Mbok Ratih tampak senang meja makan besar itu kini lebih banyak terisi karena kehadiran teman nona mudanya. Sudah lama sekali sejak terakhir meja makan terasa hangat.
Meski membutuhkan waktu sedikit lama untuk menyiapkan makanan tetapi Kean dan Raka tidak bosan karena yang satu asik memperhatikan interior rumah Jean yang menurut Raka menarik, semi klasik.
Dan yang satunya sibuk memperhatikan Jean, bukan karena menarik tetapi karena khawatir. Wajahnya pucat, matanya sayu dan pipinya yang selama ini sedikit tampak berseri kini tidak lagi.
"Ada apa di mukaku? dari tadi di liatin terus."
Kean menggeleng pelan. "Nggak ada apa-apa, tapi kamu beneran baik-baik aja? Mau aku anterin ke dokter atau kemana gitu yang bisa bikin kamu ngerasa lebih baik?"
Jean tersenyum tipis. "Aku nggak tau kalau kamu banyak ngomong juga ternyata, dari tampilan luarnya kayak cowok-cowok sok keren"
"Jean"
"Aku nggaa apa-apa, Kean. Beneran deh. Dan satu-satunya yang bikin aku ngerasa lebih baik ya makan."
Raka mengalih pandangan, bergabung dengan pembicaraan kedua temannya. "Udah deh Yan, Jean bilang dia baik-baik aja. Kalau lo mau bikin dia makin ngerasa baik, lo makan yang banyak. Soalnya kondisi lo sekarang menghenaskan dari pada Jean yang sakit"
Jean tertawa pelan. "Raka bener Yan, kayaknya kamu keliatan lebih butuh bantuan dari pada aku"
"Aku justru baik-baik aja, jangan dengerin Raka"
Solois itu berdecak tidak terima. "Jangan dengerin Raka gimana? Siapapun juga pasti ngira Kenneth Danielle itu tekanan batin karena kurus" ujar Raka berapi-api hingga tanpa sengaja menyebutkan nama asli temannya itu membuat Kean buru-buru menendang kaki Raka.
Raka yang tersadar segera menutup mulutnya dengan kedua tangan dengan harapan dapat mengulang waktu sedetik yang lalu dan mengubah tatanan kalimatnya, namun tentu saja itu tidak akan terjadi. Beruntung Mbok Ratih segera datang sehingga membuat perhatian teralihkan.
Dari sudut Kean ia memperhatikan bagaimana reaksi Jean yang membuat nya bernafas lega karena gadis itu lebih antusias melihat menu makan siang yang disajikan. Mata sipit yang sebelumnya sayu, meski tidak menjadi begitu segar setidaknya cukup berbinar kini.
"Nah, ini makanannya udah jadi semua" ujar Mbok Ratih sembari meletakkan piring terakhir berisi capcay.
Raka tampak terkejut dengan makanan yang di sajikan lebih dari tiga menu, ia rasa Mboknya Jean ini sangat senang dengan kehadiran mereka. "Ini nggak berlebihan Mbok?"
Mbok Ratih mengibaskan tangan di udara. "Berlebihan apanya, ini cuma makan siang biasa kok. Ayo atuh, Aa sama Neng makan"
"Bener kata Mbok, Ka. Silahkan kalian makan yang banyak, katamu temenmu kayak tekanan batin" Sudah dua kali Raka menyebut Kean seperti orang tekanan batin dan setelah dilihat-lihat Jean sedikit banyak setuju dengan pendapat Raka. Jika tidak sedang menggunakan Jas dan pundak tegapnya tidak menggendong tas seperti sekarang, Kean memang terlihat kurus.
Raka melihat ke arah Kean dengan tawa yanng ditahan karena merasakan sedikit khawatiran kalau-kalau Kean marah dan dirinya akan ditinggal tidak akan dibawa pulang. Namun rupanya Kean justru tersenyum. Mungkin karena Jean yang berbicara.
"Aku nggak tekanan batin, Jean"
"Meski enggak juga tetep makan yang banyak, ngadepin dunia yang sulit itu butuh tenaga."
"Jean yang ngomong aja di baikkin, coba gue yang ngomong di timpuk centong kali."
Kean mengangkat lebih tinggi centong nasi yang sedang pegangnya. "Mau beneran gue timpuk?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Touch My Food
Fiksi RemajaJean, dibacanya Jian ya bukan Jin. Meski gadis ini memang selalu mengastralkan dirinya agar tidak terlihat padahal nama tengahnya juga bermakna keberadaan. Kean, tetap dibaca Kean, nama lengkapnya Kenneth Danielle. Tapi Kean tidak suka nama aslinya...