Lembar kalender terus berganti tanpa jeda. Bergulir terus menerus mengingatkan bahwa waktu telah berjalan tanpa mau menunggu atau sekedar memberi sebuah peringatan.
Sudah lima tahun berlalu sejak Dirgantara kehilangan bintangnya. Membiarkan mereka terbiasa kemudian mulai melangkah ke depan meninggalkan bintangnya dan menyimpan memori indah menjadi sebuah kenangan.
Lima tahun berlalu dan banyak hal berubah disini. Bagaimana rumah yang dulunya berwarna coklat kini sudah berubah menjadi warna abu-abu cerah.
Bukan hanya sebatas warna rumah yang berubah tapi para penghuninya pun mengalami perubahan-perubahan.
Lima tahun waktu yang cukup untuk Dirga terbiasa bangun dan menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya. Padahal biasanya dia adalah sosok yang harus dibangunkan dengan sabar.
Waktu lima tahun cukup untuk Nova belajar bertanggung jawab atas dirinya sendiri seperti janji pada ibunya. Bangun sendiri dan mandiri.
Tapi nyatanya waktu lima tahun tak cukup untuk merubah kebiasaan Nafa untuk terbangun tepat waktu. Masih sama seperti bocah dua belas tahun.
"Nana!"
Gelegar suara Nova menggema dari lantai atas membuat Dirga mengusap pelan dadanya. Lima tahun dan paginya selalu sama.
Dia hanya menggeleng pelan. Menyicipi nasi goreng buatannya dan mengernyit.
"Ewh"
Masih terasa asin sama saat pertama kali dia memasak lima tahun lalu.
Ketika suara langkah menggema mendekat dia berbalik menatap pada putranya yang mencebik.
"Nana tuh nggak mau bangun"
Dia tertawa kecil mengusap kepala putranya.
"Nggak apa-apa, nanti ayah yang bangunkan. Nono sarapan saja duluan ya?? Nanti terlambat"
Nova mengangguk baru saja akan mengambil nasi goreng tangannya ditahan.
"Nasi gorengnya keasinan makan roti dulu saja bang"
"Nggak apa-apa, lidah aku udah kebal"
Dirga meringis kecil saat Nova benar-benar memakan nasi goreng buatannya seolah bukan apa-apa memakan nasi (garam) goreng tersebut.
"Yaudah deh besok ayah belajar masak lagi"
Nova mengangguk dan tak banyak peduli membuat Dirga mulai melangkah menuju lantai dua. Membangunkan pangeran tidurnya.
Dia berkacak pinggang saat sampai dan menatap pada putra bungsunya yang masih menggelepar dengan tubuh melintang bahkan satu tangannya menggelantung.
"Tidurnya gimana sih ni bocah" cicitnya pelan.
"Nana! Bangun udah siang! Nono aja mau berangkat loh itu"
"Hmm"
Hanya gumaman tanpa pergerakan lebih untuk berusaha bangkit sebagai jawaban. Membuat Dirga geram dan dengan tidak berperasaan menarik selimut putranya. Menarik tubuh itu sampai terduduk.
Air dalam gelas di samping nakas dia gunakan untuk membasahi tangannya kemudian meraup wajah putranya.
"Bangun!"
Nafa mengerang kesal. Waktu lima tahun telah berlalu dan cara yang sama masih sangat manjur.
🌼🌼🌼
Meninggalkan adiknya yang mungkin saja masih ditarik ayah untuk bangun, Nova berangkat lebih dulu.
Sebagai seorang ketua OSIS haram hukumnya untuk terlambat. Karena selain sebab tanggung jawabnya sebagai teladan dirinya juga harus menjaga nama baiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirgantara ✓
FanfictionDi antara luasnya langit, Dirga hanya berharap bahwa kehangatan akan selalu memeluk rumahnya.