Dirga tidak tau jika Bandung bisa terasa begitu dinginnya sore ini. Dirga tidak tau jika Bandung bisa terasa sesendu ini. Rasanya luar biasa kelabu.
Dengan sebuah jas hitam Dirga menatap lurus ke arah foto putranya yang tersenyum lebar. Orang-orang dengan pakaian serba hitam turut mengelilinginya.
Suara tangis Nova masih mampu Dirga dengar tapi saat ini dia hanya bisa terpaku. Menatap bagaimana peti putranya mulai ditutup rapat.
Dirga diam. Dia tetap diam meski suara tangis teman-teman Nafa mulai terdengar bersahutan. Haidar dan Yoga yang sudah Dirga kenal tampak seperti akan kehilangan nafas karena menangis terlalu banyak.
Dia tetap diam bahkan saat Yudha yang dia kenal sebagi orang yang keras menangis tersedu-sedu dalam pelukan Tendri. Tampak seperti seorang anak yang butuh sebuah pelukan hangat.
Kemudian dengan perlahan Dirga tersadar saat Galih meraih bahunya mengusap wajahnya dan mendekap tubuhnya. Saat Galih mengusap belakang kepalanya dan mengatakan tak apa-apa barulah Dirga tersadar bahwa lagi-lagi dia sudah kehilangan.
Luar biasa sekali rasanya. Hatinya remuk melihat begitu banyak manusia yang turut menangisi putranya.
Dirga tidak tau sebaik apa putranya hingga teman-temannya bisa tampak kehilangan seperti itu.
Dirga tidak tau semanis apa putanya hingga orang-orang tampak terluka ditinggalkan olehnya. Dirga tidak tau.
"Ga sabar ya ikhlas Nafa sudah bahagia. Sudah" bisikan itu, puluhan kali Dirga dengar. Tapi bukan salahnya tetap merasa kesakitan kan??
Sesaat Dirga terpekur melihat peti putranya mulai ditimbun tanah. Sedikit demi sedikit sebelum benar-benar lenyap dalam pandangannya.
Dirga hampir terjatuh, kakinya terasa lemas begitu menyadari bahwa kini tak akan ada lagi Nana-nya yang akan merengek setiap pagi. Tak ada lagi Nana-nya yang menyelinap tidur dengannya setiap malam. Tak akan ada lagi.
Setelah doa-doa selesai dibacakan satu persatu dari mereka mulai pergi meninggalkan Dirga dengan ucapan turut berduka yang begitu memuakkan.
Saat semua orang mulai meninggalkan tempat itu, Dirga masih terpaku. Bertanya-tanya dalam hatinya, putranya benar-benar sudah pergi?? Dia benar-benar sudah kehilangan Nana-nya??
Dirga masih merasa tak percaya. Tapi melihat dan mendapat begitu banyak kalimat penenang menyadarkan Dirga bahwa semua ini nyata.
"Ga, ini hadiah ulang tahun dari Nafa. Maaf baru sempat diberikan sekarang ya"
Dirga mengangkat pandangan menatap pada tangan Yudha yang menyodorkan kotak kecil ke arahnya.
"Nana??"
Yudha mengangguk, membuat Dirga cepat-cepat meraih kotak itu dan memeluknya.
"Terima kasih"
Air mata Yudha tanpa permisi malah mengalir lagi menatap pada Dirga yang tampak begitu berantakan. Matanya membengkak tapi berusaha untuk terus menatap setiap orang. Bibirnya kering tapi tetap berusaha mengulas sebuah senyuman.
Yudha menghapus air matanya sebelum meraih Dirga dalam pelukannya.
"Dirga, ayo bahagia seperti kata Nafa"
🌼🌼🌼
Tanah Bandung tak pernah sedingin sore itu. Saat tubuh putranya mulai tertutupi oleh tanah dan tertimbun di dalamnya. Bandung tak pernah sesendu itu.
Rasanya seperti mimpi melihat bagaimana anak yang dia besarkan dengan begitu banyak perjuangan harus pergi mendahuluinya. Rasanya benar-benar seperti mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirgantara ✓
FanfictionDi antara luasnya langit, Dirga hanya berharap bahwa kehangatan akan selalu memeluk rumahnya.