"RAGA! MUKA LO MIRIP KECOA!"
_______________________________________
Bagaimana jadinya jika dua orang yang saling tidak mengenal, bahkan untuk bertegur sapa pun tidak pernah mereka lakukan. Namun, malah terikat sebuah hubungan yang sangat sakral.
...
maaff banget baru bisa up sebenernya aku udah buat draf banyak, tapi ga sengaja kehapus:) jadi, mood nulis ku hilang seketika huhuhu
yaudah deh gitu aja
JANGAN LUPA TANDAI KALAU ADA TYPOOO
selamat membaca
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sedari tadi, Ayna kelimpungan mondar mandir, ke dapur dan kamar. Dia bingung harus berbuat apa, badan Raga semakin panas, cowok itu bahkan mengeluh kedinginan.
Ayna ingin membelikan obat, tapi dia tidak berani untuk keluar, apalagi saat ini jam sudah mengarah pukul 11 malam.
Raga menganggukkan kepalanya, satu tangannya menggenggam tangan Ayna. Membawa tangan gadis itu untuk dipeluknya.
"Jangan kemana-mana," lirih Raga.
"Iya, enggak," ujar Ayna.
Ayna benar-benar khawatir sekarang, di apartemen ini tidak ada apa-apa. Kain yang dia gunakan untuk mengompres saja menggunakan kaos Raga, yang sudah di gunting olehnya tadi.
"Ngeyel sih! Kalau dibilangin suruh minum obat tuh, ya minum!" Mulut Ayna terus mendumel dari tadi.
"Disuruh minum obat, malah ngegombal."
"Berisik!" Sentak Raga membuat Ayna berdecih.
"Masih mending gue mau ngurusin lo!"
"Emang kalau bukan lo, siapa lagi? Mama? Gue harus mati dulu, gitu?"
Ayna yang mendengarnya langsung memukul mulut Raga, "Kalau ngomong!"
"Lagian---"
"Lagian apa? Gak usah ngadi-ngadi deh. Gue tonjok juga lo lama-lama. Awas ngomong aneh-aneh lagi!" marah Ayna.
"Udah." Raga menarik Ayna agar gadis itu berbaring di sebelahnya.
"Mulutnya." Raga menatap Ayna tajam yang dibalas tatapan tak kalah tajam juga dari Ayna.
Raga kemudian mendekap Ayna, menjadikan lengannya sebagai bantalan untuk istrinya, "Lusa, Ardi nikah, Ay," ujarnya pelan membuat Ayna mendongakkan kepalanya.
Ayna memberontak kecil, ia bangkit dari tidurnya, kemudian duduk dengan bersandar di sandaran ranjang.
"Sini." Ayna menepuk pahanya, meminta Raga agar membaringkan kepalanya disana.