Rendy memarkirkan mobilnya di basement. Pria itu meraih beberapa map yang berisi berkas-berkas, kemudian beranjak keluar dari mobil. Dengan langkah tergesa ia memasuki lift dan menekan tombol angka lima. Ia harus bergegas menemui Sagara untuk membicarakan beberapa hal, karena tadi lelaki itu langsung pergi begitu saja usai pembicaraan mengenai ahli waris.
Langkah Rendy terhenti dan keningnya berkerut dalam ketika mendapati pintu apartemen Sagara terbuka lebar. Menyadari ada yang tidak beres, pria itu berlari memasuki apartemen Sagara. “Sagara!” teriaknya sembari mencari keberadaan Sagara di seluruh penjuru ruangan.
Kontan, Rendy terbelalak ketika mendapati sosok Sagara tengah dalam posisi gantung diri di kamarnya. Dengan cepat pria itu melepas tali di leher Sagara lantas menurunkan lelaki itu.
“Sagara! Sadarlah!” seru Rendy sembari menepuk-nepuk wajah lelaki itu.
Tatapan mata Rendy turun ke arah leher Sagara di mana terdapat bekas merah di sana. Ia menelan ludah dengan tangan yang gemetar. Terlampau panik dan tidak dapat berpikir jernih, pria itu langsung menggendong tubuh Sagara lantas membawanya ke rumah sakit.
***
Nasya yang tengah asyik menonton drama Korea di kamarnya dikejutkan dengan suara dering dari ponselnya. Dengan malas gadis itu bangkit dari duduk dan mengambil ponsel yang berada di meja belajar. Alisnya bertaut ketika mendapati nomor Rendy yang meneleponnya.
“Halo, Pak Rendy,” sapa Nasya.
“Nasya, tolong ke rumah sakit sekarang,” ujar Rendy dengan napas memburu dari seberang sana.
“Emangnya kenapa, Pak?”
“Sagara, dia ditemukan gantung diri di rumah. Saya—”
“Ya?! Saya ke sana sekarang, Pak,” potong Nasya dengan cepat.
Nasya meraih jaket lantas memakainya, tak lupa gadis itu mengambil kunci motor miliknya. Sebelum menuju garasi, ia menatap pintu kamar Arhan yang tertutup rapat. Ingin ia mengajak kakaknya, namun ia tidak mau mengganggu Arhan yang tengah fokus belajar. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi sendiri.
Mengemudikan motor di jalan raya pada malam hari merupakan salah satu kelemahan Nasya, sebab gadis itu pernah mengalami hal buruk saat berkendara di malam hari. Dengan memfokuskan pikiran kepada Sagara yang saat ini tengah berada di rumah sakit, ketakutannya pun menghilang perlahan. Ia menambah laju kendaraannya agar bisa segera sampai di rumah sakit.
Sampai di parkiran rumah sakit, Nasya bergegas melepas helm dan turun dari atas motor. Gadis itu berlarian di lorong rumah sakit, mencari keberadaan Rendy yang katanya akan menunggu di depan ruang rawat inap Sagara.
Melihat sosok pria dengan setelan jas di depan salah satu ruang rawat inap, Nasya berlari ke arah sana. “Pak,” sapa gadis itu dengan napas terengah.
Rendy yang tengah menatap ke arah layar ponsel kini beralih menatap Nasya. “Kamu sudah sampai. Ayo kita masuk,” ajaknya.
Nasya mengangguk, gadis itu mengikuti Rendy untuk melangkah memasuki ruangan. Baru dua langkah, ia terdiam dengan pandangan mengedar. Tunggu, mengapa ia merasa tidak asing dengan kondisi ini? Ruang rawat inap ini, Sagara yang tengah berada di ranjang rumah sakit, dan tata letak barang-barang di dekatnya. Bola matanya membesar ketika teringat salah satu penglihatannya, tak berselang lama wajahnya memanas, dan rona merah muncul di pipinya. Dengan cepat ia menggeleng. Bukan waktunya memikirkan hal itu di saat-saat seperti ini.
“Nasya,” panggil Rendy, memecah lamunan Nasya.
Nasya yang mendengar panggilan Rendy yang berada di samping ranjang Sagara pun melangkah mendekat ke arah pria itu. Ia menahan napas dengan mata membulat ketika melihat bekas merah melingkar di leher Sagara. Satu penglihatan kembali teringat. Jangan-jangan hal itu benar-benar terjadi? Sagara yang hendak dibunuh dan disamarkan sebagai tindakan gantung diri, seperti yang dimimpikan olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Future (TAMAT)
Teen Fiction"Jauh-jauh dari gue, atau gue bakal cium lo sekarang." Kalimat itulah yang dilontarkan oleh Sagara kepada Nasya--adik kelas yang tiba-tiba mendekatinya. * Masa depan. Hal yang tidak dapat diketahui oleh manusia, tidak dapat ditebak, dan tidak dapat...