Jean adalah sosok gadis yang berhati lembut, Kean tahu itu. Yang baru Kean sadari adalah gadis ini yang ternyata begitu pemaaf pada orang lain alih-alih dirinya sendiri.
Kean memang baru berteman dengan Jean kurang lebih satu tahun ini, namun mendengarkan kisah gadis itu bahkan turut andil dalam membuatnya berdamai dengan masa lalunya yang pilu itu membuat Kean merasa menjadi teman perjalanan panjang Jean. Ia bukan hanya tahu tetapi juga mengerti betapa kerasnya Jean pada dirinya sendiri atas kemalangan yang menimpa orang di sekitarnya.
Namun demi mendengar sepotong penderitaan teman lamanya yang bahkan telah berbuat cukup jahat menurut Kean pada Jean, gadis itu melepaskan genggaman tangannya dari tangan Kean dan menghambur Kesya- teman lamanya lalu mendekapnya seolah gadis berambut panjang itu tidak pernah sedikitpun melukai hatinya.
Lorong itu mulai ramai dengan mahasiswa yang berlalu lalang tetapi Kean melihat dua orang itu tampak tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang ada. Jean dan Kesya tetap menangis sembari berpelukan seraya menguatkan satu sama lain.
"Aku juga ngalamin hal sulit kayak kamu, hari-hari yang berat kayak kamu" ujar Jean usai Kesya selesai menceritakan semua kisah nya. "Harusnya hari-hari itu kamu cerita juga ke aku. Mari kita bagi duka dan rasa bersalah ini satu sama lain alih-alih saling menghakimi kayak dulu."
Jean memberikan es teh manis yang baru pesan Kean untuk menenangkan keduanya. Ketiga orang itu kini sudah duduk di salah satu cafe deket gedung fakultas.
Kesya sekali lagi menghela nafas berat. "Maafin aku Jean, maafin semua yang aku lalukan di masa lalu. Aku terlalu bingung untuk bersikap seperti apa dulu."
"Aku juga minta maaf atas banyak hal sama ke kamu ya."
Kesya mengangguk pelan. "Soal Nasya, kamu udah pernah denger sesuatu tentang dia?"
Jean menggeleng pelan. "Aku nggak tau kabar apa-apa sejak keluar sekolah"
"Dia pasti baik-baik aja kan?"
"Aku nggak tau, tapi mari kita berdoa supaya iya dia baik-baik saja"
Hening beberapa saat.
Jean melihat jam tangannya dan melihat Kean yang masih setia duduk di sebelah nya meski sedari tadi dianggap seolah tidak ada. Lelaki itu takzim mendengarkan.
"Kayaknya kita nggak bisa makan ketoprak itu deh, kalau kita makan disini aja gimana?" Tanya Jean pada Kean akhirnya.
Kean menatap dengan lembut seraya mengangguk pelan."Nggak apa-apa, aku ikut gimana kamu aja"
Jean tersenyum, ia merasa senang dengan keputusan Kean. Namun seperti tidak peka dengan ekspresi terganggu Kean karena ada Kesya di antara mereka. Jean justru beralih pada gadis itu. "Key, kamu ada kelas lagi kapan? Kita makan bareng dulu keburu nggak?"
Entah suatu keberuntungan atau justru kesialan, Kesya peka pada ketidaksukaan Kean sehingga gadis itu ragu-ragu menjawab karena merasa terintimidasi oleh tatapan Kean yang masih tidak berubah sedari awal bertemu dengannya meski sempat melunak saat menatap Jean.
Jean mengikuti arah pandang Kesya yang berakhir pada Kean lalu ikut memandang lelaki itu. "Nggak apa-apa kan Kesya ikut makan bareng kita?"
"Nggak apa-apa"—tapi sorot mata lelaki itu jelas mengatakan sebaliknya. Jelas saja Kean berkata demikian, bagaimana bisa ia menolak permintaan Jean. Dan Jean dengan ketidak pekaannya sungguh menganggap secara harfiah apa yang dikatakan Kean dan tetap memaksa Kesya makan bersama.
.
Tidak perlu menunggu lama, pesanan mereka akhirnya jadi. Dua porsi ayam tariyaki untuk Kesya dan Jean serta satu porsi mie goreng milik Kean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Touch My Food
Fiksi RemajaJean, dibacanya Jian ya bukan Jin. Meski gadis ini memang selalu mengastralkan dirinya agar tidak terlihat padahal nama tengahnya juga bermakna keberadaan. Kean, tetap dibaca Kean, nama lengkapnya Kenneth Danielle. Tapi Kean tidak suka nama aslinya...