Dirga tidak pernah menyangka besok yang dimaksud Tendri akan datang secepat ini. Jantungnya berdetak cepat hanya untuk membayangkan duduk berdua dengan Yudha dan membahas tentang masalah masa lalu mereka.
Dirga merasa takut tanpa sebab. Tapi seperti yang Tendri katakan dia tidak bisa melarikan diri terus-menerus. Dia harus menghadapi kenyataan. Kenyataan bahwa bisa saja dia akan bertemu kembali dengan ayah kandung putranya.
Rasanya menyesakkan bahkan hanya untuk membayangkan. Putranya yang dia besarkan dengan keringat dan air mata bisa saja diambil darinya. Dan itu menakutkan. Dirga ketakutan.
Namun sekali lagi Dirga harus membuka mata dan mulai menerima segala masa lalunya. Dia harus mulai melangkah.
Dengan semua ketakutan dalam dadanya Dirga mulai memasuki restoran dua puluh empat jam, tempat yang sudah Tendri siapkan khusus untuknya dan Yudha.
Tadi pagi dia hanya menyiapkan sarapan seadanya untuk Nova dan Nafa. Nafa bahkan belum bangun saat dia berangkat. Menitahkan Nova untuk membangunkan anak itu paling tidak dua jam dari sekarang untuk sarapan dan meminum obat.
Dirga menghela nafas panjang meliarkan pandangan mencari tempat yang sudah dipesan. Lalu tatapnya jatuh pada Yudha yang sudah duduk disana. Menunduk, sama gugup dengan dirinya.
Dengan pelan Dirga menarik kursi dan duduk di atasnya membuat Yudha mendongak. Senyum kaku ditampilkan. Nampak sekali canggungnya.
Dirga berdehem sejenak.
"Udah lama??"
Yudha menggeleng.
"Baru aja kok"
"Oke"
Kemudian keduanya diam tidak tau harus memulai dari mana. Yudha tampak salah tingkah.
"Gue pesenin makan ya?? Belum sarapan kan, Ga??"
"Hm"
Dengan itu Yudha mulai mengangkat tangan dan seorang pelayan muda melayani mereka. Setelah mencatat pesanan mereka pelayan itu berlalu meninggalkan meja yang kembali hening.
"Gue udah denger tentang Aluna dan Bintang dari Tendri. Turut berduka"
Dirga mendengus kemudian mengibaskan tangannya.
"Gak apa-apa udah lama"
"Hm"
Senyap, lagi.
"Dirga"
"Yudha"
Keduanya saling menatap sebelum sama-sama terkekeh geli menyadari kelakuan konyol mereka.
"Lo duluan" sahut Dirga membuat Yudha mengangguk.
"Maaf karena pernah jadi salah satu manusia yang nyakitin Bintang. Maaf karena pernah jadi penyebab Bintang menderita"
Dirga menunduk menatap tangannya yang saling mengepal.
"Bajingan yang satu itu.... apa kabar??"
Yudha tersenyum.
"Dirga, orang yang Lo sebut bajingan itu sudah pergi ke langit lebih dulu dari Bintang"
Dirga terkejut menatap Yudha yang kini menatapnya dengan sorot terluka.
"Ceritanya panjang, Ga"
"Gue punya waktu seharian buat denger"
Yudha terkekeh dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Ini bermula saat kita di tingkat akhir perkuliahan. Keluarga gue tiba-tiba hancur berantakan, nyokap bokap mau cerai. Waktu itu kita 22 bahkan kakak gue udah punya anak saat itu. Kami sudah cukup dewasa kan??"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirgantara ✓
FanfictionDi antara luasnya langit, Dirga hanya berharap bahwa kehangatan akan selalu memeluk rumahnya.