Dirgantara -26-

3.7K 588 33
                                    

Hari pensi itu akhirnya tiba. Sejak subuh Nova sudah bergegas menuju ke sekolah mewanti-wanti pada ayahnya untuk tidak mengizinkan Nafa pergi menyusul kesana mengingat tadi malam lagi-lagi anak itu drop.

Sungguh sejak koma beberapa hari yang lalu keadaan Nafa seperti rollercoaster kadang paginya masih bisa tertawa tapi malamnya langsung hilang kesadaran.

Bahkan tiga hari yang lalu hampir masuk ICU lagi hanya karena tersedak bubur sarapannya.

Lalu dengan keadaan seperti itu mana mungkin Nova mengizinkan Nafa untuk datang ke pensi meski hanya sekedar menonton?? Nope. Tidak akan mungkin.

Tak peduli anak itu mulai merengek tak jelas Nova tetap tak mengizinkan. Ayah sudah dia ancam dengan tegas kalau masih dilanggar juga ya sudah itu artinya menantang Nova secara terang-terangan.

Tapi agaknya Nova lupa di dunia ini yang paling cepat menyerah terhadap permintaan Nafa adalah Dirga.

Melihat bagaimana tatap anak itu saja mampu membuat hati Dirga bergetar tak tega.

"Ya sudah ayah bantu izin ke dokter Kunto kalau tetap tidak diizinkan juga, tidak apa-apa ya dek"

Ya begitulah kira-kira awal mula perang saudara itu dimulai pagi ini.

🌼🌼🌼

Nova berjalan kesana-kemari mengecek jalannya pensi yang sudah dibuka dua jam yang lalu.

Seperti dugaan disini penuh sekali. Beruntung diadakan di ruang terbuka seperti ini. Bayangkan jika benar-benar dilaksanakan di aula. Nova tidak bisa membayangkan berapa banyak orang yang pingsan disana.

Dia melihat rundown acara sekilas sebelum kembali bergegas menuju belakang panggung. Mengecek segala sesuatunya.

Sebenarnya tugas Nova hanya mengawasi karena panitia tentu sudah ada tugas dan tupoksi masing-masing tapi ya mau bagaimana lagi, Nova tidak bisa diam saja apalagi ini dibawah tanggung jawabnya langsung.

Setelah benar-benar memastikan bahwa semua berjalan dengan lancar Nova menghela nafas lega. Kembali ke luar dari ruang persiapan di belakang panggung dan mulai mengelilingi lapangan.

Hanya mengawasi peserta pensi agar tetap kondusif mengingat sekarang sudah agak terik. Takut-takut karena kepanasan mereka malah bergelut di tengah lapangan. Siapa yang tau kan??

Dia berjalan pelan dengan tatap kesana-kemari mengawasi. Dia baru saja akan melanjutkan langkahnya saat tatapnya jatuh pada kumpulan teman sekelas adiknya yang tampak melingkar di sudut lapangan yang teduh.

Dia mengernyit, ingin abai tapi kemudian sebuah kursi roda menarik perhatiannya. Dia memejamkan matanya, tangannya terkepal erat.

"Emang dasar anak ayah, bandel!"

🌼🌼🌼

Nafa betulan datang ke sekolah setelah diwanti-wanti oleh dokter Kunto untuk tak terlalu banyak bergerak dan lelah. Tentu saja ayah datang bersamanya, karena mana mungkin juga dia dibiarkan datang sendiri.

Selain ayah, om Tendri dan om Yudha ikut serta. Tendri sih hanya mengikuti saja soalnya penasaran bagaimana pensi sekolah Nafa berlangsung. Nah yang keren ternyata Yudha salah satu sponsor pensinya, jadi bebas untuk datang.

Nafa penasaran siapa yang mengirim proposal ke cafe Yudha coba?? Kurang kerjaan sekali menjadikan cafe sebagai sponsornya.

Tapi kalau dipikir-pikir ya tidak masalah juga dulu saat SMP Nafa ingat sponsor utama pensinya malah dari teh botol. Jadi rasanya ya masuk akal juga.

Sebenarnya Nafa agak merasa malu pasalnya dia menggunakan kursi roda sekarang. Terlalu lemas untuk berdiri dan berjalan jauh sehingga harus menggunakannya.

Dirgantara ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang