"Itu bagus, Jean" puji psikiater bernama Rahma itu saat Jean bercerita seperti nya ia sudah bisa menerima Raka dan Kean menjadi temannya.
Selayaknya seorang teman, Jean ingin membantu meringankan beban Raka meski tidak banyak yang bisa ia lakukan. Ia juga ingin menyemangati Kean beserta Kinan meski sekali lagi—tidak banyak dampak yang bisa ia berikan.
Jean memberikan lembaran harian yang harus di isi oleh Jean setiap harinya. Mbak Rahma—begitulah Jean memanggil psikiater tersebut, tersenyum penuh kebanggaan melihat perkembangan Jean yang sudah jauh lebih baik.
Selanjutnya mbak Rahma mulai bertanya-tanya seputar keseharian Jean lainnya dan perasaannya belakangan ini.
Mbak Rahma tersenyum hangat mendengar untaian cerita yang Jean ucapakan yang hampir semuanya berisi kisah yang jauh lebih baik dari beberapa minggu terakhir Jean konsultasi. "Saya senang Jean kamu sudah jauh lebih baik"
Jean tersenyum senang.
"Obat anti depresan, kamu masih sering minum?"
"Akhir-akhir ini perasaan saya jauh lebih stabil, jadi tidak saya minum lagi. Apa tidak apa-apa?"
"Kalau begitu mari kita hentikan penggunaan obat anti depresan nya, bagaimana menurut Jean?"
"Jika itu yang terbaik saya ikut, Mbak"
"Baik kalo begitu, kita hentikan obat tersebut dan namun tetep konsultasi dua minggu sekali"
"Baik, Mbak"
Jean keluar dari ruang praktek Mbak Rahma dengan senyum yang masih menggembang karena ia harus menyapa seseorang yang sudah menunggunya sembari memegangi jus strawberry kesukaannya.
"Maaf ya lama nunggunya."
Kean menggeleng, tidak masalah baginya. Ia memberikan jus strawberry tersebut. "Aku justru yang minta maaf. Maaf ya aku kecepatan belinya jadi leleh duluan es nya"
"Nggak apa-apa, Kean. Masih enak di minum ini."
Ini kedua kalinya Kean menemani Jean untuk konsultasi dan Jean jadi sadar bahwa Kean adalah orang yang sangat pengertian.
Selain ia menunggu dengan sabar sembari selalu menyediakan makanan entah minuman untuk Jean usai selesai konsultasi, lelaki itu tidak pernah banyak bertanya tentang apa yang terjadi dan apakah Jean sudah dinyatakan sembuh atau belum. Ia hanya selalu ada dan selalu tersenyum, ia sosok teman yang Jean butuhkan. Tidak banyak bertanya sehingga ia tidak harus menjelaskan banyak hal yang mungkin ia tidak ingin bahas juga.
"Habis ini kita ke Raka?"
"Iya, dia udah masak banyak kayaknya"
"Wah, asik, kita makan malam disana"
"Diem-Diem Raka tuh pinter masak tau"
Jean melompat pelan, ia bersemangat untuk segera mencicipi masakan solois itu.
.
Saat Kean bertanya apa yang akan Raka selanjutnya, dan inilah yang Raka lakukan.
Berdiam.
Ia mogok kerja, mogok bicara dengan manajernya, mogok ditemuin orang selain kedua temannya—Kean dan satu teman barunya, Jean.
Raka juga tidak mengganti ponselnya yang mati sehingga ia sulit dihubungi, tidak membukakan pintu untuk manajernya dan tidak berangkat kuliah selama satu minggu ini.
Sampai kapan Raka akan seperti ini? Sampai direktur utamanya bersedia berbicara langsung dengannya lalu memberi tahukan nya apa yang sebenarnya terjadi mengapa menulis keputusan sepihak dan meminta maaf atas pernyataan nya pada Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Touch My Food
Novela JuvenilJean, dibacanya Jian ya bukan Jin. Meski gadis ini memang selalu mengastralkan dirinya agar tidak terlihat padahal nama tengahnya juga bermakna keberadaan. Kean, tetap dibaca Kean, nama lengkapnya Kenneth Danielle. Tapi Kean tidak suka nama aslinya...