Jika ada yang mengatakan bahwa di dunia ini tak ada yang sempurna maka bisa dipastikan dia belum pernah bertemu dengan Nova.
Nova itu definisi manusia ideal yang kadang membuat orang lain ingin mengikutinya. Diam-diam menaruh rasa kagum padanya tapi iri disaat yang bersamaan.
Banyak yang bilang Tuhan sedang tersenyum saat Nova diciptakan. Buktinya dia memiliki wajah yang luar biasa menyejukkan.
Beberapa lagi bilang Nova adalah manusia yang terlampau cerdas. Buktinya dia adalah salah satu anak yang selalu dikirim untuk olimpiade.
Bahkan dalam hal kepemimpinan sekalipun Nova itu bisa diandalkan. Buktinya dia adalah ketua OSIS di sekolahnya periode ini.
Yah semua yang melihat akan mengatakan bahwa Nova begitu beruntung. Apa yang orang lain inginkan semua dia dapatkan.
Wajah tampan, kecerdasan, suatu jabatan, juga nama yang dikenal banyak orang. Nova punya semua.
Tapi seperti yang semua orang tau, apa yang terlihat belum tentu benar adanya.
Siapa yang bisa menjamin punya semua hal yang didamba-dambakan orang lain membahagiakan??
Tak ada. Tak ada yang bisa menjamin. Pun tak akan ada yang bisa tau bagaimana jalan hidup orang lain kecuali orang itu sendiri.
Banyak yang bilang Nova begitu beruntung. Memang benar dia begitu beruntung.
Bukan karena punya wajah tampan, menjadi ketua OSIS, atau menjadi juara olimpiade matematika yang membuat dia merasa beruntung. Bukan semua itu.
Justru hal-hal kecil yang dapat membuatnya tersenyum jauh lebih membuatnya bersyukur dan merasa beruntung.
Diantara semua hal kecil itu senyum Nafa adalah salah satunya. Dia tersenyum menatap pada Nafa yang tengah tertawa di depan kelasnya dengan sosok Haidar.
Dia saat ini berada di lantai dua depan sekretariat OSIS, berdiri di balkon dan menatap Nafa yang ada di lantai satu.
"Woi!"
Nova berjengit berbalik pada sosok Renjana, teman sekaligus sekertarisnya yang mengangsurkan map biru.
"Coba baca dulu sebelum ditandatangani. Soalnya anggarannya agak gede"
Nova menghela nafas tapi tak lama mengambil alih map itu dan mulai membaca dengan seksama isinya.
"Udah bener sih kalau menurut gue. Coba diskusi lagi sama si Adit baiknya gimana soalnya emang agak gede nih anggarannya. Kalau emang Adit suruh rombak atau revisi turutin aja Ren. Dia yang paling tau kok kalau masalah alokasi anggaran"
Renjana mengangguk dan kembali meraih map itu. Dia mengerjap saat melihat Nova mengalihkan pandangan ke arah lain.
Dia melongok berusaha melihat apa yang membuat Nova berpaling. Dan setelah melihat bahwa Nafa adalah objeknya dia mengangguk takzim.
"Kabarnya Nafa gimana??"
Nova menoleh.
"Baik kok. Kemarin sempat drop tapi sekarang udah mendingan"
Iya setelah insiden kaki Nafa yang bengkak anak itu drop sampai ayah memaksanya bedrest lebih lama. Baru setelah dua hari mendekam di rumah adiknya bisa kembali ke sekolah lagi. Beruntung juga tak sampai harus dirawat di rumah sakit.
"Bagus deh kalau gitu. Btw suruh banyakin makan sayur ya No kulitnya keliatan makin kuning aja"
Nova mendesah tapi mengangguk kemudian.
"Iya udah disuruh makan sayur tapi taulah anaknya rada pemilih kalau soal begituan. Ayah juga rada was-was jadinya"
Renjana mengangguk saja kemudian menepuk pundak Nova.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirgantara ✓
FanfictionDi antara luasnya langit, Dirga hanya berharap bahwa kehangatan akan selalu memeluk rumahnya.