Ending kawan, yang udah baca sampe sini siapa aja nih? Gue kasih lope❤️
SBL—Sayang Banget Loch❤️
***
Tidak bisa tidur. Itulah yang terjadi kepada Nasya usai terbangun dari mimpinya tadi malam. Dengan mata panda, gadis itu melangkah menuju kamar mandi dan mencuci wajahnya. Tatapan matanya berubah kosong, ia melamun sampai tidak menyadari kalau air keran masih mengucur.
“Nasya!” panggil Arhan dari balik pintu kamar.
Nasya bergeming, masih dalam posisinya. Pikiran gadis itu sedang tidak berada di tempat.
Tak mendapatkan jawaban dari dalam sana, Arhan pun nekat merobos masuk. Untung saja pintu kamar adiknya tak dikunci. Sampai di dalam kamar Nasya, ia celingukan ke sana kemari mencari keberadaan sang adik, namun tak terlihat. Ketika mendengar suara air yang mengalir dari arah kamar mandi, ia bergegas melangkahkan kakinya ke sana.
“Na, lo ditunggu tuh sama—woi! Air kerannya dimatiin kalau nggak dipakai! Pemborosan anjir!” heboh Arhan seperti ibu-ibu rumah tangga yang takut kehabisan air. Dengan langkah seribu ia mematikan keran.
“Hah?” sahut Nasya, baru tersadar dari lamunannya. “Lo ngapain di sini, Bang?”
“Ngapain-ngapain!” kesal Arhan dengan mata melotot. “Lo ditunggu Sagara tuh di ruang tamu.”
Nasya mengerjap bingung. “Kak Gara? Dia ngapain ke sini?”
Arhan mengangkat bahu seraya melangkah keluar kamar mandi. “Ya mana gue tahu.”
Dengan berdecak kesal, Nasya keluar kamarnya dan melangkah menuju ruang tamu. Benar saja, terlihat sosok sang pacar tengah duduk di atas sofa sembari bermain ponsel. Selama beberapa detik Nasya terdiam mengamati pakaian yang dikenakan oleh Sagara, ternyata lelaki itu memakai kaus dan jaket kulit, bukan kemeja putih lengan panjang. Ia menggelengkan kepalanya ketika teringat dengan sosok Sagara di dalam mimpinya. Ia kemudian mencoba untuk mengabaikan mimpi dan penglihatannya, mungkin itu bukan apa-apa.
“Udah nunggu lama, Kak?” tanya Nasya sembari beranjak duduk di depan Sagara.
Sagara mendongak lantas menggeleng. “Enggak. Lo baru bangun?” tanyanya, namun di detik selanjutnya ia berujar, “Atau nggak bisa tidur semalam?”
Nasya tertegun. “Kok lo tahu?”
“Kantung mata lo jelas banget. Emangnya kenapa nggak bisa tidur? Mimpi buruk?” tebak Sagara.
Nasya terdiam. Mimpi buruk ya? Apakah mimpi semalam bisa dikategorikan sebagai mimpi buruk? Sepertinya tidak.
“Kak Gara ngapain ke sini pagi-pagi?” tanya Nasya, ia memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Sagara.
“Mau ngajak lo main.”
“Main? Ke mana?”
“Entar juga lo tahu.”
Bibir Nasya mengerucut diiringi decakan kesal. “Gue ganti baju dulu,” ujarnya lantas kembali ke kamar untuk berganti pakaian.
Tak sampai sepuluh menit, Nasya kembali ke ruang tamu dengan pakaian yang sudah terganti. Gadis itu menautkan alisnya ketika mendapati Sagara terdiam dengan tatapan tertuju ke arahnya. Lelaki itu bahkan memandangnya tanpa berkedip.
“Kak, jadi pergi?”
Sagara mengerjap. Ia berdiri masih dengan memandang Nasya. “Rambut lo dikepang?”
Tangan Nasya terangkat lantas menyentuh rambutnya. “Iya, biar nggak terbang-terbang. Udah lama nggak ngepang rambut, kepingin sekali-kali gue kepang lagi. Emangnya kenapa? Jelek ya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
His Future (TAMAT)
Jugendliteratur"Jauh-jauh dari gue, atau gue bakal cium lo sekarang." Kalimat itulah yang dilontarkan oleh Sagara kepada Nasya--adik kelas yang tiba-tiba mendekatinya. * Masa depan. Hal yang tidak dapat diketahui oleh manusia, tidak dapat ditebak, dan tidak dapat...