Jean terbangun dini hari, ia bangkit dengan hati-hati agar tidak terjatuh dari sofa kecil tempatnya tidur yang berada di ruang inap itu.
Sudah dua hari Jean bermalam dirumah sakit di karenakan darah tinggi Mbok Ratih kambuh dan harus dirawat untuk memantau kondisinya. Sebenarnya Mbok Ratih sudah menyuruh nonanya untuk pulang saja dan beristirahat dengan benar di rumah namun Jean tidak mau.
Sama seperti Mbok Ratih seperti cucunya sendiri, Jean pun memperlakukan Mbok Ratih seperti neneknya sendiri. Saat Jean sakit, Mbok Ratih selalu disisinya dan tentu saja tidak alasan apapun bagi Jean untuk meninggalkan Mbok Ratih yang kini sedang sakit.
Mbok Ratih adalah pembantu rumah tangga yang sudah menjadi bagian dari keluarga Jean jauh sebelum Jean lahir kedunia bahkan. Seperti yang pernah Mbok Ratih katakan, Papa dan Bunda Jean menerima Mbok Ratih saat ia sendirian dan sangat membutuhkan bantuan.
Saat itu, dua puluh tahun yang lalu Mbok Ratih yang berusia tiga puluh tahun, yang berasal dari desa ditinggalkan sebatang kara di kota besar ini oleh suaminya yang kabur dengan membawa semua tabungan yang dimiliki Mbok Ratih untuk bertahan hidup di kota yang sebenarnya merupakan upaya untuk mencari penghidupan yang lebih layak usai kematian putra satu-satunya yang berusia sepuluh tahun.
Mbok Ratih yang saat itu tidak bisa berbahasa Indonesia dengan lancar berusaha keras bertahan hidup seadanya, bekerja semampunya dan tidak lelah menawarkan jas yang dimilikinya untuk bisa mendapatkan uang.
Dua puluh tahun lalu, di lampu merah, Ayuni, bunda Jean sedang dalam perjalan menuju PRT untuk menjemput pembantu yang sudah siap bekerja dengan keluarga kecilnya yang baru dibina dua bulan itu. Ayuni yang melihat Mbok Ratih tepat disebelah PRT tersebut, salah mengira Mbok Ratih lah pembantu dari layanan pencarian pembantu rumah tangga tersebut.
Mbok Ratih yang sebenarnya bukan dari yayasan tersebut terpaksa berbohong pada Ayuni agar mendapatkan pekerjaan sekaligus tempat tinggal yang layak setelah tiga bulan terkatung-katung di kota orang sedirian. Meski begitu, setelah tiga bulan bekerja akhirnya mbok Ratih memberanikan diri untuk jujur dan sungguh semua anugerah yang luar biasa yang di dapatkan Mbok Ratih karena ternyata Ayuni justru tidak masalah dengan hal tersebut. Ia bahkan menawarkan kenaikkan gaji karena merasa senang sekali dengan pekerjaan Mbok Ratih.
Sejak hari itulah, Mbok Ratih memutuskan untuk mengabdi pada keluarga ini. Termasuk terus menemani Jean yang kini berusia delapan belas tahun setelah ditinggalkan oleh semua orang terkasihnya.
Jean berjalan mendekati Mbok Ratih masih terlelap. Kemudian gadis itu menaikkan selimut mbok Ratih sampai menutupi hingga dadanya.
Selanjutnya gadis itu keluar dengan hati-hati dari ruang inap. Udara malam dingin sekali hingga Jean merapatkan jaket nya. Dirinya merasa lapar oleh sebab itu ia berjalan-jalan untuk mencari tahu apa ada mesin cemilan di rumah sakit itu.
Rumah sakit malam hari tampak lenggang, beberapa area terlihat gelap. Mungkin karena pasien area tersebut sudah tertidur.
Langkah kaki Jean terhenti saat melihat salah seorang terduduk sembari menunduk di depan ruangan. Jean tidak tahu ruangan apa itu, ia mendongak demi mencari informasi. ICU, begitu tulisannya.
Gadis itu berseger beberapa langkah saat beberapa perawat dan dokter berlarian. Rupanya sisi lain rumah sakit ini tetap aktif seperti siang hari.
Jean melihat seseorang terduduk di kursi tunggu sembari menundukkan kepalanya dalam-dalam.
-Apa keluarga orang itu yang sedang di tindak di ICU? Kasihan sekali ia menunggu sendirian.
Jean di sadarkan dengan bunyi perutnya yang kembali mengingatkan kalau dirinya lapar. Ia berniat melanjutkan langkahnya mencari makanan di dini hari sebelum Jean kembali di buat berbalik karena seseorang memanggil namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Touch My Food
Teen FictionJean, dibacanya Jian ya bukan Jin. Meski gadis ini memang selalu mengastralkan dirinya agar tidak terlihat padahal nama tengahnya juga bermakna keberadaan. Kean, tetap dibaca Kean, nama lengkapnya Kenneth Danielle. Tapi Kean tidak suka nama aslinya...