Seperti sebelum-sebelumnya, ditatap terlalu lama oleh Sagara berhasil membuat Nasya jengah. Gadis itu menggerakkan bola matanya untuk menatap ke arah lain. Sungguh, tatapan Sagara yang masih tertuju padanya membuat Nasya kesusahan untuk bernapas, bahkan untuk menelan ludah saja ia tidak berani.
Nasya memutar otak. Sepertinya ia harus mencari topik pembicaraan agar suasana tidak hening hingga terasa canggung. Gadis itu berdehem sejenak untuk menetralkan perasaan gugupnya barulah kembali memfokuskan pandangan kepada Sagara. Nasya menahan napas untuk sesaat ketika mendapati Sagara masih terus menatapnya.
“Kak Sagara, soal go—”
“Gara.”
Nasya mengerjap. “Ya?”
Sagara menegakkan duduknya tanpa melepas pandangannya dari Nasya. “Panggil Gara aja.”
Alis Nasya bertaut, ekspresi bingung tampak di wajah gadis itu. Ia ingin bertanya, namun diurungkannya ketika menyadari panggilan “Gara” lebih singkat daripada “Sagara”. Nasya berasumsi bahwa Sagara tidak ingin membuatnya kesusahan memanggil nama lelaki itu yang cukup panjang.
“Oke, Kak Gara. Boleh gue tanya sesuatu?” tutur Nasya. Sebenarya ia terlihat ragu untuk menanyakan hal yang cukup lama mengusiknya.
Sagara mengangguk sebagai jawaban.
Nasya membasahi bibirnya sejenak, merasa agak sungkan untuk bertanya. “Soal gosip-gosip tentang lo yang beredar di sekolah. Itu benar atau enggak?” Gadis itu menatap Sagara dengan hati-hati, takut kalau lelaki itu marah atau tersinggung dengan pertanyaannya.
“Kalau benar gimana?”
“Wah! Sialan! Ini orang kenapa malah balik tanya?!” teriak Nasya dalam hati. Gadis itu menggigit bibir sesaat sebelum berujar, “Tapi gue nggak percaya.”
Bola mata Sagara menampilkan riak selama dua detik saat mendengar ucapan Nasya. “Kenapa nggak percaya?” pancingnya.
“Karena gue yakin Kak Gara cowok baik-baik.”
Sudut bibir Sagara tertarik tipis, ia tersenyum samar tanpa disadari oleh Nasya. “Kenapa lo bisa yakin?”
Nasya ingin mengumpat karena Sagara terus melempar balik perkataannya dengan pertanyaan. “Karena perlakuan lo dari awal nggak mencerminkan itu semua. Kalau lo emang cowok nggak benar, pasti dari awal lo udah berbuat sesuatu yang negatif ke gue. Tapi buktinya enggak, lo bahkan mau nolong gue waktu ban motor gue bocor, itu artinya lo punya kepedulian sama orang lain. Terus—”
"Gimana soal ciuman itu?” sela Sagara.
Nasya mendadak bungkam seribu bahasa, mulutnya langsung terkatup rapat. Mengingat tentang insiden itu membuat wajahnya seketika terasa panas. Bola mata gadis itu bergerak ke sana-kemari demi menghindar dari tatapan Sagara.
Tanpa Nasya ketahui, sudut bibir Sagara tengah berkedut menahan senyum. Lelaki itu bahkan ingin tertawa ketika melihat pipi Nasya yang memerah seperti tomat. Ia merasa terhibur dengan tingkah malu-malu Nasya sampai ia bisa melupakan sejenak tentang ketakutannya.
Tiba-tiba Nasya bangkit berdiri, ia menatap Sagara dengan memasang wajah kesal yang dipaksakan untuk menutupi perasaan gugupnya. “K-kalau itu … lo pasti suka sama gue kan? Ngaku, Kak!” tuduhnya. “Lo suka sama gue pada pandangan pertama makanya nyium gue!”
Dengan rasa malu yang menggunung dan wajah yang semakin terasa panas, Nasya melangkah keluar dari kamar Sagara dengan tergesa. Sedangkan Sagara, lelaki itu membeku saat mendengar perkataan Nasya. Tak berselang lama senyum tipis terulas di bibirnya.
Nasya duduk di atas sofa sembari mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah. Sungguh, gadis itu ingin kabur sekarang juga. Bagaimana bisa ia berkata kalau Sagara menyukainya pada pandangan pertama? Ah, bodoh, dirinya sungguh bodoh. Percaya diri sekali kau, Nasya.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Future (TAMAT)
Novela Juvenil"Jauh-jauh dari gue, atau gue bakal cium lo sekarang." Kalimat itulah yang dilontarkan oleh Sagara kepada Nasya--adik kelas yang tiba-tiba mendekatinya. * Masa depan. Hal yang tidak dapat diketahui oleh manusia, tidak dapat ditebak, dan tidak dapat...