Happy reading!
***
Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Sagara diperbolehkan pulang oleh dokter pada hari Jumat. Dengan diantar oleh Rendy, lelaki itu kembali ke apartemennya. Sesampainya di basement, ia membuka pintu mobil lantas menggendong tas yang berisi pakaiannya. “Thanks, Pak,” ucapnya ke arah Rendy sambil mengulas senyum singkat.
Rendy mengangguk sebagai respon. Setelah mematikan mesin kendaraan, pria itu membuka pintu mobil lantas beranjak keluar. Ia berjalan di belakang Sagara yang tengah melangkah menuju lift.
“Pak Rendy ngapain?” tanya Sagara ketika melihat Rendy tengah mengekorinya.
“Saya tinggal di sini,” jawab Rendy dengan raut datarnya.
Alis Sagara bertaut, lelaki itu terlihat bingung. “Sejak kapan?”
Rendy menoleh ke arah Sagara sejenak. “Sejak hari ini.”
“Ya?!” pekik Sagara dengan mata membulat.
“Saya akan mengawasi kamu. Awas saja kalau kamu berbuat yang aneh-aneh. Ngomong-ngomong, unit saya persis di sebelah kamu.” Rendy menyeringai usai mengatakan hal tersebut.
Sagara memasang wajah kesal sembari menatap Rendy. Jadi ia akan diawasi?
Meskipun tampak kaget dan tidak senang, namun diam-diam Sagara mengulas senyum singkat. Lelaki itu merasa bahagia, setidaknya akan ada satu orang yang menjaganya dan berada di dekatnya. Ia tidak perlu merasa takut lagi bukan?
***
Sagara yang tengah fokus menatap layar televisi yang tengah menampilkan film kartun anak kembar berkepala botak dibuat terkejut ketika tiba-tiba terdengar suara bel dari unit apartemennya. Ia bangkit berdiri lantas melangkah dengan malas untuk membuka pintu.
“Nasya?” heran Sagara ketika melihat sosok gadis berambut panjang tengah berdiri di depan pintu sembari tersenyum lebar.
“Halo, Kak,” sapa Nasya.
Bola mata Sagara bergerak memandang benda yang berada di sebelah Nasya, lelaki itu mengernyit bingung. “Lo ngapain bawa koper? Mau pergi ke luar kota?” tebaknya ketika melihat sebuah koper di sebelah Nasya, belum lagi gadis itu membawa satu tas yang tengah digendong.
“Gue mau nginap di sini. Boleh kan?” tanya Nasya dengan entengnya.
“Ya?” kejut Sagara.
Di saat Sagara masih terdiam kaget, Nasya sudah menyerobot masuk dengan menarik kopernya. Kelakuan Nasya mematung membuat Sagara mematung di tempat. Tunggu, apa yang dikatakan oleh pacarnya tadi? Menginap di sini? Maksudnya di apartemennya?
“Nasya, sebentar,” ujar Sagara sembari mendekat ke arah Nasya yang saat ini sudah duduk santai di depan televisi.
“Kenapa?” sahut Nasya tanpa memandang Sagara, sebab fokusnya tertuju pada layar televisi.
“Lo serius?” tanya Sagara yang tampak belum percaya kalau Nasya akan menginap di apartemennya. Ia bahkan tidak pernah membayangkan hal itu sama sekali.
“Iya lah, masa bercanda.”
Sagara mengerjap-ngerjap, raut bingung terpancar jelas di wajahnya. “Kenapa nggak ngabarin gue dulu?”
“Surprise!” sahut Nasya dengan cengiran lebarnya. “Lagian gue cuma mau nginap tiga hari dua malam kok, Kak. Besok Sabtu dan Minggu libur kan? Gue bakal balik Minggu sore deh.”
“Tiga hari dua malam?!” pekik Sagara dengan mata membulat sempurna.
Nasya hanya menatap keterkejutan Sagara dengan sorot geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Future (TAMAT)
Teen Fiction"Jauh-jauh dari gue, atau gue bakal cium lo sekarang." Kalimat itulah yang dilontarkan oleh Sagara kepada Nasya--adik kelas yang tiba-tiba mendekatinya. * Masa depan. Hal yang tidak dapat diketahui oleh manusia, tidak dapat ditebak, dan tidak dapat...