Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, masih banyak toko kue yang buka di sepanjang jalan Kean menuju rumah Jean.
"Jangan lupa bawain kue penyemangat nya!"—pesan dari Kinan itu membuat Kean berhenti di salah satu toko kue ternama untuk memesan kue strawberry.
Jean menyukai kue strawberry.
Katanya strawberry itu unik, mau rasanya manis atau pun asam ia tetap terlihat cantik. Katanya lagi, itu mengingatkan Jean untuk tetap 'cantik'— berbuat baik, menebar senyum meski hidupnya sedang dalam badai (rasa asam) sekalipun.
"Aku harap kamu tetap ingat cara untuk tetap hidup seperti strawberry" gumam Kean usai mengucapkan terima kasih dan membayar bill kue tersebut.
Jalanan lenggang, Kean bebas memacu mobil secepat yang ia mau yang membawanya segera sampai ke tempat tujuan.
Usai memencet bel tiga kali akhirnya pintu besar rumah itu terbuka. Kean tidak bisa menyembunyikan keterkejutan nya melihat wajah sembab mbok Ratih.
"Ada apa mbok?" Tanya Kean dengan khawatir.
Mbok Ratih menangis lagi. "Mbok nggak tau harus gimana a. Neng Jean kayak gini lagi dan sekarang pintu kamarnya bahkan di kunci. Mbok khawatir neng kenapa-kenapa. Bisa aja sih Mbok nyuruh mang dadang buat dobrak, tapi kalau ternyata neng dibelakang pintu gimana? Jendalanya juga di tutup semua, mbok bener-bener bingung a."
"Udah berapa lama Mbok Jean ngurung diri?"
"Dua hari a. Sejak denger berita buruk tentang kalian berdua. Mbok yakin Neng lagi nyalahin dirinya sekarang"
—maafin aku Jean nggak dateng lebih awal.
Kean menepuk pundak Mbok Ratih seraya menguatkan nya. "Mbok tenang dulu ya, Jean pasti baik-baik aja. Biar saya bantu bicara sama Jean ya"
.
Tiga kali ketukan pintu, masih tidak ada respon.
Mbok Ratih mencoba berbicara. "Neng, apa yang menimpa a Kean sama a Raka bukan salah neng kok. Ini ngga ada hubungannya sama neng juga. Mereka lagi dapet giliran dapet musibah aja"
Masih tidak ada respon dari dalam sana. Kean mendekat ke pintu, ia letakkan tangannya di pintu itu seolah Jean bisa di gapainya.
"Mbok Ratih bener Jean, turunnya harga saham Papa, kesalahan ditempat penelitian di Jerman itu, sakitnya Raka, itu bukan salah kamu. Kamu kan dari kemarin sama aku, kita cuma kuliah, makan bareng dan ngehibur Raka yang terancam dipecat. Kamu nggak salah apa-apa, Jean"
Di dalam sana Jean membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhnya demi mendengar suara Kean. Suara berat lelaki itu menghalau semua suara-suara negatif dipikiran nya.
"Kean?" ujarnya lirih.
"Iya, ini aku Kean" Kean semakin mendesak ke arah pintu, ia ingin sekali mendobrak pintu itu sekarang. "Buka pintunya Jean, ayo kita bicara. Aku juga bawain kue kesukaan kamu nih"
"Aku takut, Kean. Aku takut bumi akan sial kalau aku injekin kakiku ke atasnya"
"Nggak akan, Jean. Kamu bukan pembawa sial. Kamu juga nggak salah apa-apa, bumi nggak akan marah sama kamu. Sekarang buka pintunya ya, kita makan kuenya yuk sebelum nggak enak lagi nanti"
Jean berusaha beranjak, meski tubuhnya lemas sekali. Ia berhati-hati melangkahkan kakinya khawatir ketakutan nya menjadi nyata.
Klek!
Kean menghel nafas lega demi mendengar suara kunci pintu terbuka. Ia segera membukanya dan Mbok Ratih bergerak cepat menangkap Jean yang terjatuh tepat dibalik pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Touch My Food
Novela JuvenilJean, dibacanya Jian ya bukan Jin. Meski gadis ini memang selalu mengastralkan dirinya agar tidak terlihat padahal nama tengahnya juga bermakna keberadaan. Kean, tetap dibaca Kean, nama lengkapnya Kenneth Danielle. Tapi Kean tidak suka nama aslinya...