.

Mungkin sedikit cemburu dengan Gisel tadi, sebelum dengan Clarinna, Wildan memang lumayan dekat dengan Gisel.

****

"Kamu tau nggak Ga?" tanyaku setalah Aga menjalankan mobilnya, meninggalkan pekarangan rumah Wildan.

"Nggak dikasih tau mana tau."

Ck, nggak bisa serius sedikit apa.

"Gisel tadi karyawannya Wildan yang naksir dia, eh harapannya putus seketika deh. Kasihan ya?" daripada di mobil hening, mending aku ngobrol aja sama Aga.

"Tau dari mana dia suka sama Wildan?" tanya Aga yang mengerutkan alisnya.

"Dari gelagatnya aja udah bisa ditebak Ga, masa kamu nggak ngerti juga sih, perempuan itu lebih peka dari pada laki-laki!"

"Ya biarin mau gimana lagi? Wildan juga udah nikah."

"Kasihan tau." balasku sedih.

Aku bisa merasakannya, kalian juga tahukan dulu aku juga suka dengan Aga, yang sayangnya tidak terbalas-balas. Harus menunggu berapa tahun dulu, akhirnya kita bisa bersama. Walaupun aku belum tahu apakah Aga benar-benar mencintaiku seperti yang diucapkannya.

Tapi aku percaya dia.

"Udah nggak usah mikir yang berat." Aga mengelus kepalaku.

"Iya, biar takdir yang menentukan."

Aga tersenyum tipis menatapku.

****

Kita sampai di rumah jam 8 lebih, tentunya Zian sudah tidur di box bayinya. Semenjak ada Zian Mama Wulan sering menginap di rumah kita, katanya di rumahnya Mama kesepian, pada punya kesibukan masing-masing. Dinda yang mau masuk kuliah dan Erza yang melanjutkan S2 nya. Papa Erlan tentu saja masih bekerja mengurusi perusahaan pusat.

"Akhirnya kita bisa berduaan La." Aga menatapku dengan pandangan menggodanya. Ya semenjak ada Zian ada saja halangan kita, Zian yang lagi nangis lah. Atau Aga yang sibuk kerja.

Mama Wulan tidur bersama Zian, pengen tidur bareng katanya. Dan kasih kesempatan untuk aku dan Aga berduaan malam ini. Ternyata Mama cukup peka juga, iyalah dia pasti sudah lebih berpengalaman.

"Memangnya mau apa?" tanyaku pura-pura tidak tahu.

Ternyata semua laki-laki sama aja, kalau sudah dikasih jatah pasti full senyum. Berbanding terbalik dengan Aga yang awal-awal menikah dulu, super cuek. Dia malah ketagihan melakukan hal itu. Awalan sok nolak juga, di malam pertama dia malah kerja. Kan jahat banget sebagai suami bukan?

"Masa nggak tahu sih La, udah lama loh." jawab Aga sambil menepuk sebelah ranjangnya. Tatapannya pun mesum!

Saat ini aku masih menggunakan rangkaian skincare malam ku. Tentu membutuhkan waktu yang sedikit lama kan.

"Kan aku nggak dikasih tau Ga, mau apa memangnya?" tanyaku pura-pura polos.

Yang malah membuat Aga berdecak, tak lama dia menyusul ku di depan meja rias. Dia masih memandangiku yang belum selesai juga melakukan perawatan wajah. Perempuan itu memang ribet Ga, penampilannya tetap harus terjaga. Suami-suami sekarang banyak yang melirik wanita lain.

Aku berjengkit kaget kala Aga langsung menggendong ku menuju ranjang. Dasar nggak sabaran banget jadi orang!

Ini sudah seperti kehidupan pernikahan yang ku inginkan, semoga kebahagiaan ini akan terus menerus sampai maut memisahkan kita. Membesarkan Zian bersama-sama dan adik-adik Zian nanti. Perjalanan kita masih panjang tentu saja, harus kuat menghadapi badai-badai rumah tangga yang akan kita terima.

[BERSAMBUNG]

Masih mau berapa chapter lagi nih. Kalau tamat jangan kaget ya🤭

Pasutri ini lagi bahagia-bahagianya.

Jangan lupa vote dan komen ya. Ayo ramaikan part ini!

See you next chapter?

Marriage Life (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang