Kinan masih tidak sedikit pun reda dari marahnya demi mendengar cerita dibalik lagunya yang dicuri karena perusahaan Raka terancam bangkrut.
"Kenapa nggak minta suntikan dana dari Papa aja sih!"
"Nggak gitu konsepnya, banyak yang harus dilalui sebelum akhirnya suatu perusahaan bisa nerima dana dari perusahaan lain" jelas Raka masih berusaha meredam amarah Kinan khawatir gadis itu kenapa-kenapa jika emosinya terlalu tinggi.
Wajah melas Raka akhirnya membuat Kinan menghela nafas. "Iya deh, aku nggak ngerti prosedurnya harus gimana. Tapi terus, sekarang?"
Raka mengulas senyum kini. "Aku stay, perusahaan ku butuh banyak uang buat balas dendam" tawa jahat terdengar di ujung kalimat.
Kinan akhirnya ikut tertawa pelan. "Baguslah" ujarnya dengan mata yang kini sudah berubah binar menjadi penuh empati menatap Raka yang bersemangat.
"Kedepannya laguku nggak akan dicuri lagikan?"
"Aku usahain enggak, aku juga udah bilang ke kepala studio ku kalau setiap kali comeback bakal ada satu atau dua lagi dari luar dan mungkin akan konsisten. Dari kamu."
"Beneran?!"
Raka mengangguk antusias. Tentu saja ini bukan kebohongan, ia butuh waktu lama untuk meyakinkan perusahaan bahwa kerja samanya dengan pihak luar, yaitu Kinan akan membawa dampak baik dan Raka berusaha meyakinkan juga bahwa warna musik kini akan bervariasi jadi inovasi akan tetap ada. "Beneran. Mereka tanya soal royalti nya, nah makanya aku disini sekarang. Kamu mau kerja profesional?"
Mata Kinan terbelak, bukan karena senang tapi karena—ayolah lihat keadaan sekarang. Ia bahkan merentangkan tangannya yang tidak pernah lepas dari infusan dan baju yang tidak pernah berganti motif. "Aku kerja profesional? Kamu nggak pernah jenguk aku dari lama, sekali nya dateng kalau nggak bawa masalah ya bawa informasi yang bikin aku sakit jantung juga kayaknya. Aku kerja profesional? yang bener aja Raka?!"
"Lah emang kenapa?! Apa salahnya, kamu bisa bicarain sama Kean, Papa dan Mommy mu gimana pendapat mereka kan"
Kinan langsung menggeleng lemah. "Ah Raka, kamu tau lah. Aku pulang kerumah dua minggu, di rawat lagi satu bulan. Gimana bisa aku kerja? Ah udah lupain! Mereka juga pasti nggak akan ngijinin aku. Lagian Papa kaya, aku ngga butuh royalti kok. Em aku mau lagu ku sampe ke Mas aja kayak biasa. Itu hak cipta tetep punya kamu."
Sorot mata Raka berubah sedih. "Ini kesempatan bagus loh Kinan."
"Aku tahu, tapi aku juga lebih tau kondisiku kayak apa. Aku nggak akan bisa profesional, aku ngga tau kapan aku tetep baik-baik aja kayak gini atau ngga bangun-bangun kayak kemarin"
Raka menunduk, perkataan Kinan memilukan tapi ia tidak bisa membantah nya. Itu benar dan yang paling menyakitkan dari kebenaran tersebut adalah fakta ia bahkan tidak bisa membantu banyak.
"Jangan sedih gitu ah, kayak baru kenal aku kemarin aja!"
Kinan meraih tangan Raka seraya memberikan kekuatan membuat Raka menantap gadis yang dicintainya itu dengan tatapan lebih sendu sementara Kinan tersenyum lembut. Disaat seperti ini Raka semakin merasa payah sebab ia justru yang dikuatkan alih-alih menguatkan.
"Aku bakal berjuang buat bener-bener sembuh dan lepas dari semua ini" Kinan sekali lagi menunjukkan dirinya yang dibalut baju rumah sakit dengan selang-selang yang menempel pula pada badan nya. "Sampai saat itu tiba biarin semuanya kayak gini, aku yakin keadaan akan berubah. Aku akan berusaha dan berdoa. Jadi kamu jangan sedih gini, bantuin aku dengan semangat dan doa juga. Okey?"
Raka mengangguk pelan. Ia bisa merasakan tenggorokan nya kini tercekat, Raka tidak sanggup berbicara atau suaranya yang parau pasti akan terdengar.
"Ini hari senin loh, kamu nggak ada kelas sampe sore? Bukannya biasanya ada kata Mas? atau sebenarnya itu alesan kamu biar nggak nemuin aku?!" Kinan memalingkan wajahnya melihat jam menujukkan pukul tiga sore seraya merubah topik pembicaraan.
Raka menggeleng pelan, kelasnya sudah selesai dari jam dua siang tadi—sekali lagi Raka tidak sanggup bicara.
Kinan seperti nya mengerti apa yang terjadi pada lelaki yang sama ia cintai juga. Gadis itu merentangkan tangannya menyambut Raka dalam peluknya. "Sini"
Raka menggeleng.
"Sini!" Kinan memaksa hingga Raka akhirnya menurut.
Tepat saat kepala Raka berada dibalik bahu Kinan air mata lelaki itu luruh.
"Aduh" Kinan menghela nafas, ia sadar betul ucapan dan perilakunya sekali lagi menyakiti Raka meski ia hanya mengatakan yang sebenarnya. "Raka, Raka, mau sampe kapan kamu gini karena keadaan aku hem? Aku bakal baik-baik aja, Ka. Kamu nggak liat apa?"
"Kamu harus sembuh, Kinan" ujar Raka yang benar saja suaranya parau.
"Aku bakal sembuh, kalo pun enggak karyaku akan tetep nemenin kamu kok"
Tangis Raka semakin pecah, Kinan sebenarnya merasakan kepiluan yang sama. Namun jika ia ikut menangis itu akan membuat Raka semakin hancur.
Sudah terlalu banyak orang yang terluka karena sakitnya, setidaknya ia harus berusaha tegar untuk mereka. Sederhana menepuk-nepuk pundak Raka seperti sekarang.
"Ah Raka, Raka. Aku nggak apa-apa kok, aku nggak apa-apa. Adek kecil cengeng ah."
.
Jean baru selesai menemui dosen berdiskusi tentang makalah nya yang akan di jadikan jurnal bersama dosen tersebut.
Gadis itu juga baru saja mendapatkan pesan dari teman sejatinya yang semakin hari tidak pernah absen dari menanyai dimana dirinya seusai kelas. Jean langsung menelpon nomor tersebut.
"Dimana?" Tanya Jean pada seseorang di seberang ponsel.
"Arah jam dua belas."
Jean langsung memutar kepalanya mencari sosok yang berdiri di arah jam dua belas, tidak butuh waktu lama, Jean langsung bisa melihat lelaki mengenakan pakaian serba hitam namun tetap terlihat mencolok sedang melambaikan tangannya dengan tangan satunya masih mendekatkan ponsel ke telinga.
"Kelas selanjutnya jam berapa? Aku mau ajak kamu makan ketoprak enak kata Raka tapi tempat agak jauh"—Jean suka segala jenis makanan yang berbumbu kacang, termasuk ketoprak. Perpaduan lontong, tahu, bihun, bumbu kacang dan ditambahkan kerupuk yang dicampur adukkan adalah perpaduan cita rasa yang Jean sukai.
Sembari berjalan mendekat, Jean dapat melihat Kean menilik jam tangan nya.
"Kelas ku udah selesai semua"
"Oh ya bagus dong, kita—" Jean tidak bisa melanjutkan kalimatnya begitu pula langkahnya saat seseorang tiba-tiba saja berdiri di depannya.
"Halo, Jean, lama nggak jumpa ya" sapa seorang gadis berambut panjang yang kini tersenyum pada Jean.
Senyuman itu masih sama manisnya seperti yang Jean ingat terakhir kali. Namun senyum manis itu justru membuat perut Jean mulas dan jantung nya berdebar kencang.
Jean suka rasa campur aduk di ketoprak, tapi ia tidak suka perasaan campur aduk di hatinya seperti sekarang.
"Kesya" lirih sekali Jean menyebutkan nama itu. "Sedang apa kamu disini?"
.
Bersambung...
.08/03/22
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Touch My Food
Fiksi RemajaJean, dibacanya Jian ya bukan Jin. Meski gadis ini memang selalu mengastralkan dirinya agar tidak terlihat padahal nama tengahnya juga bermakna keberadaan. Kean, tetap dibaca Kean, nama lengkapnya Kenneth Danielle. Tapi Kean tidak suka nama aslinya...