Dirgantara -23-

4.3K 682 57
                                    

Selama hidupnya Dirga tidak pernah berlari segaduh ini. Berlari di antara lorong-lorong rumah sakit mendorong brangkar rumah sakit dengan putranya yang terbaring di atasnya.

Kakinya kepayahan tapi tak membuatnya berhenti mengikuti brangkar itu. Dia merinding melihat bagaimana putranya dipasangkan masker oksigen dengan sebuah ambubag yang terus ditekan hanya untuk membantunya bernafas.

Yudha dan Nova turut serta disana. Berlari dengan nafas memburu juga jantung berdegup yang sama kencangnya.

Dirga tidak bisa berfikir jernih setelah mendapat telfon dari Nova. Tanpa pikir panjang berlari ke arah mobilnya, dengan tangan bergetar mencoba membuka pintu mobil. Beruntung Yudha sigap dan mengambil alih menyetir untuknya.

Sesaat setelah sampai di rumah Dirga menemukan Nova yang sudah menangis karena Nafa yang tak sadarkan diri. Dirga kehilangan kata-kata.

Saat brangkar itu akhirnya masuk ke dalam IGD langkah ketiganya terhenti. Dirga menarik nafas dalam-dalam. Mengatur nafasnya yang terasa memburu.

Keringat membasahi pelipisnya. Tangan dan kakinya terasa bergetar tapi tatapnya tak juga bisa berpaling dari pintu IGD yang tertutup.

Jantungnya bertalu-talu, mengumpati diri sendiri yang telah lalai. Seandainya tadi pagi dia tidak pergi hal ini pasti tidak terjadi. Seandainya saja dia mengecek Nafa terlebih dahulu sebelum pergi. Seandainya dan seandainya.

Dirga mengusap wajahnya kasar dan berbalik. Mendapati putranya yang lain menunduk di kursi ruang tunggu membuat hatinya kian berdenyut. Dirga tau anak itu pasti terkejut sekali.

Dengan pelan dia mendekat menepuk pelan bahu putranya.

"No??"

Dia menyernyit. Memanggil sekali lagi tapi tak juga ada balasan membuat Dirga buru-buru berjongkok.

"Nono?? Abang??"

"Heyy!"

Sebuah tepukan pada pipinya membuat Nova akhirnya menoleh. Air matanya mengalir.

"A-ayah ta-tadi aku hah udah b-bangunin Nana. T-tapi dia gak mau bangun ayah. D-dia gak mau bangun hhhhh T-terus t-tangannya dingin, ayah. A-aku udah gosok biar hangat kok hngg t-tapi Nana tetep gak mau b-bangun"

"N-nana gak kayak bunda kan ayah??" racaunya tak melihat Dirga sama sekali. Pandangannya kesana-kemari tampak seperti seseorang yang ketakutan.

Dirga tersentak. Menepuk pipi anak itu sekali lagi agar terfokus padanya.

"Hah ayah hhhhh Nana hhhh"

Dirga terkejut buru-buru melepas kancing teratas baju yang digunakan Nova. Nafas anak itu memburu dengan tatap yang tak lagi fokus. Serangan panik.

"Lihat ayah, nak. Hey iya Nana gak akan kayak bunda iya. Sekarang nafas, pelan-pelan. Lihat ayah. Jangan panik"

Tangan Dirga semakin bergetar saat Nova masih saja tampak kesulitan menarik nafas belum lagi tatapnya yang tak fokus membuat Dirga mengguncang anak itu lagi. Tangannya menangkup wajah Nova.

"Inhale exhale"

"Nafas! Ikutin ayah! Novalen!!"

"Pelan-pelan"

Nova mulai mengikuti instruksi itu dengan patuh. Hanya menatap pada mata Dirga yang tampak bergetar.

"Sekali lagi, nak. Inhale exhale"

Kemudian setelah nafas Nova kembali teratur Dirga meraih anak itu dalam pelukannya. Lega luar biasa.

"Hebat, anak ayah hebat"

Dirgantara ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang