Nasi goreng puncak

1.4K 308 91
                                    

"Neng" Mbok Ratih membuka pintu kamar Jean perlahan. Dilihatnya gadis itu masih tertidur.

"Neng bangun, katanya harus ke puncak."

Jean menggeliat, menutupi wajahnya dengan selimut. Mbok Ratih tidak menyerah, urusan tarik menarik selimut dengan Jean sudah menjadi hal biasa.

"Ayo bangun Neng"

Jean akhirnya menyerah, ia membiarkan mbok Ratih membuka selimut nya. Mau tidak mau ia juga harus membuka mata. Kali ini Jean menatap Mbok Ratih dengan tatapan memelas. "Mbok aku nggak mau ikut malam akrab"

"Loh kok nggak mau, katanya kalo nggak ikut nanti nggak lulus?"

"Uang Papa masih berapa ya Mbok?"

"Buat apa?"

"Nyogok aja ya?"

Mbok Ratih langsung memukul Jean. "Siapa yang ngajarin gitu! Udah Neng buruan bangun nanti telat"

"Ah mbok" rengek Jean.

Mbok Ratih pura-pura tidak mendengar, ia melenggang meninggalkan Jean.

"Mbok tunggu dibawah, cepetan Neng!"

Jean menendang-nendang selimutnya, merengek. Ia sungguh tidak mau berangkat.

"Cepetan siap-siap, Neng Jean!"

.

Ucapan adalah Doa, Jean percaya itu sehingga ia memancing Mbok Ratih untuk mendoakan nya telat dan ya ia benar-benar telat kini.

Bus sudah hampir berangkat. Hal itu sejujurnya membuat nya senang sehingga ia tidak perlu berbasa-basi dengan siapapun dan bisa langsung duduk di tempat yang kosong. Sendirian.

Namun, bukan 'kah hidup sering kali tidak berjalan sesuai dengan harapan? Kemalangan yang pertama terjadi dari telatnya Jean tiba ke kampus adalah ia yang teringat kalau bekal makanannya tertinggal. Satu jam untuk pulang pergi bukanlah waktu yang sedikit, oleh sebab itu ia tidak di izinkan untuk mengambil bekal tersebut. Akhirnya Jean harus pasrah berangkat dengan tidak membawa bekal makanan apapun.

-Ya salah aku juga sih.

Sialnya kemalangan Jean tidak berhenti disitu, ia dihadapkan dengan kemalangan selanjutnya yaitu, alih-alih mendapatkan kursi kosong sendirian seperti yang di harapkan, Jean justru harus duduk dengan seorang lelaki yang tidak ia kenali karena kursi paling depan di sebelah lelaki asing itu lah satu-satunya kursi yang tersisa.

Baiklah, Jean sadar diri nya tidak memiliki hak untuk protes, ia menyadari sikapnya yang memang mengastralkan diri. Ia tidak bisa menyalahkan siapapun saat tidak ada gadis yang bersedia duduk di sebelahnya atau menyisakan barang satu kursi untuknya.

Berhubung orang di sebelahnya kini tampak cocok dengannya, yaitu tidak tertarik basa basi-ia bahkan mengenakan masker hitam dan kacamata hitam-Jean men sugesti dirinya kalau kesialan ini telah seketika berubah, baiklah Jean akan menganggapnya menjadi sebuah keuntungan.

Perjalanan akan berlangsung selama lebih dari dua jam, Jean memilih mengikuti jejak teman sebangku nya yang sama-sama menggunakan makser, memasang headset dan menggunakan kacamata hitam untuk tetap diam sembari berusaha tertidur di tengah keributan di belakang.

Don't Touch My FoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang