"Butuh bantuan?” ulang Sagara ketika melihat Nasya masih diam di tempat seperti tengah mencerna keberadaannya.
Menyadari kalau sosok di depannya benar-benar Sagara, Nasya langsung melengos. “Nggak.”
Alis tebal Sagara terangkat. “Oh, oke.”
Melalui ekor mata, Nasya menatap Sagara yang kembali memakai helm dan menaiki motornya. Gadis itu menggigit bibir, bingung sekaligus panik. Ia bingung mau menerima bantuan Sagara—lelaki yang sedang ia benci—atau tidak. Ia panik karena Sagara hendak pergi, padahal lelaki itu satu-satunya harapan Nasya untuk bisa pulang.
Mendengar suara mesin motor Sagara telah hidup, dengan tergesa Nasya bangkit dari duduk dan berjalan menghampiri Sagara. “Bantu gue, Kak.”
Sagara membuka kaca helmnya, lelaki itu mengamati wajah Nasya dengan sorot tajam dan raut datarnya. Selama beberapa detik terjadi keheningan di antara mereka sampai akhirnya Sagara mematikan mesin motor dan melepas helmnya. Tanpa berkata apapun kepada Nasya, ia berjalan mendekat ke arah motor gadis itu.
“Bocor atau mogok?” tanya Sagara sambil berjongkok untuk memeriksa motor Nasya.
“Bannya bocor, kena paku.”
Setelah mendengar jawaban Nasya, Sagara berdiri lantas mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menelepon seseorang. Gerak-gerik Sagara tidak luput dari pandangan Nasya.
“Bengkel lo masih buka?” tanya Sagara kepada seseorang di seberang sana.
“…”
“Buka bengkel lo sekarang. Ban motor gue bocor, roda depan dan belakang kena paku.”
“…”
“Hm. Gue ke sana.”
Sagara mengakhiri panggilannya. Lelaki itu memasukkan kembali ponsel ke dalam saku celananya lantas beralih menatap Nasya. “Ikut gue,” ucapnya seraya kembali ke motor miliknya, bersiap mengemudikan motor.
Nasya yang bingung pun mengekori Sagara. Apakah ia diminta membonceng lelaki itu atau apa? Bagaimana dengan motornya?
Nasya berdehem. “Motor gue gimana, Kak?”
“Lo dorong.”
Jawaban singkat dari Sagara membuat Nasya melongo tak percaya. Tadinya ia mau berterima kasih karena Sagara berbaik hati mau menolongnya. Namun, ucapan Sagara barusan membuatnya kembali kesal kepada lelaki itu.
Sembari menggerutu, Nasya mendorong motornya dan mengikuti Sagara. Lelaki itu mengemudikan motornya dengan lambat agar Nasya bisa mengikutinya. Setelah berjalan sekitar seratus meter, sampailah mereka di sebuah bengkel kecil yang masih buka. Nasya mengernyit, tampak bingung. Bukankah tadi kata seorang penjual keliling bengkel di sekitar sini sudah tutup semua?
Seorang lelaki berambut keriting yang Nasya tebak berusia sekitar dua puluhan muncul dari dalam bengkel. Ia melambai dengan cengiran lebar, melirik Nasya sejenak lalu berjalan menghampiri Sagara.
“Yo! Gara!” sapanya.
Sedangkan Sagara yang disapa hanya mengangguk singkat, lelaki itu membuka helmnya lantas turun dari motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Future (TAMAT)
Novela Juvenil"Jauh-jauh dari gue, atau gue bakal cium lo sekarang." Kalimat itulah yang dilontarkan oleh Sagara kepada Nasya--adik kelas yang tiba-tiba mendekatinya. * Masa depan. Hal yang tidak dapat diketahui oleh manusia, tidak dapat ditebak, dan tidak dapat...