Jika ada orang yang paling berjasa dalam kesuksesan di usia muda yang di raih Raka, Kean haruslah menjadi ada di urutan teratas bersama dengan kedua orang tua solois ternama itu.
Bagaimana tidak, keberadaan Raka di kamar Kean lebih sering daripada keberadaan solois itu di studio. Raka menulis lirik, membuat musik, hingga berlatih vocal ia lakukan di kamar Kean. Beruntung Kean tidak pernah menolak atau mengeluhkan kehadiran sahabatnya itu.
"Lo udah punya temen berapa?" Tanya Kean tiba-tiba, lelaki itu beranjak dari posisi tengkurap nya dan menutup buku yang beberapa detik lalu dibaca.
Raka yang duduk di meja kerja besar milik Kean dengan mata yang sedang fokus pada PC karena ia sedang mengedit musik untuk comeback terbaru nya segera melepas headphone yang menutupi telinganya. "Lo ngomong apa?"
"Lo udah punya temen berapa?"
"Satu"
"Mana mungkin lo punya temen satu."
"Beneran, temen gue cuma lo. Yang lain itu kenalan. Nggak semua orang bisa jadi temen gue ya."
Kean mendengus, ia lupa bahwa sahabatnya yang sering tebar pesona ini sebenarnya cukup selektif dalam bergaul dan berhati-hati dalam menggunakan kata teman. Katanya, label teman itu berharga, tidak sembarang orang bisa menerima label tersebut.
"Ya udah berapa banyak kenalan lo?"
"Banyaklah nggak keitung, tadi pagi bahkan gue baru kenalan sama bibi kantin"
"Anak-anak di kelas, udah kenal semua?"
"To the point aja kenapa sih Yan, kayak nggak biasanya aja nanya aneh-aneh. Lo mau tau apa?"
Kean mendengus. "Lo kenal anak ekonomi yang namanya Jean?"
"Jean Ayesha?"
"Yah gue lupa lagi nama lengkapnya, tapi kayaknya iya deh. Di angkatan kita juga nggak ada lagi yang namanya Jean"
Raka memutar matanya, pertanda ia sedang berfikir. "Kayaknya dia anak pendiem yang duduk di belakang itu deh" selanjutnya ia meraih ponselnya, membuka galeri untuk mencari foto gadis bernama Jean yang mungkin ada.
Tidak butuh waktu lama sebelum akhirnya Raka lemparkan ponselnya ke kasur Kean. "Tuh, anak yang rambutnya bergelombang di pojokkan. Dia?"
Kean memperbesar foto itu demi melihat foto gadis yang candid di pojok sebelah kanan seperti kata Raka—sedang membaca buku. "Iya, dia"
Raka tersenyum jahil demi melihat seutas senyum di sudut bibir teman baiknya itu. "Kenapa? Lo suka sama dia? Jarang banget seorang Kean nanyain cewek. Biasanya cewek-cewek yang nanyain dia."
"Enggak, gue nggak suka cuma penasaran"
"Semua orang suka itu awalnya dari penasaran tau!"
"Lo pernah ketemu orang yang juteknya setengah mati, tapi saat dihadapkan sama suatu hal orang itu jadi baik bahkan berbeda seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya?"
Dahi Raka berkerut demi mendengar pertanyaan Kean. "Emang ada orang begitu?"
"Jean kayak gitu."
.
Kean langsung bisa mengenali gadis berhoodie hitam yang baru saja keluar kelas. Itu Jean.
Setelah mengetahui gadis itu rupanya satu kelas sahabatnya, usai jam mata kuliah kedua selesai ia langsung menuju kelas Raka dan rupanya tidak butuh waktu lama untuk menemukan nya.
"Lo nungguin gue?" Ujar Raka yang keluar tak lama setelah Jean. Namun Kean justru mendorong Raka menjauh.
"Bukan, gue ada urusan sama orang lain" Kean meninggalkan sahabatnya begitu saja, berjalan cepat mengikuti Jean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Touch My Food
Fiksi RemajaJean, dibacanya Jian ya bukan Jin. Meski gadis ini memang selalu mengastralkan dirinya agar tidak terlihat padahal nama tengahnya juga bermakna keberadaan. Kean, tetap dibaca Kean, nama lengkapnya Kenneth Danielle. Tapi Kean tidak suka nama aslinya...