Dirgantara -12-

3.9K 679 35
                                    

Ada banyak hal yang membuat Dirga merasa begitu bersalah. Meninggalkan anak-anaknya dan pergi ke luar kota adalah hal yang paling utama penyebabnya. Menyetujui ikut dalam project itu berarti harus siap menyelesaikannya apapun yang terjadi.

Sudah satu Minggu lamanya Dirga meninggalkan putra-putranya di rumah sana untuk survei ke kota Bogor. Jarak yang terbentang antara Bogor dan Bandung membuat Dirga tak pernah tenang.

Walaupun setiap malam suara putra-putranya selalu dia dengar tapi tetap saja rasanya tak sama dengan saat melihat mereka secara langsung.

Dirga hanya bisa tersenyum tipis kala mendengar suara Nova yang terdengar lelah. Mengeluh akan proker besar tahunannya yang sedang berjalan. Rapat ini, rapat itu belum lagi tugas sekolah. Benar-benar terdengar melelahkan.

"Istirahat lebih awal makanya bang, makanannya dijaga. Sesibuk-sibuknya jangan sampai lupa makan loh" katanya menanggapi sambil merapikan laptop juga berkas di atas meja. Memastikan dia sudah meletakkannya dalam tas sebelum rapat terakhir besok pagi.

Kemudian suara Nova yang menjawab iya ogah-ogahan adalah penutup sebelum tergantikan oleh suara si bungsu yang terdengar semangat.

"Ayah!"

"Halo anak ayah"

Dirga tersenyum duduk di tepi ranjang. Ponselnya di letakkan di atas nakas dengan mode loudspeaker.

"Ayah kapan pulang?? Abang nyebelin, ribet banget"

"Aku dengar ya"

"Tuh kan ribet"

Dirga tertawa.

"Sebentar lagi kalau bisa selesai besok pagi, siangnya ayah pulang"

"Asik!!"

Senyumnya semakin mengembang mendengar seruan semangat itu.

"Ada cerita apa hari ini??"

"Ahhh itu hari ini sekolah menyebalkan seperti biasa. Ada kuis ekonomi ayah!! Ough aku mual kalau ingat soalnya"

Lagi, Dirga tertawa mendengarnya.

"Lalu pulang sekolah aku ikut Haidar kerja soalnya ABANG aku sibuk" katanya dengan sengaja menekan kata Abang disana. Dirga mengulum senyum tau betul niat putranya.

"Ayah, kayaknya Abang aku tuh sebenarnya Haidar deh bukan Novalen"

"Haha bilang seperti itu seolah ayah tidak ingat ada yang merengek saat ABANG nya pergi kemah dua malam"

"Ihhh itu saat SMP ayah. Itu namanya masa lalu, tidak usah diingat lagi"

Dirga mendengus pelan.

"Masa lalu itu harus selalu diingat dong untuk dijadikan pelajaran ke depannya"

"Iya iya" kata anak itu ogah-ogahan.

"Ngomong-ngomong ayah, aku kemarin diberi kue coklat gratis ukuran large hehe"

Dirga mengernyit.

"Oleh om pengamen tapi bukan??"

Suara tawa Nafa terdengar di seberang sana.

"Iya! Kuenya enak, Abang saja suka. Maaf ya tidak sisakan untuk ayah juga"

"Gak apa-apa, nanti kita beli lagi"

"Tapi dek lain kali jangan gitu ahh. Kasian Om-nya masa dipalakin kamu terus, kan dia jualan dek. Jangan minta tapi beli"

Nafa merengek pelan, Dirga pastikan pasti bibirnya saat ini tengah mengerucut dan mencebik seperti balita.

"Tapi dia sombong ayah gak mau dibayar. Katanya 'ambil aja saya gak butuh uang kamu, saya lebih kaya' gitu ayah"

Dirgantara ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang