Setiap anak yang lahir ke dunia punya hak-hak yang orang tua harus penuhi dan menyematkan nama agaknya merupakan suatu bagian dari hak-hak itu.
Dirga tidak tau apakah menamakan bayi merah sebegitu pentingnya. Tapi melihat Bintang yang berkacak pinggang sambil terus menyuruhnya menamakan putranya yang bahkan sudah berumur dua Minggu Dirga termenung lama.
Setiap nama adalah doa kata ibunya. Setiap nama adalah suatu harapan.
Dia mendongak menatap Bintang.
"Aku gak tau mau namain dia siapa, Bintang. Ini terlalu sulit"
Sosok Bintang memutar mata malas. Inilah kenapa Bintang selalu marah dan sebal pada Dirga, sedari dulu Dirga selalu saja tidak memperdulikan hal-hal semacam ini.
”Bagaimana jika Noval ??"
Dirga berkedip dan tersenyum sedikit mengusap dengan hati-hati pipi putranya.
"Hm Novalen terdengar bagus"
"Cari artinya juga dong!" Bintang nyaris berteriak saking sebalnya. Tapi anehnya Dirga malah tertawa keras.
"Sudah. Novalen artinya bijaksana, cerdas, dan teguh pendirian"
Bintang berkedip kemudian tersenyum lebar.
"Balen" cicit Bintang membuat Dirga mendongak.
"Balen artinya bulan dengan sinar yang penuh. Kalau kata orang mah purnama"
Dirga lagi-lagi tersenyum menyatukan wajahnya dengan kening putranya.
"Novalen Pratama Balen"
Namanya Novalen Pratama Balen. Putra sulung ayah yang luar biasa cerdas dan teguh pendiriannya.
Salah satu pengisi ruang kosong angkasa yang menyinari saat gelap merubah dunia angkasa menjadi gulita, bulan dengan cahaya terang kini ada di Dirgantara.
🌼🌼🌼
Sejak kecil Nova lebih dekat dengan bunda. Pokoknya bunda punya dia doang. Kalau ayah boleh dibagi tapi kalau bunda, no!
Bahkan pada adiknya sekalipun Nova tidak mau mengalah soal bunda. Dia lebih baik mendengar adiknya menangis dari pada harus berbagi bunda.
Bunda kewalahan karenanya. Berjongkok di hadapan Nova dia menangkup wajah kecil putranya.
"Nono gak boleh gitu sama adeknya. Nana adek Nono kan?? Harusnya disayang loh adeknya kak bukan malah didorong gitu"
Nova mencebik memeluk leher bunda erat. Baginya bintang hanya milik bulan saja.
"Nana mau rebut bunda soalnya"
Bunda menggeleng pelan melepas pelukan mereka.
"Nono dengar ya. Apa yang Nono punya itu, punya Nana juga. Begitu caranya kalau bersaudara sayang. Memangnya Nono mau yang punya ayah hanya Nana??"
Nova menggeleng memperhatikan sekali adiknya yang menunduk sambil memeluk boneka kelincinya.
Nova mendesah mendekat kemudian meraih tangan adiknya.
"Iya bunda juga boleh buat kamu. Nanti ayahnya dibagi ya??"
Nana mengangguk semangat. Mereka berfikir ayah dan bunda semacam coklat, bisa dibagi-bagi.
🌼🌼🌼
Dan saat usia lima tahun Nova dengan cepat belajar membaca, bunda dan ayah tau Nova adalah anak yang cerdas. Terlampau cerdas.
Sehingga tak sedikitpun Nova bisa dibodoh-bodohi. Tidak seperti Nafa yang iya-iya saja Nova lebih sering bertanya.
"Kenapa harus ini?? Kenapa harus itu?? Kenapa tidak ini saja?? Kenapa jadi begitu??"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirgantara ✓
FanfictionDi antara luasnya langit, Dirga hanya berharap bahwa kehangatan akan selalu memeluk rumahnya.