Bab 10 - Jangan Mati

21.5K 1.9K 7
                                    

Nasya menatap punggung Sagara yang menjauh seiring dengan kecepatan motor lelaki itu. Alis gadis itu bertaut. Jadi gosip yang tersebar bahwa Sagara sering ikut tawuran benar adanya?

“Siapa yang datang, Na?” tanya Arhan yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang tubuh Nasya.

Nasya tersentak kaget mendapati kakaknya berada di belakangnya, ditambah lagi lelaki itu membuka pembicaraan dengannya. Sejak insiden Nasya yang memberitahukan masa depan kakaknya, Arhan sering menghindar dari Nasya, bahkan tidak pernah mengajak Nasya berbicara kalau bukan gadis itu yang memulainya lebih dulu.

“Oh, itu, Abang bengkel,” dusta Nasya.

Arhan mengangkat alisnya. “Bengkel?”

“Ya. Motor gue kemarin bocor terus gue tinggal di bengkel. Tadi orangnya ke sini buat ngasih tahu kalau motornya udah jadi dan diambil sepulang sekolah aja,” ujar Nasya dengan kebohongan yang lancar.

Arhan manggut-manggut. “Lo berangkat bareng gue aja hari ini.”

Nasya terbelalak. “Lo … udah nggak marah sama gue?”

Arhan menunduk, ia lantas menyejajarkan wajahnya dengan Nasya. Tak berselang lama senyum lelaki itu terbit. Tangan Arhan terulur dan mengacak puncak kepala adiknya. “Gue nggak marah sama lo.”

Senyum senang terulas di bibir Nasya usai mendengar perkataan kakaknya. Walaupun ia sering membenci Arhan, namun ternyata dicueki oleh kakak sendiri tidak enak juga. “Makasih, Bang,” ucapnya tulus.

“Justru gue yang makasih sama lo. Berkat penglihatan lo, gue jadi bisa prepare untuk ke depannya tentang apa yang harus gue lakukan.” Arhan memutuskan untuk menerima penglihatan Nasya tentang masa depannya. Sudah saatnya ia tidak bermusuhan dengan sang adik. Ia adalah seorang kakak, perannya melindungi adik bukan malah memusuhinya.

***

“Kalau lo bisa sampai lebih cepat entar gue traktir soto!” seru Mutiara kepada Nasya.

Kedua gadis itu menggenggam pakaian olahraga, bersiap untuk balapan lari menuju kamar mandi. Nasya dan Mutiara mengambil ancang-ancang, kemudian kedua gadis itu berlari sembari tertawa lebar.

Mutiara mulai memimpin di depan Nasya. Tak ingin kalah, Nasya langsung mempercepat larinya. Ketika melewati lapangan upacara, Nasya yang tidak memperhatikan sekitarnya pun tersandung batu. Nahas, gadis itu terjatuh akibat tidak bisa menahan keseimbangan.

“Aduh!” pekik Nasya. Ia lantas meringis ketika merasakan perih di lututnya.

Mutiara yang mendengar suara orang terjatuh pun menghentikan larinya. Gadis itu terbelalak ketika melihat Nasya terjatuh. Ia berlari menghampiri Nasya dan bergegas membantunya berdiri. “Lo nggak apa-apa?” tanyanya dengan raut khawatir.

Nasya menunduk untuk memeriksa lututnya yang terasa perih. “Lutut gue berdarah,” ucapnya.

“Duh, gimana dong? Padahal hari ini kita ada penilaian lari,” ujar Mutiara dengan raut panik.

“Nggak gimana-gimana lah. Tinggal diobatin aja.”

“Serius? Lo kuat lari walaupun lutut lo lagi luka?” tanya Mutiara, ia terlihat tidak yakin.

Nasya terdiam sejenak. Jika terluka seperti ini kemungkinan besar ia tidak akan kuat berlari, karena yang ada nanti lukanya malah semakin perih. Namun, hari ini penilaian lari yang penting, bagaimana mungkin ia tidak ikut?

“Kayaknya nggak kuat sih. Tapi kalau gue nggak ikut gimana? Entar gue nggak ada nilai,” tutur Nasya.

“Gini aja. Lo ke UKS sekarang dan istirahat di sana, entar gue izinin ke guru kalau lo jatuh dan lutut lo lukanya parah,” saran Mutiara.

His Future (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang